"Mulai sekarang, kamu adalah istri saya Feby Ayodhya Larasati. Apapun yang ada di dalam diri kamu, hanyalah milik saya!" Kalimat yang keluar dari mulut pria tampan di hadapannya ini membuat seluruh bulu kuduknya berdiri. Jantungnya berdebar kencang saat pria itu semakin menatapnya dengan tatapan intens.
.....
Feby Ayodhya Larasati gadis cantik dan periang yang duduk di bangku SMA.
Tak hanya parasnya yang cantik, dia juga memiliki prestasi yang sangat bagus di sekolah. Impian dalam hidupnya hanya satu, yaitu mendapatkan beasiswa kuliah di luar negeri.
Kehidupannya selama ini selalu berjalan lancar namun, tidak saat ia bertemu dengan pria bernama Arka William Megantara.
Pertemuan yang berawal dari mimpi, kini berubah menjadi nyata. Pertemuan yang berawal dari kesalahpahaman, kini berubah menjadi hubungan pernikahan.
.....
Arka William Megantara, seorang CEO muda yang memiliki paras tampan, tubuh tegap, tinggi, dan atletis. Dia adalah satu-satunya pewaris tunggal di perusahaan Mega
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Briany Feby, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 27. Mati lampu
Dep!
Seluruh lampu di kamar Arka tiba-tiba saja mati. Hal itu bertepatan setelah Arka mengatakan bahwa pria itu ingin tidur bersama Feby. Semua pandangan Feby langsung berubah menjadi gelap gulita.
Tidak ada yang bisa ia lihat, semuanya benar-benar gelap.
Begitu ia tidak bisa melihat apapun di sekelilingnya, gadis itu langsung memeluk tubuh Arka dengan begitu erat. Keringat dingin mengucur deras di dahi Feby. Tubuh gadis itu bergetar. Raut wajah gadis itu pun langsung berubah ketakutan.
"M-mas Arka..." Lirih Feby kondisi yang masih memeluk erat tubuh Arka.
"Ya, saya di sini Feb. Kamu jangan takut, tenanglah..." Ucap Arka berusaha menangkan Feby.
Arka bisa merasakan kecemasan gadis itu lewat suaranya. Tak hanya itu, Arka juga merasakan Feby semakin mengeratkan pelukannya saat lampu tiba-tiba mati.
"A-aku takut... Ini kenapa lampunya tiba-tiba mati?" Cicit Feby.
"Saya juga nggak tau Feb. Kamu duduk dulu di sini, saya akan mengambil lilin" Ucap Arka.
Pria itu berusaha melepaskan pelukan Feby. Namun gadis itu langsung menggeleng pelan dan semakin mengeratkan pelukannya.
"Tidak tidak! Jangan pegi Mas, jangan tinggalin aku sendirian aku takut ini gelap banget!" Kata Feby dengan panik.
"Jangan pergi Mas... Tolong aku takut..." Gadis itu kembali memohon.
"Baiklah, saya tidak akan pegi. Saya di sini, bersama kamu. Kamu jangan takut" Arka membelai kepala Feby dengan lembut agar gadis itu tenang.
Setelah Feby cukup tenang, Arka perlahan melepaskan pelukannya. Lalu tanpa aba-aba pria tampan itu langsung menggendong tubuh mungil Feby. Gadis itu terus saja memejamkan matanya karena ia ketakutan.
Perlahan, Arka membaringkan tubuh Feby di atas kasur. Pria itu menyingkirkan rambut yang menutupi wajah Feby dengan tangannya.
Arka diam beberapa saat, menatap setiap inci wajah Feby dengan posisi yang berada tepat di atas tubuh gadis itu. Kedua lengan kekar Arka menyangga tubuhnya agar tidak menghimpit Feby. Pandangan Arka jatuh pada bibir mungil Feby yang merekah layaknya bunga mawar. Jantungnya berdebar hebat saat melihat itu. Debaran itu semakin menggila. Namun Arka berusaha untuk tetap menahan dirinya agar tidak kehilangan kendali.
