Bagaimana jadinya ketika bayi yang ditinggal di jalanan lalu dipungut oleh panti asuhan, ketika dia dewasa menemukan bayi di jalanan seperti sedang melihat dirinya sendiri, lalu dia memutuskan untuk merawatnya? Morgan pria berusia 35 tahun yang beruntung dalam karir tapi sial dalam kisah cintanya, memutuskan untuk merawat anak yang ia temukan di jalanan sendirian. Yang semuanya diawali dengan keisengan belaka siapa yang menyangka kalau bayi itu kini sudah menjelma sebagai seorang gadis. Dia tumbuh cantik, pintar, dan polos. Morgan berhasil merawatnya dengan baik. Namun, cinta yang seharusnya ia dapat adalah cinta dari anak untuk ayah yang telah merawatnya, tapi yang terjadi justru di luar dugaannya. Siapa yang menyangka gadis yang ia pungut dan dibesarkan dengan susah payah justru mencintai dirinya layaknya seorang wanita pada pria? Mungkinkah sebenarnya gadis
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Maeee, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Brother
Cherry duduk di kursi meja makan bersama orang-orang yang menganggap keluarganya, akan tetapi tak sedikit pun ia merasa bahagia. Makanan yang berjejer di meja pun tak bisa menahan keinginannya untuk pulang.
Bibir bawah Cherry maju, berusaha sekuat tenaga menahan tangisnya.
"Cherry, kenapa hanya diam? Apa kau tidak suka semua masakan di sini?" tanya Diana, memerhatikan Cherry yang hanya menatap piring di depannya.
"Katakan makanan apa yang kau suka, aku akan memasaknya untuk mu, ya?"
"Aku ingin pulang," jawab Cherry.
"Jika kau tidak mau, biar aku saja yang memakannya." Drake mengambil makanan di piring Cherry.
"Drake!" tegur Diana. "Aku mohon, jangan bersikap kekanak-kanakan."
"Siapa suruh membawa anak manja ini ke rumah kita? Dia merepotkan saja." Diam-diam Drake melirik Cherry. Bukan hal aneh dirinya mengganggu dan berkata sesuka hati pada Cherry, tapi anehnya hari ini dirinya merasa sedikit bersalah karena berbicara seperti itu. Semoga saja Cherry tak lupa kalau ini hanya sandiwara.
Cherry yang terus menerus diam membuat semua orang terdiam juga.
"Cherry, ayo, aku akan mengajakmu berjalan-jalan melihat-lihat rumah kita ini," ajak Charles, bahkan sebelum ia menyelesaikan makannya.
"Kau tidak perlu repot-repot, Tuan. Tolong antarkan saja aku kembali ke sekolah, Morgan pasti sedang menunggu ku di sana."
"Tuan?" Charles tersenyum kecut. "Putriku, aku tahu ini tidak mudah. Tapi aku ingin kamu mencoba untuk memanggil ku ayahmu."
"Benar, kamu juga boleh memanggilku Ibu," sahut Diana. "Kamu juga boleh memamerkan kita pada teman-teman mu."
"Maaf. Putriku? Ayah dan Ibu? Apa yang kalian bicarakan? Aku bukan putri kalian dan aku tidak punya orang tua," balas Cherry. Saat tangannya mengepal kuat di bawah meja, tiba-tiba saja ia merasakan sentuhan hangat menggenggam kepalan tangannya. Ia menunduk dan melihat tangan Drake lah yang menggenggamnya. Apa laki-laki itu berpikir dirinya bersedih dengan semua ini?
Mendengar kalimat singkat itu Diana dan Charles terdiam bagai baru saja tersambar petir di siang bolong.
Charles beranjak dari tempat duduknya dan mengulurkan tangan pada Cherry. "Ayo, ikutlah bersamaku!"
Cherry pun memutuskan untuk mengikutinya. Ia melihat-lihat rumah besar ini untuk kedua kalinya. Charles berhenti melangkah tepat di sisi kolam renang.
"Cherry!" panggilnya. Ia berbalik dan menatap putrinya dengan senyuman getir.
"Mohon maafkan aku!" pintanya tulus, menundukkan kepalanya begitu dalam agar Cherry merasakan betapa dalamnya penyesalan yang ia rasakan.
Cherry mundur. "Apa yang kau lakukan? Jangan menunduk di hadapan orang yang lebih muda," tegurnya.
Charles menarik napas dalam-dalam, udara terasa berat di paru-parunya. "Cherry," suaranya serak, dipenuhi penyesalan yang bertahun-tahun menggerogoti hatinya.
