NovelToon NovelToon
Masa Lalu Tanpa Aku

Masa Lalu Tanpa Aku

Status: sedang berlangsung
Genre:Ketos / Time Travel / Mengubah Takdir / Identitas Tersembunyi / Kebangkitan pecundang / Bullying dan Balas Dendam
Popularitas:7.2k
Nilai: 5
Nama Author: Verlit Ivana

Gita terjatuh saat merenovasi balkon bangunan yang menjadi tempatnya bersekolah saat SMA.
Saat terbangun, ia berada di UKS dan berada dalam tubuhnya yang masih berusia remaja, di 20 tahun yang lalu.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Verlit Ivana, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Sidang

Dalam kecemasan Gita menunggu sang ayah, potongan ingatan tersembunyi tentang dirinya yang mendapat kecelakaan tak terduga perlahan muncul satu per satu, membuat gadis itu hampir saja memutuskan untuk menghubungi polisi. Namun akal sehatnya masih menahan diri.

Karena kecemasan tak bisa menjadi sebuah bukti pasti.

"Gimana kalau ayah gue diculik? Atau ditabrak di jalan?" gumam Gita cemas. Tapi ancaman itu nyata, dan gue udah mengalaminya setelah menyaksikan penyerangan terhadap Denting.

Yuli melihat kekhawatiran Gita tampak berlebihan, namun ia berusaha menangkan sahabatnya dengan kata-kata yang optimis. Saat air mata mulai menggenangi mata Gita—

GREEEEK...

Terdengar gerbang besi berderit. Cukup nyaring karena suasana yang sepi.

Gita dan Yuli spontan menoleh ke arah gerbang tersebut, dan Gita menghela napas lega.

Yuli menepuk-nepuk punggung Gita pelan. "Alhamdulillah bapak Lo udah dateng, Git."

Gita tak bisa berkata-kata, ia langsung menghambur menyambut ayahnya yang masih dimintai keterangan berkunjung oleh satpam penjaga gerbang.

"Ayah!" seru Gita seraya berlari mendekat. Alhamdulillah ... alhamdulillah.

Ayah Gita menoleh pada suara yang memanggilnya, senyumnya merekah, meski wajah pria itu tampak lelah. Satpam yang melihat Gita pun semakin paham akan maksud kedatangan pria itu.

"Oh, maksudnya mau ke sidang yang dibilang pak Rama tadi pagi," gumam security bertubuh gempal itu. Kok beda ya, dari tadi yang dateng bawa mobil mahal semua. Tapi bapak ini agak lain.

"Gita ... maaf ya telat, ada copet tadi dalam angkot, jadi sempet ada keributan dan ay—" ucapan ayahnya terpotong, karena melihat Gita menangis tersedu-sedu sambil memegangi tangannya.

Lelaki paruh baya berhidung bangir kulit terbakar matahari itu pun panik melihat anaknya menangis, begitu pula dengan pak satpam yang ikut heran.

"Udah Gita, ayah gak apa-apa. Malingnya justru yang kenapa-napa kena jurus sakti ayah," seloroh sang ayah berusaha menenangkan putrinya.

Sedangkan Yuli yang berjalan menyusul Gita tersenyum simpul. Temen gue sangar-sangar tapi hatinya soft juga ya. Khawatir banget sama orang tuanya.

***

Ruang rapat sekolah, menjadi tempat diadakannya sidang pendisiplinan pelaku perundungan. Meski disebut sidang, namun mereka tetap duduk bersama, mengelilingi meja kaca persegi panjang.

Sidang yang Gita pikir akan berlangsung dengan cepat dan tenang, rupanya cukup menguras emosinya. Sekuat hati ia berusaha untuk tidak mengamuk, saat para wali murid berpenampilan perlente di sana tak berusaha menyembunyikan pandangan meremehkan pada ia dan ayahnya.

Bu Rifda kembali mengulas perundungan yang dipimpin oleh Karen terhadap Gita, dan mengingatkan lagi tentang tujuan pertemuan tersebut, yaitu untuk mendiskuskan tentang sanksi untuk Karen dan kawan-kawannya.

"Kenapa harus diperpanjang sampai seperti ini sih, Bu guru? Namanya juga anak-anak. Wajar kali ya ... sesekali bikin salah," protes ibu dari Karen sambil melirik sinis pada Gita. Palingan minta duit kompensasi. Ternyata beneran ada murid beasiswa di sekolah ini.

"Tapi anak kita yang sa—" ucapan ayah Karen terputus karena ibunda Ara melotot tajam pada suaminya.

