NovelToon NovelToon
NusaNTara: Sunda Kelapa

NusaNTara: Sunda Kelapa

Status: sedang berlangsung
Genre:Action / Fantasi / Misteri / Spiritual / Evolusi dan Mutasi / Slice of Life
Popularitas:2.9k
Nilai: 5
Nama Author: Jonda

Perjalanan NusaNTara dan keluarga didunia spiritual. Dunia yang dipenuhi Wayang Kulit dan Hewan Buas yang menemani perjalanan. Mencari tempat-tempat yang indah dan menarik, demi mewujudkan impian masa kecil. Tapi, sebuah tali yang bernama takdir, menarik mereka untuk ikut dalam rangkaian peristiwa besar. Melewati perselisihan, kerusuhan, kelahiran, kehancuran dan pemusnahan. Sampai segolongan menjadi pemilik hak yang menulis sejarah. Apapun itu, pendahulu belum tentu pemilik.

"Yoo Wan, selamat membaca. Walau akan sedikit aneh."

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Jonda, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Buku Pengetahuan.

# Cover Story; Perjalanan Tuan Dodi

Tuan Dodi melanjutkan perjalanan.

Sampailah di sebuah candi yang bernama Candi Sukuh. Ada pawai yang sedang berlangsung di sana. Sebuah patung berbentuk manusia dengan sayap dan kepala burung berdiri megah, di arak di sekitar candi.

Pemandangan itu sangat memukau Tuan Dodi. Istri dan anak-anak nya pergi membeli jajanan.

##

Nusa melakukan workout di depan rumahnya. Meninju samsak dan berlatih dengan bambu putar. Rutinitas paginya setelah kesembuhan.

Bu Winda datang dengan menaiki Rinson setelah melakukan pembersihan desa.

"Nusa, ayo ke rumah Bibimu," ajak Bu Winda.

Nusa menoleh dan berkata, "Oke!". Nusa menghentikan latihannya dan segera menghampiri Ibunya.

"Aku akan berlari! Huf! Huf!" Nusa berhenti di dekat Rinson dan berlari di tempat.

"Naik saja,"

"Aku masih ingin melatih stamina ku."

"Istirahat juga termasuk latihan. Biarkan ototmu istirahat untuk pemulihan. Jangan paksakan tubuhmu, menjadi kuat butuh proses yang lama."

"Sini! Naik!" pinta Bu Winda.

Nusa akhirnya menurut dan naik ke Rinson. Mereka pergi menuju Rumah Bu Windi.

Saat di perjalanan, Bu Winda menggunakan kekuatannya untuk menggerakkan daun bambu yang berjatuhan agar jalanan menjadi bersih. Tindakan ini dilakukannya untuk balas budi ke Mbah Mul karena di beri tempat tinggal. Biasanya dia berdua dengan Bu Windi, karena Bu Windi sedang rehat, dia mengerjakannya sendiri.

Sesampainya di rumah Bu Windi, ada beberapa gerobak yang berhenti di depan rumah.

"Ada yang mengambil ayam! Aku akan pergi melihatnya!" Nusa segera bergegas turun dan pergi ke kandang ayam.

"Jangan di bawa ke rumah!" cegah Bu Winda.

Rinson berubah wujud dan di gendong.

"Aku merasakan Energi Spiritual dari dalam. Sepertinya mereka sedang memulihkan Barni."

Mereka masuk dan melihat Bu Windi dan Barni berada di dalam lingkaran Aksara. Mereka terkejut dan terheran-heran.

"Apa yang kau lakukan pada Ibumu?" tanya Bu Winda kebingungan.

"Oh! Bibi! Aku tidak menyangka Bibi akan datang ke rumah ku. Ini harus di tulis menjadi sejarah dari rumah ini!" cetus Tara sembarangan.

"Jangan yang aneh-aneh. Apa yang kau lakukan pada Ibumu?" tanya Bu Winda ketus.

"Eee, Ibu pengen segera pulih. Dia ingin pulih dengan cara yang sama seperti Barni. Tapi aku tidak tau apa itu akan bekerja. Jadi dia sukarela menjadi objek percobaan," jelas Tara.

"Dan, seperti yang Bibi lihat."

Rinson duduk di dekat Barni dan memperhatikan nya. Bu Winda mendekat ke Bu Windi yang sedang duduk dalam posisi bersila dan memejamkan mata.

"Apa Ibumu sadar?"

"Dia sadar. Dia sekarang sedang fokus mengalirkan Energi Spiritual ke seluruh tubuhnya," jelas Tara.

"Apakah harus di alirkan? Bukankah nanti akan mengalir sendiri?"