"Waktu itu aku masih muda dan bodoh. Kegilaan akan karir membutakan ku, membuatku tega mengorbankan segalanya. Tapi percayalah, setiap detik dalam hidupku, penyesalan itu selalu ada. Aku menyesal telah membuang mu dan memilih gemerlapnya duniawi."
Matanya menatap Cherry dengan permohonan yang tak terucap. "Ketika takdir mempertemukan kita kembali, secercah harapan pun muncul. Aku pikir Tuhan memberiku kesempatan kedua. Kesempatan untuk menebus semua kesalahanku. Aku akan melakukan apa pun untuk menghapus dosa-dosaku di masa lalu. Kumohon, berikan aku kesempatan untuk memperbaiki semuanya."
Hening sejenak, hanya suara napas mereka yang terdengar jelas di keheningan kolam ini. Kemudian Cherry mengangkat wajahnya menatap Charles dengan sorot mata yang menyimpan kesedihan dan kekecewaan yang terpendam. Sorot matanya dingin dan jauh. "Apa kau merasa sakit hati saat aku bilang aku tidak punya orang tua?"
"Huh?" Charles terkejut, tak mengerti arah pembicaraan putrinya.
"Kurasa itu tidak seberapa daripada apa yang aku rasakan dan alami selama ini. Apa kau tahu," lanjut Cherry, suaranya bergetar sedikit.
"Sebanyak apa rasa sakit ku saat aku dihina dan dicaci maki karena tumbuh tanpa ayah dan ibu? Apa kau tahu betapa Morgan terluka karena waktu itu aku selalu menyalahkannya atas takdirku yang sebatang kara?"
"Sekarang, aku sudah berada di titik di mana aku mati rasa terhadap keberadaan orang tua dan untuk mencapai titik ini tidaklah mudah. Morgan membesarkan ku dengan susah payah, jika bukan karena dia aku pasti sudah mati kedinginan di kardus yang kalian simpan di jalanan. Tidakkah kau mengingat itu? Setelah sejauh ini mana mungkin aku sudi meninggalkan Morgan dan hidup bersama kalian?"
Air mata mulai menggenang di pelupuk mata Cherry, namun ia menahannya agar tidak tumpah. "Benar, dulu aku mendambakan orang tua. Benar, aku ingin tahu siapa kalian, ingin merasakan cinta dan kasih sayang seorang ayah dan ibu. Tapi itu dulu, ketika aku masih kecil dan tidak mengerti apa-apa. Semakin dewasa, satu-satunya yang ku butuhkan hanyalah Morgan. Jadi, aku mohon... hentikan semua ini."
Napas Cherry tercekat. "Mari kita hidup seperti sedia kala. Aku sungguh tidak masalah meski sampai akhir hidup tanpa orang tua, bagiku Morgan sudah lebih dari cukup."
"Justru, memikirkan memiliki orang tua sekarang hanya mengorek luka lama. Aku sakit hati dan ingin marah-marah pada orang tuaku."
Napas Cherry tersengal, menahan gejolak emosi yang selama ini ia pendam. "Benar! Saat ini aku ingin berteriak dan marah-marah pada kalian! Ke mana saja kalian selama ini? Kenapa baru datang sekarang? Gara-gara kalian aku menghabiskan masa kecil ku dengan cacian dan makian, gara-gara kalian aku tidak merasakan hidup normal seperti anak-anak lainnya. Ada begitu banyak kemarahan yang menggelegak di dadaku, kemarahan yang selalu ku pendam. Tapi aku tahu, meluapkan kemarahanku pun tidak akan mengubah apa pun."
Pandangannya memohon, namun penuh ketegasan. "Jadi kumohon, hentikanlah semua ini. Mari kita berpura-pura tidak saling mengenal. Lupakan saja keberadaan ku seperti dulu seolah-olah kalian hanya memiliki Drake."
"Daripada berusaha membawaku ke keluarga kalian, aku pikir lebih baik kalian perbaiki hubungan bersama Drake. Aku merasa kasian padanya, dia terus mengganggu ku hanya demi sebuah perhatian. Entah seberapa kesepiannya dia selama hidupnya. Bahagiakan saja dia sebelum kalian menyesal untuk kedua kalinya."
Charles menggelengkan kepala, tanda tak setuju dengan ide Cherry. "Aku tidak bisa melupakan mu lagi, Cherry. Aku memiliki tanggung jawab terhadap mu juga. Aku akan memperbaiki hubungan ku dengan anak-anak ku. Semakin tua aku sadar bahwa yang paling berarti adalah keluarga dan kalian adalah keluarga ku satu-satunya. Jadi aku mohon, berikan aku kesempatan."