Arka sungguh tidak bisa berkutik lagi. Karena Feby yang terus memegangi bajunya dengan begitu erat. Gadis itu tidak menyadari bahwa Arka saat ini tengah berusaha mati-matian untuk menahan diri. "Ekhem... Feb, tolong lepaskan baju saya" Pinta pria itu seraya berdehem untuk menetralkan suaranya.
Kedua mata Feby perlahan terbuka setelah mendengar itu. Alangkah terkejutnya dia, saat melihat wajah Arka yang begitu dekat dengan wajahnya meskipun samar-samar karena kondisi saat ini begitu gelap. Feby sontak langsung melepaskan baju Arka yang sedari tadi ia pegang. Ia sungguh tidak menyadari bahwa yang ia pegang adalah baju Arka.
"M-maaf, Mas..." Ucap Feby terbata-bata.
Setelah itu, Feby langsung diam membisu berusaha untuk menetralkan detak jantungnya. Untung saja saat ini mati lampu.
Jika tidak, pria itu pasti sudah melihat kedua pipinya yang bersemu merah.
Arka melenggang keluar dari kamar untuk mengambil lilin. Feby menatap pria itu sesaat. Ia merasa sangat malu dengan apa yang barusan ia lakukan. Bahkan perasaan malu itu sampai mengalahkan rasa takutnya pada kegelapan.
Feby rasanya ingin menahan Arka untuk tidak pergi meninggalkan, namun hal itu tidak mampu ia ucapkan karena ia terlalu malu dengan kejadian tadi.
'Kenapa aku nggak sadar kalau aku dari tadi baju Mas Arka sih?!' Batin gadis itu.
Tak lama kemudian, Arka masuk ke dalam kamar dengan membawa dua lilin yang sudah dinyalakan. Cahaya oranye dari lilin yang Arka pegang membuat pandangan Feby langsung tertuju padanya. Feby terus menatap Arka yang tengah meletakkan lilin di atas meja.
Bayangan wajah tampan Arka terlihat begitu jelas di antara cahaya lilin itu.
"Mas..." Panggil Feby.
Arka menoleh menatap gadis itu, setelah ia meletakkan lilin itu di atas meja, Arka langsung berjalan menuju Feby yang sedari tadi terus saja menatapnya.
"Ada apa?" Tanya Arka seraya duduk di kasur.
"Malam ini..." Feby menggantungkan ucapannya. Gadis itu nampak ragu-ragu untuk mengatakan sesuatu. Arka masih diam menunggu Feby melanjutkan ucapannya.
"M-malam ini... A-aku, malam ini, aku..." Feby menggigit bibir bawahnya.
Arka menaikkan satu alis tebalnya.
"Malam ini kamu tidak ingin tidur bersama saya?" Tanya Arka. Gadis itu hanya diam seraya menundukkan kepalanya.
"Baiklah, kalau kamu tidak ingin tidur bersama saya. Maka saya akan keluar sekarang" Ucap Arka.
Mendengar itu, Feby sontak langsung mendongak dan menggeleng pelan.
"Jangan... Jangan keluar Mas..."
Lirih gadis itu dengan tatapan memohon.
Arka tiba-tiba saja tersenyum kecil, pria itu menatap Feby dengan tatapan penuh arti. Mendapatkan tatapan seperti itu dari Arka, Feby langsung menundukkan kembali wajahnya karena ia merasa malu.
"Jadi, saya harus keluar atau tidak? Saya harus bangun pagi besok" Tanya Arka memastikan. Karena Feby diam cukup lama.
"Jangan..." Feby nampak menggeser tubuhnya hingga membuat ia berada tepat di samping ranjang.
"Mas tidur di samping aku, soalnya aku takut banget kalo gelap kaya gini" Sambung gadis itu seraya setelah menggeser tubuhnya.