"Sebetulnya iya, tapi butuh waktu. Ibu ingin mempercepat pemulihan, jadi dia sengaja membuat aliran Energi mengalir lebih cepat."

"Tidak berbahaya, kah?"

"Aku tidak tau. Ini masih percobaan. Makannya aku harus mengawasinya agar bisa cepat mengambil tindakan saat terjadi sesuatu."

"Humm, dasar anak sembrono." Bu Winda memukul pelan kepala Bu Windi karena sedikit jengkel.

"Eeeehh, jangan begitu Bibi! Nanti Ibu bisa terganggu!" cegah Tara yang tersentak dengan tindakan Bu Winda.

"Aku hanya memukulnya pelan."

"Jangan seperti itu. Ini waktu yang krusial. Bisa saja gangguan kecil membuat Ibu gagal. Aku juga belum tau cara menanganinya."

"Heh, itu tidak akan berpengaruh kepadanya." Bu Winda berdiri dan menatap Tara. Di mengangkat tangannya ke arah Tara.

"Kalau ini mungkin bisa." Bu Winda mencengkeram pangkal leher Tara dan membuat Tara terangkat. Suasana menjadi tegang.

"Aaarrggghhh." Tara memegang lehernya karena ada yang mencengkram nya.

"Semoga di mudahkan."

"Kau ingat apa yang kau lakukan kemarin? Kau mengambil boneka elang di kamarku. Aku tau persis di mana boneka itu tergantung."

"Saat aku memeriksa kamarku, ada sesuatu yang hilang. Kau tau, yang hilang adalah barang premium kelas atas. Tidak sembarang orang bisa memilikinya."

"Dan itu hilang begitu saja dari tempatnya."

Aura yang di pancarkan Bu Winda membuat suasana menjadi mencekam. Bu Windi mengerutkan keningnya karena tidak bisa fokus.

"Aku tau persis siapa yang mengambilnya. Seorang bocah yang selalu melihat dada wanita saat mereka berjalan di depan 'nya'. Kau tau siapa itu, kan?"

Mata Tara terbelalak. Mulutnya terbuka karena kehabisan oksigen. Kakinya meronta-ronta.

"Ayo. Aku akan tunjukkan siapa anak itu." Bu Winda berjalan keluar pintu dengan membawa Tara yang melayang sambil meronta-ronta. Saat membuka pintu, tiba-tiba...

"Bu! Lihat! Ayam betina ini bulunya belang-belang. Sepertinya terlalu banyak gen ayam jan—tan yang tercampur."

"Brukk." Bu Winda ambruk saat melihat ayam tepat di depannya dan langsung pingsan.

"Hah?" Nusa terkejut dan bingung.

Tara terjatuh ke lantai dengan posisi berlutut.

"Oohook, oohook." Dia memegangi lehernya karena kesakitan.

"Selamat!" batin Tara.

"Kenapa dengan Ibu?"

"Ibumu takut dengan ayam."

"Benarkah? Aku tidak pernah tau kalau Ibu takut sama ayam. Tapi sama telur ayam dia tidak takut."

"Ayam dan telur itu beda. Cepat, baringkan Ibumu ke kamar. Salahmu membuatnya pingsan."

Nusa melepas ayamnya dan membawa Ibunya kekamar. Mata Bu Winda terbelalak dan berwarna putih karena sangat terkejut. Mulutnya juga menganga.

Tara berdiri dan menghela nafas.

"Fiuh, aku harus mengembalikan barang itu." Dia tidak ingin mendapat siksaan lagi.

"Hei, Tara! Energi dalam Akik mau habis."

"Oh, aku akan menggantinya." Tara segera mengambil Akik yang baru dan mengganti yang sudah habis.

"Bagaimana kau memikirkan cara seperti ini? Setauku perempuan tidak bisa menggunakan cara ini."

"Aku juga berpikir begitu. Tapi setelah kupikir-pikir, Ibu bisa menggunakan Energi Spiritual, jadi aku coba saja. Siapa tau berhasil."

"Hmmm, benar juga. Apa kau merubah katalis nya?"

"Sedikit. Aku merubah tempat di mana Energi itu di alirkan. Kata Ibu, akar kekuatannya ada di bagian yang sama dengan perempuan biasa menampung Energi Spiritual. Lalu aku merubah katalis dan itu berhasil."

"Sepertinya, akan ada judul bab baru di buku ini," ucap Rinson sambil melihat isi buku.

"Memang. Ini adalah penemuan yang menghebohkan bagi dunia kalau sampai dunia tau. Tapi aku akan menyimpannya sendiri."