Cherry tersenyum getir. "Sekali lagi, kau berlaku egois," ungkapnya."Membuang ku adalah tindakan egois dan berusaha merebut ku dari sumber kebahagiaan ku juga tindakan yang egois. Tidak bisakah kalian merasa cukup hanya dengan melihat aku bahagia?"
"Jika kalian orang tua ku maka yang kalian inginkan hanyalah kebahagiaan untuk ku. Untuk apa tinggal bersama kalian pun jika aku tidak bahagia, kan? Apa kalian akan puas jika aku tinggal bersama kalian tapi aku tak akan pernah menganggap kalian orang tua ku dan selamanya akan membenci kalian?"
"Tapi, jika kalian membiarkan aku tetap bersama Morgan mungkin aku akan mempertimbangkan kalian sebagai orang tua ku. Bukankah yang kalian inginkan hanya sebuah pengakuan?"
"Apa kau sungguh akan mempertimbangkan kita sebagai orang tua?" tanya Charles ragu.
"Ya, selama kalian membiarkan aku tetap bersama Morgan dan tidak mengganggu kehidupan kami."
Diam dan kembali hening saat Charles merenungi semua kata-kata Cherry. Pria paruh baya itu menarik napas dalam dan berusaha tersenyum.
"Kamu mungkin benar, sampai saat ini aku selalu saja egois. Sebagai orang tua seharusnya aku mendukung kebahagiaan mu, bukan terus memaksa mu," ucapnya.
"Sampai sekarang aku sudah sangat bersalah padamu, seharusnya aku ikut bahagia saja saat melihat mu bahagia, bukan malah menyeret mu pada takdir yang tak kau inginkan."
"Meski kamu tidak ingin menganggap ku orang tua mu mungkin tak apa, setidaknya izinkan aku untuk selalu melihat kebahagiaan mu." Charles berusaha tersenyum saat matanya bertemu dengan manik mata putrinya.
Cherry pun tersenyum. "Tentu."
"Kalian adalah orang dewasa, aku harap kau menepati ucapan mu itu. Jangan pernah temui aku sampai aku yang pertama menemui kalian. Jika hari itu aku menemui kalian lebih dulu maka saat itu aku sudah menganggap kalian sebagai orang tua ku."
"Mungkin," lanjut Cherry ragu. "Kau tahu, semua ini tak mudah."
"Aku mengerti," sahut Charles. "Maaf karena sampai sejauh ini aku terus memaksa mu."
"Cherry, kemarilah! Aku akan menunjukkan kamar mu," teriak Diana, mengganggu moment haru antara putri dan ayahnya itu.
Charles tersenyum dan menepuk-nepuk pundak Cherry. "Aku akan berbicara dengannya."
Saat Charles pergi, datanglah Drake dengan gaya so cool nya. Pria itu berdiri di hadapan Cherry.
"Kau butuh pelukan?" tawarnya.
"Tidak. Aku butuh ponsel ku untuk menghubungi Morgan. Aku meminta mu untuk mengisi baterainya. Tolong ambilkan sekarang!"
"Apa kau yakin tidak butuh pelukan?" tanya lagi Drake.
Cherry terkekeh. "Mungkin kau lah yang butuh pelukan. Kau mau aku memelukmu?"
"Tidak," sangkal Drake cepat. "Aku tidak butuh pelukan. Mungkin itu kau!"
"Morgan selalu memeluk ku setiap hari. Tapi kau, pasti tidak ada yang memeluk mu. Kau mau satu dariku?" Cherry merentangkan tangannya.
"Siapa bilang tidak ada yang memeluk ku? Setiap malam aku selalu berpelukan dengannya," bantah Drake, berkata dengan terbata-bata.
"Maksud mu guling?" tebak Cherry.
"Bagaimana kau bisa tahu?" Wajah Drake saat ini terlihat polos, membuat Cherry terkekeh.
"Ayolah!" Cherry melompat ke dalam pelukan Drake, memeluk erat laki-laki yang konon katanya adalah adiknya.
"Sial, apa yang kau lakukan?" Drake berusaha menolak meski sebenarnya hatinya tak membencinya.
"Diam dan rasakan saja. Pelukan senyaman itu, Drake. Saat kau sedang frustasi dengan hidup ini, pelukan sudah cukup untuk menenangkan mu."
Drake akhirnya diam dan membiarkan Cherry memeluknya. Satu detik, dua detik, tiga detik. "Sial," umpat Drake, tak mampu menahannya lagi. Dua tangannya langsung memeluk erat Cherry. Kepalanya bersandar di kepala gadis itu.