Arka tampak diam sesaat setelah mendengar itu. "Kamu yakin?"
"I-iya" Jawab Feby seraya mengangguk.
Arka pun akhirnya mulai naik ke atas ranjang. Lalu pria itu tidur tepat di samping Feby. Gadis itu langsung berbalik membelakangi Arka seraya memegang erat-erat selimut. Gadis itu terus memandangi cahaya lilin yang Arka letakkan di atas meja. Feby tidak sedikit pun berani membalikan badannya berhadapan dengan Arka.
Tiba-tiba saja, ia merasakan lengan kekar yang terasa seperti memeluk tubuhnya dari belakang. Jantungnya langsung berdebar hebat. Ini baru pertama kali di hidupnya,
ia tidur satu ranjang dengan seorang pria selain ayahnya saat ia masih kecil.
Ia sungguh tidak membayangkan hal ini akan terjadi di hidupnya. Ia tidur satu ranjang dengan seorang pria bernama Arka William Megantara. Mendengar namanya saja sudah membuat bulu kuduk Feby berdiri!
"A-apa yang Mas Arka lakukan?! Jangan berani macam-macam ya! Aku meminta Mas Arka tidur di sampingku karena saat ini gelap.
Mas jangan ngambil kesempatan dalam kesempitan!" Feby akhirnya bersuara. Gadis itu langsung bangkit berdiri di samping tempat tidur. Ia berusaha mengumpulkan keberanian untuk menatap Arka dengan tatapan tajam.
"Buang Jauh-jauh pikiran kotor kamu itu Feb. Karena saya tau batasan saya" Saut Arka tidak terima dengan tuduhan gadis itu.
"Oh ya? Lalu apa yang akan Mas lakukan tadi? Aku bukan gadis bodoh yang bisa ditipu! Awas aja kalau Mas berani macam-macam ke aku, aku bakalan aduin ke Ayah aku!"
Ancam gadis itu.
Arka hanya tersenyum kecil mendengar ancaman Feby. Gadis itu memberikan ancaman padanya seperti seorang anak kecil.
"Saya tidak akan berbuat apa-apa ke kamu Feb. Saya tadi hanya ingin meletakkan jam tangan dan hp saya di atas meja" Jelas Arka.
"Bohong! Kenapa Mas nggak turun aja dari kasur?!" Desak gadis itu.
"Karena jika saya turun, kamu pasti akan berpikir saya akan keluar dari kamar dan meninggalkan kamu sendirian di sini dengan kondisi gelap"
"O-oh... Gitu... Tapi inget ya! Kita tidur satu ranjang cuma malam ini karena mati lampu. Mas Arka juga harus jaga jarak jangan sampai berbuat hal yang tidak-tidak!"
Feby dua mengambil bantal guling lalu meletakkannya di tengah-tengah kasur.
"Supaya Mas tetap jaga jarak, maka aku taruh bantal guling ini di tengah sebagai batas. Sebelah kanan kawasan aku dan sebelah kiri kawasan Mas Arka. Mas nggak boleh masuk ke kawasan aku! Anggap aja ini perbatasan antara dua negara, mengerti?" Cerocos gadis itu.
"Lalu bagaimana jika kamu yang masuk ke kawasan saya, hmm?" Tanya Arka meladeni tingkah konyol Feby.
"Ya nggak mungkinlah! Aku kan yang buat perbatasan ini! Jadi aku nggak bakalan mungkin masuk ke kawasan Mas!" Sungut Feby dengan begitu percaya diri.
Setelah membuat perbatasan di tengah-tengah kasur dengan bantal guling, Feby kembali tidur. Gadis itu menarik selimut, lalu berbalik membelakangi Arka.
Arka hanya memandangi punggung gadis itu. Sudut bibir Arka terangkat ke atas membentuk sebuah senyuman yang kecil di wajah tampannya. Seumur hidupnya ia baru pertama kali bertemu dengan seorang gadis yang memiliki tingkah laku konyol seperti Feby.
