Aaric seorang CEO muda yang belum terpikir untuk menikah harus memenuhi keinginan terakhir neneknya yang ingin memiliki seorang cicit sebelum sang Nenek pergi untuk selama-lamanya.
Aaric dan ibunya akhirnya merencanakan sesuatu demi untuk mengabulkan keinginan nenek.
Apakah yang sebenarnya mereka rencanakan?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Almaira, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Berdansa..
Sheryl dan Intan memperhatikan Naina yang sedang mengambil minuman secara seksama, dari ujung kaki hingga ujung kepalanya, tak ada satupun yang terlewat dari pengamatan mereka.
"Cantik," celetuk Sherly.
"Dan alami," ucap Intan sambil menopang dagu.
"Juga polos," sahut Sheryl.
"Dan masih perawan." timbal Ryan sambil terkekeh.
Sheryl dan Intan melihat Aaric yang sedari tadi nampak kesal menggaruk kepalanya yang tidak gatal.
"Apa benar kamu mencintainya?" tanya Intan penuh selidik.
"Tentu saja!" jawab Aaric dengan kesal.
"Apa kamu benar-benar sudah melupakan Tari?" tanya Intan tanpa ragu.
"Hush.." Aaric langsung menyimpan telunjuk di depan mulutnya, karena Naina sedang berjalan ke arah mereka membawa nampan berisi minuman kaleng dari dalam kulkas.
"Hanya ini yang ada di dalam kulkas." Naina menyimpan minuman itu di atas meja.
"Tidak apa-apa." jawab Sheryl sambil tersenyum ramah pada Naina.
Naina duduk di samping suaminya.
"Aku senang akhirnya kita bisa bertemu, kami semua adalah sahabat suamimu," ucap Intan juga dengan ramah.
Naina tersenyum.
"Saya juga senang akhirnya bisa bertemu dengan kalian," jawab Naina.
"Jangan terlalu formal, mulai sekarang kita adalah teman," ucap Sherly.
"Iya, mulai sekarang kita bertiga akan menjadi sahabat," lanjut Intan.
"Terima kasih," jawab Naina senang.
Mereka tampak berbincang hangat, Sheryl dan Intan tampak ingin mengakrabkan diri dengan Naina, berusaha menghilangkan kecanggungan Naina pada mereka.
Aaric yang masih nampak kesal dan lebih banyak terdiam, mengambil minuman di meja, membukanya lalu meminumnya dengan cepat.
Kedua sahabatnya beserta istrinya masing-masing nampak menahan tawa melihat Aaric yang masih tak menerima kedatangan mereka.
Aaric lalu memberi kode kepada kedua sahabatnya untuk pergi keluar.
"Kamu mau kemana?" Sheryl dengan manja menahan tangan Ryan yang beranjak berdiri.
"Kami mengobrol diluar sayang," jawab Ryan dengan lembut.
Sheryl mengangguk manja.
Begitu juga dengan Intan yang menatap suaminya mesra.
"Jangan lama-lama ya." Intan melambaikan tangannya pada Dani.
"Iya sayang.." jawab Dani memberi ciuman jarak jauh.
Aaric dan Naina terlihat malu sendiri melihat tingkah mereka, sejenak keduanya saling beradu pandang, namun dengan segera mereka mengalihkan pandangannya.
Para wanita melanjutkan obrolan mereka.
"Oh iya, bagaimana kalau malam ini kita dinner bersama, di restoran pinggir danau itu, sepertinya suasananya sangat romantis." Sheryl memberi ide.
"Ide bagus, aku setuju." jawab Intan.
Naina mengangguk.
"Naina kamu harus tampil cantik malam ini, anggap saja kita akan mengadakan pesta penyambutan untukmu, jadi malam ini kamulah bintangnya."
Naina tampak bingung.
"Sudah jangan bingung, pakai saja gaun terbaikmu malam ini."
"Gaun? Aku tidak punya gaun."
Sheryl dan Intan saling berpandangan.
"Tenang saja, sebenarnya aku juga tidak bawa gaun, hanya ada beberapa mini dress yang cantik, kamu bisa memakainya satu, ada beberapa yang belum aku pakai sama sekali," ucap Sheryl.
"Syukurlah kalau kamu bawa banyak. Naina kamu jangan khawatir, kamu bisa pakai baju punya Sheryl dulu," kata Intan.
"Tapi.." Naina tampak ragu.
"Sudah tidak apa-apa, ingat mulai sekarang kita adalah sahabat," ucap Sheryl.
"Baiklah," jawab Naina.
***
Malam Hari.
Aaric sedang bersiap, memakai kaos sebagai dalaman yang dipadukan dengan blazer serta celana panjang berbahan jeans, membuatnya tampak rapi namun santai karena perpaduan gaya formal dan kasual yang dipilihnya
Penampilannya tak jauh berbeda dengan kedua sahabatnya, ketiganya nampak kompak memakai blazer agar nampak sedikit formal.