"Kau benar. Pelukan ternyata senyaman ini," bisik Drake.
Cherry tersenyum. "Kau tahu, Drake. Aku mungkin belum bisa menerima mereka sebagai orang tua ku, tapi aku sudah menerima mu sebagai adikku. Aku tahu kau hanya suka mengganggu, tapi aslinya kau adalah laki-laki yang baik."
"Drake, kau bisa selalu datang padaku jika kau butuh pelukan atau sekedar teman bermain. Aku akan meluangkan waktuku untuk mu," ujar Cherry sembari perlahan melepaskan pelukannya.
"Diamlah, Anak Manja!" Drake menutup wajah Cherry dengan telapak tangannya. "Gaya dewasa tidak cocok untukmu."
Cherry kembali terkekeh. "Mungkin kau benar."
"Yasudah lah, ini sudah hampir malam. Aku harus segera pulang."
"Terima kasih, Drake. Semua ini tidak akan jadi semudah ini jika bukan karena bantuan mu."
Drake hanya mengangkat dua bahunya. "Aku sudah menghubungi pria mu. Dia sekarang ada di depan dan sedang menunggu mu," ungkapnya.
"Priaku?" Cherry tersenyum salah tingkah.
Drake menarik rambut Cherry. "Lihat, kau gila kembali setelah mendengar tentang Morgan."
"Ini bukan gila, tapi cinta," sangkal Cherry.
"Cinta kalian tidak masuk logika. Benar-benar tidak masuk logika. Sadarlah, pria itu sudah tua dan bahkan kau dibesarkan olehnya," pekik Drake.
"Cinta itu bukan tentang logika, Drake. Tapi tentang..."
"Tentang?" tanya Drake karena Cherry hanya menggantungkan ucapannya dan tersenyum misterius. "Oh, sial. Si Morgan itu pasti sudah mengajarkan hal buruk padamu. Sadarlah!" tanpa ragu ia menampar kening Cherry.
"Ack!" Cherry meringis. "Cobalah berpelukan dan berciuman bersama seorang wanita, Drake. Saat itulah kau akan tahu apa arti cinta." Cherry berlari cepat sambil tertawa bahagia.
"Itu bukan cinta, itu m3sum," pekik Drake.
Sesampainya di dalam mobil Cherry langsung menghambur ke dalam pelukan Morgan. Gadis itu tersenyum dan bernapas lega setelah kembali pada dunianya.
"Cherry, aku dihubungi oleh Drake. Tapi kenapa kamu bisa ada di sini?" Morgan mengelus punggung Cherry yang tampak lunglai.
"Orang tua Drake membawaku ke sini. Maafkan aku, aku juga tidak tahu kalau aku akan dibawa ke rumah mereka."
"Mereka mengganggu ku sudah cukup lama, tapi aku tidak berani memberitahu mu karena kamu selalu tampak lelah. Aku tidak tahu mereka akan sampai sejauh ini. Aku sangat takut, Morgan. Tolong peluk aku lebih erat!"
Morgan semakin erat memeluk Cherry.
"Apa yang mereka lakukan padamu? Apa mereka memaksa mu?"
"Tidak peduli aku terlihat lelah atau tidak, seharusnya kamu tetap berbicara padaku. Ini tidak seperti dirimu yang biasanya, Cherry. Kamu selalu mengatakan segalanya padaku, lalu kenapa tidak dengan hal ini?"
Morgan diam sejenak, kenapa Cherry tak menyahut?
"Cherry?" panggilnya. Alih-alih mendapat jawaban ia justru malah mendengar suara napas Cherry yang teratur. Gadis itu tidur di pelukannya begitu cepat. Seberapa lelah dia hari ini?
Morgan menarik napas dalam. Akhir-akhir ini Charles dan Diana sering datang ke kantornya dan mengganggu waktu kerjanya, karena itulah dirinya selalu tampak lelah. Ia tidak mengira kalau mereka juga akan datang pada Cherry.
Sejauh ini dirinya mungkin kurang tegas pada mereka. Ia terlalu memikirkan mereka sebagai orang tua Cherry, seharusnya sejak awal dirinya tegas saja toh Cherry pun tak ingin bersama mereka. Sampai sejauh ini dirinya terlalu mengabaikan mereka.
"Aku harus melakukan sesuatu," gumam Morgan penuh tekad. Sudah saatnya ia menghentikan kekacauan yang mereka buat. Ia tidak ingin melihat Cherry bersedih dan lelah karena harus menghadapi mereka.
wajar dia nggak peduli lg dgn ortu kandungnya secara dia dr bayi sdh dibuang.🥲