Apa jadinya jika impian mu hancur di tangan orang yang paling kamu benci, tapi juga tak bisa kamu hindari?
"Satu tesis gagal, Karena seorang dosen menyebalkan, Semua hidup ku jadi berantakan"
Tapi siapa sangka semuanya bisa jadi awal kisah cinta?
Renatta Zephyra punya rencana hidup yang rapi: lulus kuliah, kerja di perusahaan impian, beli rumah, dan angkat kaki dari rumah tantenya yang lebih mirip ibu tiri. Tapi semua rencana itu ambyar karena satu nama: Zavian Alaric, dosen killer dengan wajah ganteng tapi hati dingin kayak lemari es.
Tesisnya ditolak. Ijazahnya tertunda. Pekerjaannya melayang. Dan yang paling parah... dia harus sering ketemu sama si perfeksionis satu itu.
Tapi hidup memang suka ngelawak. Di balik sikap jutek dan aturan kaku Zavian, ternyata ada hal-hal yang bikin Renatta bertanya-tanya: Mengapa harus dia? Dan kenapa jantungnya mulai berdetak aneh tiap kali mereka bertengkar?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Izzmi yuwandira, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Part 29
Setelah bersih-bersih, Renatta langsung merebahkan tubuhnya ke atas kasur. Rasa lelah bercampur malu masih menyelimuti pikirannya, terutama karena ulah Zavian yang seenaknya menyentil dahinya tadi. Namun saat ia menatap layar ponselnya, wajahnya langsung berubah.
Banyak sekali panggilan tak terjawab dari Bastian.
Renatta menghela napas pelan. Pasti Bastian panik karena ia pergi tanpa memberi kabar, langsung ke rumah sakit untuk menemui kakek pak Zavian.
Tanpa pikir panjang, Renatta segera menghubungi pacarnya. Nada sambung belum selesai dua kali, suara Bastian langsung terdengar.
"Renatta! Kamu kemana sih??! Aku telpon berkali-kali nggak diangkat!"
Renatta mengulum senyum, lalu menjawab lembut, “Iyaaa, maaf ya sayang... aku lagi nyelametin dunia tadi, makanya nggak sempat buka HP.”
"Jangan bercanda, aku serius! Aku pikir kamu kenapa-kenapa!" Suara Bastian terdengar kesal, tapi jelas sekali ada kekhawatiran yang tulus di sana.
Renatta tertawa pelan. “Kamu khawatir banget ya? Aduh... so sweet banget sih pacar aku, sampai marah gitu karena sayang.”
"Renatta..." Bastian menghela napas, suaranya mulai melunak. Tapi kemudian terdengar suara kesal manja, "Aku ngambek beneran nih, kamu pergi tiba-tiba pas kita lagi ngedate. Kamu panik banget tadi, ada apa sih sebenarnya? Aku ngejar kamu keluar tapi kamu udah nggak ada"
Renatta langsung merubah nada suara menjadi manja, “Maafin aku ya, aku salah. Aku tuh ada urusan sebentar tadi... Nih, biar kamu nggak ngambek lagi, besok aku traktir es krim deh, yang kamu suka... atau mau aku nyanyi buat kamu sekarang?”
"Aku nggak mauuu itu, aku maunya sama kamu" Tapi nada suaranya terdengar geli, dan tawa mereka pun pecah di telepon.
Setelah beberapa saat berbincang ringan dan bercanda, Bastian tiba-tiba berkata lebih serius.
"Ren... besok ketemu, ya. Aku mau ngomong sesuatu. Penting."
Renatta sempat terdiam sejenak. “Penting banget?”
"Iya. Tadi sebenarnya aku mau omongin pas kita lagi di cafe, tapi tiba-tiba kamu ninggalin aku. Jadi Besok, ya?”
Renatta tersenyum, meski hatinya sedikit bertanya-tanya. “Iya, besok kita ketemu. Aku tunggu kabarnya. Sekali lagi maafin aku ya Sayang...”
Setelah itu, panggilan diakhiri. Renatta memeluk bantalnya, pandangannya kosong ke langit-langit kamar.
‘Apa ya yang mau dia omongin?’
Tapi sebelum pikirannya melayang terlalu jauh, ia kembali memejamkan mata, membiarkan rasa lelah membawanya tertidur.
Besok, dia akan tahu jawabannya.