Wanita berwajah cantik dengan sorot mata tajam itu angkat bicara. "Jadi, berapa kami harus membayar denda pada ... dia?"  tanyanya sambil melirik Gita sekilas.

Ibunda Karen tersenyum karena merasa terwakilkan oleh ucapan ibunda Ara. Demikian pula dengan dua orang tua lainnya. Meski orang tua Risa dan Nina merasa anak mereka bukan pelaku utama, namun tetap saja mereka lebih senang agar urusan ini lekas selesai, tanpa harus keributan.

Ayah Gita merasa geram, ia sendiri yang menyaksikan putrinya yang hampir depresi sampai sempat tak mau kembali bersekolah, tapi dengan mudahnya para orang tua di hadapannya ini mengecilkan kesalahan anak-anak mereka.

Bu Rifda yang sebenarnya gerah mendengar pendapat dari wali murid perundung itu, berusaha tetap berkepala dingin.

"Jadi Ibu berpendapat perilaku kasar yang dilakukan putri Anda adalah wajar?" Bu Rifda balik bertanya pada ibunda Karen.

"Pa-pasti kan ada sebabnya. Siapa suruh berada di tempat yang tidak seharusnya," jawab ibunda Karen itu gugup.

Seperti juga para wali dari perundung lainnya, wanita itu tahu putrinya salah, bahkan telah memberi hukuman pada Ara di rumah, namun di hadapan orang dengan status ekonomi lemah seperti keluarga Gita, ia enggan mengalah.

Gita mendecih, tawa sinisnya lolos dengan mulus dari bibirnya.

"Kamu! Bisa-bisanya ketawa gak sopan," tugur ibunda Risa yang berperawakan seperti Risa versi paruh baya.

Ayah Gita melotot galak. "Jangan membentak anak saya," ujar ayah Gita tenang namun suaranya dalam, "di sini. Anak saya yang dirugikan. Kalian ... justru kalian yang tidak sopan mengatakan hal seperti itu pada kami."

Melihat para wali murid lain—tepatnya para sosialita— hendak protes, Rama angkat bicara, "Bapak benar sebaiknya kita saling menghargai, dan saya ingatkan lagi, di sini kita akan menentukan sanksi yang pantas untuk anak-anak Anda sekalian." Rama menatap para gadis perundung yang sejak tadi menundukkan kepala.

Bu Rifda menambahkan, "Bapak dan Ibu seklian tenang saja, Gita ini sudah berada pada tempatnya, karena ia telah mengharumkan nama sekolah lewat karyanya. Namun sayang ... karena tindakan tidak bertanggung jawab beberapa oknum, dia tidak bisa mengikuti sebuah perlombaan penting akibat depresi,"

"tentu saja hal itu, amat merugikan bagi sekolah Pelita, juga Gita. Karena Gita harus menanggung konsekuensi kehilangan beasiswanya akibat absen dari lomba," tukas Rifda penuh penekanan.

Gita terharu, begitu pula sang ayah. Mereka merasa dihargai dan dibela oleh guru tersebut yang mengatas namakan sekolah bergengsi ini.

Para wanita sosialita itu bungkam, tentu mereka pun pernah mendengar bagaimana karya-karya Gita telah membuat Pelita disorot media massa nasional. Meski karya tersebut adalah bentuk kegiatan sosial Yayasan Pelita berupa pembuatan mural di dinding ruang hijau kota mereka.

Mereka pun tahu, jika Gita adalah kandidat terkuat untuk perwakilan pembuatan ilustrasi buku dari penerbit yang cukup ternama.

Ibunda Karen geram. Ia jadi merasa kalah, karena anaknya bahkan jauh di bawah Gita dalam hal potensi. Demikian juga para wanita yang tadi terlihat arogan, mereka menjadi rendah diri karena anak-anak mereka bukan siswi berprestasi, kecuali ibunda Risa, wanita itu masih mengangkat dagunya bangga, karena putrinya siswi yang masuk peringkat atas dalam bidang akademik di sana.

Setelah suasana mulai terlihat kondusif, Rama dan Rifda pun kembali menjalankan sidang sesuai tujuan awal. Para ayah bisa bernapas lega, karena istri mereka masing-masing akhirnya mau menutup mulut dan bersikap tertib.

***

"Hati-hati Ayah." Gita mencium punggung tangan ayahnya takzim.

Yuli mengikuti sopan santun yang dilakukan Gita, dan disambut ramah oleh ayah sahabatnya itu. Tadi selama sidang berlangsung, Yuli dengan sabar menunggu Gita sampai ke luar dari ruang rapat. Gadis itu langsung menyambut Gita dan ayahnya yang terakhir ke luar dari ruangan, karena posisi kursi mereka yang paling jauh dari pintu.