Nusa keluar kamar dan menghampiri Tara dan Rinson.

"Bagaimana kondisi Ibumu?"

Nusa tidak merespon dan langsung mengangkat Rinson.

"Hei? Hei? Apa yang kau lakukan?" tanya Rinson panik saat di bawa ke kamar.

"Ibu terus memanggilmu. Jadi, temani lah Ibu."

"Tidak! Aku tidak mau!" Rinson meronta dan menangis. Tapi Nusa tidak peduli dan menyerahkan nya ke Ibunya.

Tara hanya memandang mereka dengan wajah datar. Tara mengambil buku itu dan melihat sampul buku. Tulisan "Untuk umum" menarik perhatiannya Tara.

"Buku ini untuk umum. Pengetahuannya di sesuaikan untuk masyarakat," batin Tara.

"Pembuatnya para cendekiawan dari lembaga pemerintah."

Tara memandang Ibunya dan kembali memandang buku.

"Apa ada yang tidak tertulis disini?" pikir Tara.

"Apa yang sedang kau lakukan?" tanya Nusa penasaran saat melihat Barni dan Bu Windi.

"Melakukan pemulihan," balas Tara.

"Ooouu!" sahut Nusa sambil mengangguk.

Nusa tertarik dengan rak buku yang berisi ratusan buku. Dia menghampirinya dan melihat-lihat.

"Apa Barni membawa buku baru?" tanya Nusa penasaran. Dia mencari buku kesukaannya.

Sebagian besar buku yang ada di rumah Tara di bawa oleh Barni. Barni ingin Tara memiliki pengetahuan yang luas tentang dunia karena Tara tidak sekolah formal. Walaupun mungkin ilmu yang ada di buku berbeda, setidaknya, buku yang dia bawa bisa memberi wawasan kepada Tara.

"Belum. Yang terakhir, ya, yang kau beli kemarin," balas Tara. Tara membolak-balikkan buku yang di pegangnya untuk meneliti kembali isinya.

Saat memilih buku, Nusa menemukan buku yang membuatnya penasaran. Dia meraihnya dan membukanya. Dia terkejut karena menemukan kaca pembesar yang memiliki pegangan seperti pena dan botol tinta.

"Tara, benda apa ini?" Nusa menunjukkan buku dan kaca pembesar secara terpisah.

"Coba kau lihat!" Tara mengambil kaca pembesar dan memeriksanya. Matanya menyipit karena belum pernah melihat benda seperti itu.

"Di mana kau dapat?" tanya Tara.

"Di buku ini. Waktu aku buka, benda itu terselip di belakang sampul. Lihat, lembar bukunya juga berbentuk seperti benda itu," jelas Nusa. Nusa mengambil kembali kaca pembesar dan menyerahkan bukunya.

Tara melihat sampul depan. Judul buku itu adalah "Ketahuilah segalanya". Tara membuka lembar selanjutnya dan mendapati tidak ada tulisan sama sekali. Saat memeriksa halaman yang lain, juga tidak ada tulisannya. Dia kebingungan.

Nusa terpesona dengan ukiran dari gagang kaca pembesar itu. Lalu dia melihat kacanya dan di arahkan ke Tara.

"Hei, Tara! Lihat! Ada kata yang muncul di dalam kacanya!" ucap Nusa sambil sumringah.

"Hmm?" Tara melihat kaca itu dan benar ada kata yang muncul satu per satu di dalam kaca. Kata itu menggunakan huruf Pallwa.

"Bagaimana caramu melakukannya?" tanya Tara heran.

"Tidak tau. Aku hanya mengarahkan kaca ini ke kepalamu dan muncul kata satu per satu," balas Nusa.

Tara memeriksa buku dan membuka halaman pertama. Dia terkejut ketika melihat ada kata yang muncul di halaman itu. Kata itu terus muncul yang akhirnya berhenti setelah beberapa saat, dan membuat satu paragraf.

Paragraf nya itu, "Tara. Tujuh belas tahun. Sedang dalam kondisi kebingungan.....".

Tara terbelalak seakan menyadari sesuatu.

"Nusa! Coba arahkan kaca itu ke Barni," pinta Tara. Dia penasaran aka sesuatu dan ingin membuktikannya.

Nusa mengarahkan kaca itu ke Barni dan juga muncul beberapa kata.

"Wooohhh, muncul kata juga!" ucap Nusa.

Tara mengecek halaman berikut nya dan melihat ada beberapa kata yang muncul. Kata itu menjelaskan identitas dan kondisi Barni.

"Apakah kaca ini bisa melihat informasi makhluk hidup?" pikir Tara.