***
Keesokan paginya, Renatta menggeliat malas di atas kasur sebelum akhirnya bangkit dan berjalan menuju cermin besar di sudut kamarnya. Sudah menjadi kebiasaannya, hal pertama yang ia lakukan setelah bangun adalah mengecek wajahnya di cermin.
Namun pagi ini, ia dibuat terkejut bukan main.
"Hah?! Astaga!!" teriaknya, mata membelalak melihat bayangan di balik cermin. Sebuah kemerahan mencolok menghiasi dahinya tepat di tempat Zavian menyentilnya semalam.
"Zavian setan emang!!! Aduh, ini bener-bener parah sih!" Renatta menggerutu sambil memegangi dahinya. Ia mendesah frustasi, apalagi mengingat hari ini ia akan bertemu Bastian.
"Mana mau ketemu pacar pula! Gimana coba kalau diliatin kayak gini? Dikira aku abis kelahi kali!"
Renatta pun bergegas ke meja riasnya. Ia membuka pouch make-up, mengambil concealer paling tebal yang ia punya, dan mulai menepuk-nepukkan produk itu ke area merah di dahinya dengan hati-hati.
"Oke, harus bisa... Harus bisa... ini demi harga diri." gumamnya sambil menepuk spons beauty blender.
Setelah menutupinya dengan concealer dan sedikit bedak, kemerahan itu memang agak tersamarkan, tapi tidak sepenuhnya hilang.
Renatta mendecak kesal. "Nanti kalau ketemu Zavian lagi, aku bakal bales ini. Entah gimana caranya, yang penting bales!"
Ia berdiri dari meja rias, mengenakan pakaiannya dengan percaya diri yang dibuat-buat. Meskipun bekas ‘sentilan maut’ itu masih samar terlihat, Renatta sudah siap menjalani hari meski sambil menahan dendam kecil pada si pria cuek bernama Zavian.
***
Renatta keluar dari rumah dengan langkah cepat. Hari ini ia sudah merencanakan bertemu Bastian, dan meski dahi merahnya sudah tertutupi make-up, perasaan jengkel terhadap Zavian masih membekas. Namun, langkahnya terhenti sejenak saat ia melihat sosok Zavian yang juga keluar dari rumahnya di waktu yang hampir bersamaan.
Zavian sudah berpakaian rapi seperti biasa, dengan kemeja putih yang disetrika sempurna, celana bahan gelap, dan sepatu kulit yang bersih. Tapi pagi ini ada yang berbeda pria itu mengenakan kacamata dengan frame tipis, menambah kesan misterius dan karismatik yang seolah sudah melekat di dirinya.
"Astaga, dia kayak tokoh komik yang gue baca kemarin. Huft... kenapa harus seganteng itu sih..." batin Renatta, buru-buru mengalihkan pandangan ke arah lain sebelum ia terlalu lama menatap.
Ia membuka pintu gerbang rumahnya tanpa berkata sepatah kata pun. Zavian yang sempat memperhatikan gadis itu, menyadari sikapnya yang tiba-tiba cuek.
Tapi Zavian tak berkata apapun. Ia hanya mengangkat alis sebentar, kemudian ikut membuka pintu gerbang rumahnya sendiri dan berjalan santai menuju tempat parkir.
Keduanya berjalan dalam diam, hanya beberapa meter terpisah. Tidak ada sapaan pagi atau sekadar lirikan iseng seperti biasanya. Namun, entah kenapa suasana pagi itu terasa sedikit... berbeda.
***
Renatta duduk di meja kantin dengan wajah kesal, matanya menatap kosong ke arah gelas plastik berisi es teh yang sudah setengah mencair. Tak lama kemudian, Sela, Mira, dan Arya datang menghampiri dan langsung duduk mengelilinginya.
"Pagi-pagi udah badmood aja, lo kenapa?" tanya Mira sambil meletakkan tasnya ke kursi.
"Datang bulan lo?" seloroh Arya dengan gaya santainya.
Braaak!
Renatta memukul meja dengan cukup keras hingga membuat ketiga temannya tersentak, terutama Arya yang nyaris menjatuhkan handphone-nya.
"Lo kenapa sih, Ren?" tanya Sela dengan wajah panik.
Renatta mengangkat wajahnya pelan, lalu memandangi satu per satu temannya yang kini menatapnya dengan penasaran.