Ayah Gita melangkah ke luar gerbang dengan hati ringan. Ia bersyukur dan merasa senang, karena ternyata putrinya memiliki teman yang baik di sisinya, juga para guru yang adil dan bijaksana.

"Meski beasiswa Gita sudah dicabut, dan aku harus bekerja keras membayar pendidikannya di sini, aku rela. Karena tempat ini memang yang terbaik di kota ini," gumam ayah Gita, dengan senyum terkembang di wajahnya ia pun menaiki angkutan kota.

Tentu saja ayah Gita tidak tahu hal apa yang sebenarnya tengah di hadapi oleh putrinya, dan tentunya hal tersebut lebih gelap dari sekedar perundungan oleh teman sekelasnya.

***

1
gaby
Yah, kirain Gio naksir Gita, ga taunya naksir Denting. Bakalan tetep jd jomblo dong walau mengulang wkt. Mudah2an Gita ga naksir Gio, jgn naksir cwok yg mengagumi wanita lain
Verlit Ivana: /Grin//Grin//Grin/
gaby: Yg jelas cm kaka othor yg tau jodohnya gita/Facepalm//Facepalm/
total 3 replies
gaby
Gita ngajak Tomi ngobrol 4mata menjauh dr Yuli & Gio. Tp pas dah berdua sm Tomi knp pembicaraannya pake di dlm hati. Emang mreka melakukan telepati. Jgn kbanyakan ngomong dlm hati, kapan mau kelar masalahnya. Kalo cm mau ngomong sendirian dlm hati, mending ga usah ktemuan. Rebahan aja di kamar masing2. Dah nungguin upnya dr pagi, giliran up isinya cm pembicaraan batin/Facepalm//Facepalm/
MeiRa
Syudah mampir thor. Semangat
Verlit Ivana: terima kasih Kakak, semoga suka membacanya. /Smile/
total 1 replies
gaby
Trus hasil sidangnya apaan thor?? Apa sanksi buat para perundung. Padahal bisa aja kalo ayah Gita melaporkan masalah ini k jalur hukum.
Verlit Ivana: diskors dia Kak
total 1 replies
Abu Yub
melenggang
Abu Yub
lanjut thor/Ok//Pray//Coffee//Beer/
Abu Yub: oke dek.yang tetap semangat/Pray/
Verlit Ivana: selamat lanjut membaca. maaf slowres saya jagain anak-anak saya nyambi nulisnya, Kak. 🙏🏼
total 4 replies
Abu Yub
membuang nafas
Abu Yub
menepuk keningnya
Abu Yub
senyum
Abu Yub
sip pokonya
Abu Yub: masama dek/Pray/
Verlit Ivana: terima kasih Kak/Smile/
total 2 replies
LidaAlhasyim
𝙨𝙪𝙠𝙖 𝙗𝙜𝙩 𝙨𝙖𝙢𝙖 𝙘𝙚𝙧𝙞𝙩𝙖𝙣𝙮😊
Verlit Ivana: masyaAllah Kakak, makasih banyak ya Kak. 🥰 semoga lancar rejekinya. aamiin.
total 1 replies
˜”*°•.˜”*°•KOMARU CHAN•°*”˜
Semangat thorrr
Verlit Ivana: terima kasih Kak/Smile/
total 1 replies
gaby
Kayanya Hantu di sekolah yg di ceritain tukang jamu waktu itu jgn2 Arwah Denting. Apa Denting dah meninggal?? Makanya kluarga di kampung nyariin ga ktemu.
Verlit Ivana: hehe ayo kakak selamat menebak /Smile//Hey/
total 1 replies
gaby
Tiap bab slalu gantung & misteri bertambah, dr awal ga ada titik terang. Dah gitu upnya 1× sehari. Mungkin ini yg mbikin para reader nabung bab. Karena kalo cm baca 1bab cm bikin penasaran yg ga berkesudahan.
Verlit Ivana: makasi sudah tetap baca dan bersabar Kaka Gaby /Smile/. insyaAllah diungkap perlahan sedikit lagi.
/Smile/
total 1 replies
Abu Yub
Aku mampir lagi thor/Rose//Wilt//Ok//Pray//Good/
Verlit Ivana: Terima kasih Kak/Smile/
total 1 replies
Abu Yub
masalahnya
Abu Yub
cerminn
Abu Yub
lanjut
Abu Yub
anak sekolah
Azthar_ noor
semangat ya🥰
Verlit Ivana: terima kasih Kak
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!