Azmi Khoerunnisa, terpaksa menggantikan kakak sepupunya yang kabur untuk menikah dengan bujang lapuk, Atharrazka Abdilah. Dosen ganteng yang terkenal killer diseantero kampus.
Akankah Azmi bisa bertahan dengan pernikahan yang tak diinginkannya???
Bagaimana cerita mereka selanjutnya ditengah sifat mereka yang berbanding terbalik???
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Saidah_noor, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Azthar # Sebuah harapan.
Langit perlahan terang, menerangi bumi yang tadinya gelap. Cahaya menusuk masuk melalui celah gorden hotel yang masih penuh dengan keheningan, dua insan yang masih lelah setelah menjalani malam yang panas dan menggerahkan. Beberapa baju berserakan diatas lantai karena ulah semalam.
Siapa lagi jika bukan dosen dan mahasiswinya yang masih melakukan perjalanan bulan madu. Keduanya masih enggan untuk bangun saking lelahnya aktivitas semalam. Azmi masih memeluk Athar yang mengira tubuh lelaki itu bantal guling, terasa hangat dan menenangkan oleh aroma maskulin dari tubuh pria itu.
Namun, bunyi sebuah ponsel mengganggu ketenangan keduanya yang masih hanyut dalam mimpi.
Drrrrrtttt
Drrrrrrttttt
Lagi ponsel itu berdering, membangunkan kedua manusia yang masih dalam mode mager. Tangan Azmi bergerak mencari ponselnya yang biasaia taruh disamping bantalnya, tapi bukannya benda pipih itu yang ia dapatkan melainkan sebuah kulit yang terasa mulus bak kulit roti.
"Lembut banget, kenyal," igau Azmi dengan bibir senyum menampakkan pipi lesungnya, tapi matanya masih merem.
Athar yang merasa kegelian karena dadanya, mulai membuka matanya dengan pelan. Ia berdesis berpikir bahwa istrinya tengah menggodanya dengan memainkan dada bidangnya.
"Geli, Azmi," ucap Athar menangkap jemari istrinya yang nakal itu, lalu menarik badannya agar kian dekat dan memeluknya erat tanpa jarak, hingga kulit mereka bersentuhan hangat.
Azmi merasakan ada yang aneh, matanya terbuka perlahan lalu mengedipkannya beberapa kali agar pandangannya makin jelas. Ada dada bidang bak roti sobek yang ada didepan matanya, saat ia menengadah, matanya melebar melihat Athar yang memeluknya erat dengan mata terpejam.
Selanjutnya mata gadis itu turun kebawah, dimana tangannya menyentuh dada bapak dosennya. Kulit mereka bersentuhan tanpa ada kain yang menghalanginya, dia syok berat. Otaknya mulai berpikir, mencerna apa yang sudah terjadi?
Ia pun melihat pada tubuhnya sendiri, dibalik selimut yang ternyata sama-sama tak tertutupi oleh kain yang membungkusnya badannya.
"Aaaaaaaaaa!!!!!"
Suara teriakan itu membuat Athar terbangun dan duduk sambil menutup telinganya, ia benar-benar terganggu dengan auman istrinya itu yang selalu menggemparkan sejagat raya.
Athar hendak menutupi mulut istrinya yang masih mengaum bak singa mengamuk. Namun kaki Azmi lebih dulu menendangnya, hingga terjungkal ke bawah ranjang.
"Mas Athar, apa yang bapak lakukan?" tanya Azmi yang belum ingat apa yang semalam terjadi.
Ia duduk menutupi tubuhnya yang polos, mencari sesuatu yang mungkin masih bersih. Namun sebuah noda merah diatas sprei terpampang jelas tentang sebuah bukti sisa-sisa semalam.
"Kamu bisa gak, sih. Gak berteriak begitu, gak enak kalau ada orang kain yang dengar," sewot Athar. Berdiri dan berkacak pinggang menatap pada istrinya.
Athar terdiam, kala melihat Azmi yang sedang menatap noda merah pada alas tidur mereka.
Lalu Azmi melirik padanya, matanya melebar malah hampir ingin keluar dari sangkarnya. Sebuah pisang mengacung sempurna dihadapannya, otaknya terfokus pada ukuran pisang itu sendiri. Mirip pisang ambon, oh tidak, lebih besar dari itu.
Jemarinya menutup mukanya segera, jujur Azmi tak sanggup melihatnya tapi penasaran pula akan bentuknya, hingga ia mengintip dibalik celah sudut jarinya.
Bapak dosen yang menyadari tingkah mahasiswinya, menurunkan matanya dan mulai sadar bahwa senjatanya terpampang jelas didepan Azmi. Segera ia mencari penutupnya dan masuk kedalam selimut. Ada rasa sedikit malu setelah istrinya melihat ukuran pisang miliknya.
....
Kini dua insan itu duduk terdiam diatas ranjang, hening dan sesekali mereka melirik pada pasangannya yang duduk disamping dengan jarak yang 60 centian.
Azmi memeluk lututnya, badannya tertutup oleh selimut yang ada dan masih menempel kuat.