Arya tiba-tiba menunjuk ke dahi Renatta yang walaupun sudah ditutupi make-up, tetap terlihat agak memerah.
"Eh... itu kening lo kenapa? Di-entup tawon?" godanya sambil cekikikan.
"Nah, itu dia masalahnya..." keluh Renatta sembari mendorong poninya ke atas, menunjukkan kemerahan yang masih jelas. "Gue badmood gara-gara inii..."
Mira dan Sela langsung mendekat, menatap dahi Renatta dengan prihatin.
"Itu beneran di-entup tawon?" tanya Mira.
"Ya nggak lah... yang bener aja!"
"Lo jatuh, Ren?" tanya Sela.
"Atau Bastian mukul lo?" celetuk Arya dengan polos.
Sela dan Mira sontak menoleh dengan ekspresi terkejut, mengingat semalam memang Renatta pergi diam-diam.
"Ihhh, ya nggak mungkin lah dia mukul gue!" protes Renatta cepat-cepat.
"Terus lo kenapa?"
Renatta mendesah, lalu menoleh ke arah tigag sosok yang tengah berjalan santai di pelataran kampus Zavian, pak Bayu dan pak Radit tampak sedang bercanda ringan sambil menuju kantin.
Dengan muka jengkel, Renatta menunjuk ke arah Zavian.
"Ini tuh gara-gara dia..."
Ketiganya menoleh serentak ke arah yang ditunjuk. Arya mengernyit.
"Pak Zavian? Ngapain dia?"
Renatta hanya membuang muka, malas mengulang cerita memalukan itu lagi.
"Pokoknya... jangan tanya. Pokoknya... Zavian setan!"
Arya dan Mira langsung ngakak, sementara Sela menepuk punggung Renatta pelan.
"Sabar ya, korban ganteng kadang suka nggak tertolong..."
Di depan cafetaria kampus, ketiga dosen muda berdiri rapi menunggu pesanan kopi mereka. Pak Zavian, seperti biasa, tampil paling mencolok dengan kemeja putih lengan digulung dan kacamata yang bertengger manis di hidungnya. Pak Bayu dan Pak Radit berdiri di sampingnya, asyik mengobrol.
Pak Bayu menoleh ke arah tempat duduk mahasiswa, matanya menangkap pandangan aneh dari meja yang dihuni Renatta dan ketiga temannya. Renatta terlihat memasang wajah kesal, Arya menyedot minuman dengan santai, sementara Mira dan Sela makan roti sambil sesekali melirik ke arah mereka.
"Eh... kenapa para mahasiswa itu lihatin kita terus ya?" gumam Pak Bayu sambil melambaikan tangan ke arah mereka, sok akrab.
Pak Radit menoleh mengikuti arah pandangan Bayu, lalu mengerutkan kening.
"Hmm... entah kenapa sepertinya mereka bukan lihatin kita, tapi..."
Tatapan Radit langsung bergeser ke Zavian yang sedang fokus menunggu kopinya dibuat.
"Ada apa?" tanya Zavian tanpa menoleh, masih memperhatikan barista yang sibuk menuang espresso.
"Sepertinya mereka lagi lihatin kamu, Zavian."
Zavian akhirnya menoleh ke depan, dan benar saja Renatta menatapnya dengan kesal, dan tiga temannya tampak ikut-ikutan memperhatikan. Tatapan Arya malah seperti sedang mengintimidasi.
"Itu... Renatta yang sidangnya kamu batalkan kemarin ya? Hmm... apa dia dendam?" bisik Pak Bayu.
Zavian mendengus pelan, wajahnya datar.
"Gak usah dilihatin. Pesanan saya udah siap."
Ia langsung mengambil gelas kopinya dari meja barista.
"Duluan yaa..."
Zavian berjalan menjauh dengan langkah tenang dan tak tergesa, meninggalkan dua temannya yang masih menatap ke arah meja Renatta.
Pak Bayu masih tak mengalihkan pandangannya.
"Entah kenapa, tatapan Arya begitu mengganggu ku, Tatapannya kayak ngajak gelut..."
Pak Radit tertawa kecil.
"Punya dendam sama Lo kali"
"Gue itu dosen favorit, banyak yang suka sama gue"
Pak Radit hanya mengangkat bahu, lalu ikut berjalan masuk ke dalam membawa kopinya.
***
Zavian Alaric
Renatta Zephyra