Cukup lama Arka diam membisu memandangi punggung Feby. Hingga pada akhirnya, suara dengkuran halus gadis itu terdengar. Menandakan bahwa Feby sudah tidur.
"Dasar gadis konyol" Gumam Arka seraya tersenyum tipis.
...🕊️ 🕊️ 🕊️ 🕊️ 🕊️...
Kringggggg!
Kringggggg!
Suara dering alarm dari Feby membuat gadis itu terusik dari tidur nyenyaknya. Gadis cantik itu menggeliat pelan. Tangan kanannya meraba-raba sesuatu yang terasa keras dan padat dengan kedua mata yang masih terpejam.
"Sejak kapan sih bantal guling punya otot?" Gumam gadis itu yang masih setengah sadar.
Feby terus saja meraba-raba benda padat yang ia kira adalah bantal guling. Gadis itu tidak sadar bahwa sebenarnya itu bukanlah bantal guling, melainkan perut Arka.
Perlahan kedua mata Arka terbuka. Pria itu terbangun karena tangan Feby yang terus bergerak meraba-raba perutnya.
Pria tampan itu melirik Feby. Gadis itu tengah memeluk erat tubuhnya layaknya sebuah bantal guling. Arka berusaha menyingkirkan tangan Feby dari perutnya. Namun gadis itu justru semakin mengeratkan pelukannya.
Arka merasa kesulitan untuk mengambil napas karena jarak mereka berdua saat ini begitu dekat. Pria itu menyingkirkan anak rambut yang menutupi wajah Feby perlahan agar tidak membuat gadis itu terbangun.
Jarak mereka saat ini begitu dekat, sehingga ia bisa menatap wajah gadis itu. Mulai dari kedua mata yang masih terpejam, hidung mancung, dan terakhir tatapannya jatuh pada bibir mungil berwarna merah muda.
Jantung Arka berdebar hebat saat pandangannya jatuh pada bibir mungil Feby. Pria itu bahkan sampai menelan ludahnya dengan susah payah hingga membuat jakun di lehernya naik turun.
Oh... Ayolah... Arka juga seorang pria normal! Siapa yang tidak tergoda dengan wajah cantik Feby? Apalagi jarak mereka saat ini begitu dekat. Gadis itu juga terus memeluk erat tubuhnya. Sungguh benar-benar menguji keimanannya!
Arka terus menatap wajah cantik Feby. Rasanya ia begitu enggan untuk berpaling bahkan sedetik pun. Pria itu bahkan sampai lupa bahwa pagi jam 8 ini adalah jadwal penerbangannya ke Australia. Jam dinding di kamarnya sudah menunjukan pukul setengah 8 sedangkan ia sama sekali belum menyiapkan apapun.
Tok! Tok!
Tok! Tok!
Arka langsung membuyarkan lamunannya saat ia mendengar suara ketukan pintu dari luar. "Tuan Arka, maaf sekali mengganggu. Ini ada Pak Kevin di luar menunggu Tuan dari jam setengah tujuh pagi" Suara Mbok Ida terdengar dari luar kamar Arka.
Suara wanita setengah baya itu terdengar cukup keras hingga membuat Feby terbangun dari tidurnya. Gadis itu perlahan membuka kedua matanya dan hal pertama yang ia lihat adalah tubuh kekar seorang pria yang tengah ia peluk erat. Kedua mata Feby langsung membelalak sempurna saat mengetahui bahwa pria yang ia peluk adalah Arka. Gadis itu sontak langsung melepaskan pelukannya.
"Mas Arka! Kenapa Mas peluk-peluk aku sih?! Semalam aku kan sudah memberi batasan di tengah-tengah! Kenapa Mas masuk ke kawasan aku sih?!" Sungut gadis itu seraya bangkit berdiri di samping kasur dan merapihkan bajunya.