Mereka nampak menunggu istri mereka yang masih berdandan di kamar Ryan yang bersebelahan dengan kamar Aaric dan Dani.
"Mereka lama sekali." Aaric melihat jam tangannya.
"Kenapa? Apa kamu sudah tidak sabar melihat istrimu?" tanya Ryan sambil tersenyum.
Aaric melihat Ryan dengan tajam.
"Aku pergi kesini agar bisa berduaan dengan istriku, tapi kalian mengacaukannya, aku bahkan tidak bisa bersama Naina seharian ini." Aaric nampak kesal.
Ryan dan Dani menahan tawa.
"Maaf. Bukan maksud kami seperti itu," jawab Dani.
"Itu benar. Tujuan kami kesini hanya ingin membantumu, kami lihat kamu dan istrimu masih terlihat kaku, sampai-sampai membobol gawangnya saja kamu belum bisa."
"Apa maksudmu? Aku belum melakukannya bukan berarti aku tidak bisa! Apa kalian lupa semenjak kita SMA hingga kuliah, diantara kita bertiga aku yang paling disukai banyak wanita, mereka semua mengejar-ngejarku, jadi kalau urusan wanita aku ahlinya." Aaric nampak berapi-api menyombongkan diri.
Dani dan Ryan tidak menjawab, keduanya nampak salah tingkah sambil terus menunjuk ke arah belakang Aaric.
"Ada apa?" tanya Aaric heran.
"Istrimu di belakang," jawab Dani berusaha tersenyum.
Aaric tercengang, menyadari jika Naina pasti mendengar semua perkataannya barusan mengenai dia lihai dalam urusan wanita, padahal kenyataannya tidak seperti itu.
Aaric membalikkan tubuhnya perlahan, kali ini dia dibuat terpana melihat penampilan Naina, dengan mini dress berwarna hitam dengan panjang selutut dan rambutnya yang dibiarkan tergerai, Naina tampak sangat cantik dan menawan.
Aaric terus menatap istrinya, sementara Dani dan Ryan tampak mengacungkan jempol pada istrinya masing-masing.
"Ayo kita berangkat." Sheryl mendekati Ryan, menggandeng tangannya.
Hal sama juga dilakukan intan dan Dani mereka berjalan sambil bergandengan tangan.
Aaric mendekati Naina lalu memberikan tangannya.
Naina dengan ragu memegang tangan suaminya.
Mereka lalu berjalan bersama.
"Kamu cantik sekali." Aaric melirik Naina.
Naina tidak menjawab, dia fokus berjalan, sambil sesekali melihat pemandangan sekeliling, menikmati suasana malam yang indah di resort yang kental dengan nuansa alamnya, dimana tampak banyak lampu bergelantungan pada pohon-pohon disana, menerangi jalan setapak yang mereka lalui menuju restoran yang berada di pinggir danau yang tidak jauh dari resort tempat mereka menginap.
Namun ketika menuruni tangga, Naina tampak kesusahan berjalan diantara batu kecil karena dia menggunakan high heels yang jarang dia kenakan. Beruntung Aaric dengan sigap memegang tangan istrinya dan membantunya untuk berjalan.
"Hati-hati." Aaric memegang tangan istrinya dengan erat.
"Terima kasih." Naina tampak malu karena dia yang memegang tangan suaminya dengan sangat erat.
Akhirnya mereka tiba di restoran, nampak kedua sahabatnya telah duduk dengan istri mereka masing-masing, Aaric dan Naina menghampiri mereka.
Mereka berenam kemudian makan malam bersama, tampak sangat romantis di bawah lampu yang remang-remang juga alunan musik yang syahdu.
Ryan dan istrinya kembali bertingkah, mereka nampak makan dengan saling menyuapi mesra, begitu juga dengan Intan dan Dani, selain saling menyuapi keduanya juga nampak saling mengelap mulut pasangannya, juga saling menatap dengan penuh cinta.
Lagi-lagi Aaric dan Naina dibuat salah tingkah melihat kemesraan mereka, membuat Naina makan dengan sambil terus menundukkan kepalanya, tidak ingin melihat wajah Aaric yang dia tahu diam-diam selalu meliriknya.
Hingga makan malam selesai, dilanjutkan dengan bercengkrama, Dani dan Ryan juga kedua istrinya semakin bersikap lebay, tampak terus berusaha membuat Aaric dan Naina salah tingkah.
"Sayang, lihat! Orang-orang mulai berdansa, ayo kita dansa juga." Sheryl berdiri menarik Ryan untuk pergi ke lantai dansa yang berada di pinggir danau.
Ryan dengan senang hati berdiri, diikuti oleh Dani dan istrinya.
Kini hanya tinggal Aaric dan istrinya.
"Apa kamu mau berdansa juga?" tanya Aaric pelan.