"Jadi semalam kita udah melakukannya?" tanya Azmi pelan, yang masih tak percaya bahwa ia sudah tersentuh.
"Iya," jawab Athar mengangguk pelan, "jangan marah dan jangan menangis. Kita sudah halal, kalau kamu hamil juga semua orang tahu aku bapaknya."
"Ya, iyalah. Tak mungkin mas yang hamil-in, orang ngiranya anak chen zhe yuan." Azmi mencebik.
Athar mengernyit, "Siapa chen zhe yuan?"
"Aktor china favorit aku," jawab Azmi datar.
Athar memutar bola matanya, ternyata otak istrinya terselimut oleh seorang idol, pantes saja tak peka walau ia gombali. Mungkin memang itulah kebiasaan para gadis kalau sudah nonton drakor atau dracin, ada yang ganteng aktornya pasti bilangnya pacar atau mungkin selingkuhan.
"Aku mau mandi duluan, sekarang kamu mau jalan-jalan kemana?" tanya Athar beranjak dari tempatnya.
"Disekitaran hotel saja, aku takut gak bisa jalan. Kata temen aku yang sudah menikah, ia gak bisa jalan setelah di unboxing," tutur Azmi.
"Temen kamu yang mengalami pendarahan hebat itu?" tanya Athar mengerutkan keningnya.
"Bukan, temen aku yang baru lulus SMA langsung menikah," jawab Azmi.
Athar hanya ber-oh saja meresponnya, lelaki memang tak tahu rasa sakitnya kaca pecah para gadis. Tapi melihat Azmi semalam yang menangis, ia sendiri ikut ngilu namun ujungnya malah keenakan dan minta lebih. Wanita emang aneh, habis sakit terbitlah ketagihan.
Ia ingat, semalam ia cukup brutal sampai-sampai tiga kali ia menyemburkan lava hangat kedalam rahim istrinya. Walau ia jeda untuk menyudahinya, malah Azmi yang memeluk dan meminta dilanjutkan. Athar yang masih dalam pengaruh obat pun dan belum pernah melakukan anu, bisa segarang itu diatas ranjang.
"Huh," Athar menghembuskan nafasnya mengingat malam pertama mereka yang begitu bergairah.
"Nanti aku siapin air anget buar kamu berendam, katanya itu bisa mengurangi rasa sakitnya. Ya udah, aku mandi dulu," ujar Athar yang langsung melengos.
Azmi mengangguk menjawabnya. Melihat Athar pergi, gadis itu tak sengaja melihat punggung putih nan mulus suaminya yang terlihat ada bekas cakaran. Potongan-potongan aktivitas semalam terlintas dalam kepalanya, ia pun tersenyum mengingatnya.
"Sepertinya aku sangat garang semalam," gumamnya tersenyum geli dan malu sekaligus.
"Aku udah gak perawan, karena si bapak udah gentle," lagi ia tersipu malu sendiri.
Hihihi ...
Azmi melihat badannya yang masih polos, ia tersenyum lagi dan lagi bak orang yang sudah setengah waras.
Didalam kamar mandi, Athar mengguyur badannya dengan air hangat. Cukup menenangkan dan ada rasa perih dipunggungnya, ia ingat kuku tajam istrinya berhasil mencakar bagian itu. Tepat saat senjata andalannya berhasil menerobos masuk, memecahkan kaca yang berharga milik Azmi.
Bibirnya tersenyum.
"Aku sudah gak perjaka," gumamnya, terasa menggelikan dan melegakan.
"Sepertinya obat itu manjur juga, dasar ibu!" sambungnya.
...----------------...
Sementara ditempat lain, di kota metropolitan yang ramai dan lagi sibuk-sibuknya. Mereka tengah rapat untuk acara pernikahan orang kaya yang akan diadakan minggu depan, pertemuan dadakan itu sudah panas sejak meeting dimulai.
Drrrrrttt
Suara dering dari ponsel sang pemilik WO menjeda rapatnya, mereka diam setelah melihat isyarat sang pemimpin.
"Bagaimana rencana kita?" tanya bos WO tersebut yang tak lain adalah bu Atma.
"Berhasil bu," jawaban dari sebrang sana yang memberikan kabar bahagia tersebut.
"Akhirnya!!! Aku akan segera jadi oma," ucapannya menggema diudara, meriuhkan acara rapat mereka dan membuat bawahannya tersenyum mendengarnya.
Dia bahagia, walau belum tokcer setidaknya ini akan menjadi awal bagi putranya untuk memberikannya cucu. Sebahagia itu dirinya, karena ia sudah tua dan putranya hanya satu-satunya keluarganya. Ia sangat berharap segera ada anggota baru didalam keluarganya, yang akan membuat rumah miliknya jadi ramai.
"Tuhan ... berikan cucu yang banyak untukku," ujar Bu Atma setelah menutup sambungan teleponnya.
"Kalian harus mendo'akan putraku agar segera punya momongan, aku akan menaikkan gaji kalian kalau cucuku sudah lahir. Ingatlah nazarku."
Mendengar itu tentu para bawahannya senang bukan main, mereka kompak mengaminkan hajatnya ibu bos.