"Tuan Arka? Apakah Mbok harus meminta Pak Kevin untuk pulang saja?" Tanya Mbok Ida karena ia tak kunjung mendapatkan jawaban apapun dari Arka.
"Jangan, katakan pada Kevin saya akan keluar 5 menit lagi" Jawab Arka tanpa menghiraukan ocehan gadis itu.
"Tidak apa-apa Tuan. Mbok bisa ngomong sama Pak Kevin kalau Tuan sedang tidak ingin diganggu... Tuan dan Nona lanjutkan saja..." Goda Mbok Ida diakhiri sebuah kekehan. Wanita itu sepertinya mendengar ocehan Feby dan salah paham.
Arka langsung memijat pelipisnya mendengar godaan dari Mbok Ida. Sedangkan di sisi lain, Feby berdiri di samping ranjang menatapnya dengan wajah kesal. Arka segera bangkit berdiri dan membuka pintu kamarnya sebelum Mbok Ida pergi. Begitu pintu kamar dibuka, Mbok Ida langsung terperanjat kaget melihat Arka yang berdiri tepat di depannya dengan tatapan tajam.
"Katakan kepada Kevin untuk menunggu. Saya akan keluar 5 menit lagi. Apakah perkataan saya tadi yang kurang jelas?" Titah Arka mengulangi perkataannya tadi.
Namun kali ini pria itu mengatakan dengan nada berbeda dan tatapan yang tajam. Hal itu membuat Mbok Ida langsung mengangguk pelan. Wanita itu tidak lagi berani menggoda Arka karena ia mendapatkan tatapan tajam.
"T-tidak Tuan... Perkataan Tuan Arka sudah jelas tapi Mbok yang tidak mendengar tadi. Mbok akan sampaikan ke Pak Kevin" Jawab Mbok Ida lalu langsung melenggang pergi sebelum ia mendapatkan amukan dari Arka.
Setelah Mbok Ida pergi, Arka langsung menutup pintu kamar kembali. Lalu dia masuk ke dalam kamar mandi tanpa mengatakan apapun kepada Feby.
"Mas mau kemana? Mas Arka belum ngejelasin ke aku tentang kejadian pagi ini!" Pertanyaan itu tiba-tiba meluncur begitu saja dari lidah Feby. Dan hal itu membuat Arka menghentikan langkahnya.
"Semalam kamu yang masuk ke kawasan saya. Kamu memeluk erat tubuh saya seperti bantal guling hingga membuat saya kesulitan bernapas" Jelas Arka.
Raut wajah Feby langsung merona.
"N-nggak mungkin! Mas jangan bohong ke aku! Jelasin kejadian yang sebenarnya!"
"Apa yang perlu dijelaskan lagi, Feb? Kalau kamu ingin tau kejadian sebenarnya, kamu bisa CCTV. Saya tidak ada waktu untuk menjelaskan semuanya kepada kamu"
Tandas Arka lalu langsung masuk ke dalam kamar mandi.
Feby berdecak kesal mendengar jawaban dari Arka. Pria itu masuk ke kamar mandi begitu saja tanpa menyelesaikan pembicaraan mereka. Karena jika ia terus meladeni tingkah konyol Feby, maka bisa-bisa ia ketinggalan penerbangan.
"Dasar nyebelin! Nggak punya waktu? Emang dia pikir dia apa? Presiden? Menteri? Oh iya aku lupa! Hari ini dia mau pergi ke Australia kan? Ya sudah! Berarti aku bisa hidup damai beberapa hari ke depan!"
"Lihat saja, aku bakalan mengantar Mas Arka ke bandara dengan senyum paling bahagia!" Ucap Feby yang terlanjur kesal dengan sikap Arka.
______________________________________
...Untung aja Tuan Arka sabarnya seluas samudra ya ngadepin bocil satu ini😂...