"Nusa, coba arahkan ke Akik," pinta Tara.

Nusa mengarahkannya ke Akik yang di gunakan untuk pemulihan Barni.

Tara melihat informasi muncul di halaman berikutnya.

"Sepertinya tidak terbatas pada makhluk hidup. Benda mati juga bisa," pikir Tara.

"Apa mungkin, cacat di kakiku juga bisa di periksa?" pikir Tara.

"Nusa, coba ganti arahkan ke kaki ku yang cacat."

Nusa mengarahkannya ke kaki kiri Tara.

Saat Tara membaca informasi, kakinya dalam kondisi sehat.

"Loh?" Tara kebingungan.

"Ada apa?" tanya Nusa heran melihat ekspresi wajah Tara yang kebingungan.

"Kakiku sehat," balas Tara.

"Sehat? Bagaimana bisa?"

Tara merenung dan memikirkan kemungkinan kakinya bisa teridentifikasi sehat. Dia teringat sesuatu, saat ini dia sedang menggunakan Wayang. Tara melepas wayang miliknya dan kakinya menjadi keriput.

"Coba cek ulang."

Nusa mengarahkan kaca ke kaki Tara lagi.

Tara terkejut saat melihat informasi mengenai kakinya. Ada beberapa kata yang di samarkan, seakan informasi itu sengaja di sembunyikan. Saat membaca semua kalimat, dia menemukan frasa yang menyebutkan apa yang sedang dia butuhkan, obat untuk kesembuhan kakinya. Yaitu "Pisang Raja".

...****************...

"Weeew, badanku sakit semua. Bangun tidur rasanya otot ku seperti terbakar dan tertusuk," keluh Supa. Dia terkapar di kasur.

"Salahmu. Siapa suruh kau membabi buta. Sudah tau lawannya dua hewan Mitos, malah menyerang sendirian," ejek Yudha yang sedang menulis.

"Heh, siapa yang tidak bersemangat saat bertemu lawan yang kuat. Semangat 'Wamena' ku menjadi membara," ucap Supa dengan senyum bangga.

"Cih. Gara-gara kau, strategi ku dengan Tian jadi berantakan. Untung ada prajurit pemerintah dan beberapa pemburu tingkat emas juga ikut menyerang. Kalau tidak, mungkin akan terjadi tsunami karena gelombang yang kedua hewan itu buat sangat besar."

"Kalau terjadi tsunami, kita tinggal pergi," balas Supa seakan tidak perduli.

"Kau harus memikirkan nasib orang biasa. Mereka bisa tewas kalau sampai terjadi tsunami," ucap Yudha. Nadanya seperti tidak senang dengan ucapan Supa.

"Salah mereka sendiri karena lemah. Dunia ini keras, mereka harus menjadi kuat agar bisa bertahan hidup. Apalagi kalau terjadi kondisi seperti kemarin, orang lemah pasti tidak akan selamat," ucap Supa merasa sudah pernah menjalani hidup yang keras.

"Terserah kau," balas Yudha jengkel.

Supa menatap langit-langit kamar dan bengong.

"Andai kau tau bagaimana kondisi kampung halamanku," ucap Supa tanpa sadar.

"Oh, ya. Saat keliling di desa Tentrem, aku mendapatkan poster bergambar kan wajahmu. Poster ini di tempel di beberapa tempat makan." Supa meraba kantong celananya dan melemparkan kertas ke Yudha.

"Ada yang mencarimu dengan imbalan satu juta Repes. Apa kau melakukan sesuatu yang buruk sampai kau di hargai segitu?"

Yudha membuka kertas yang sudah kusut dan banyak lipatan. Ada gambar wajahnya dan nominal sebesar satu juta. Wajahnya langsung cemberut dan marah.

"Di rumah makan kau bilang? Berarti ini bukan dari Ormas Tukang. Ormas Tukang punya tempatnya sendiri untuk menempel poster, jadi tidak mungkin akan di tempel di tempat umum. Berarti ada orang yang mengincarku. Berani sekali dia," ucap Yudha geram.

"Apa kau pernah berselisih dengan seseorang?" tanya Supa.

"Seingatku tidak pernah. Mungkin orang lain yang mengajakku berselisih, seperti pencuri ayam Cemani," jawab Yudha.

"Apa mungkin ... waktu kita mencuri botol bakteri itu? Tapi tidak mungkin posternya di tempel di provinsi sebelah, dan seharusnya kau juga punya poster. Kau juga ikut dalam pencurian itu," pikir Yudha.

"Aku juga tidak tau." Supa bangkit dari baringnya.

"Sudahlah jangan dipikirkan. Kau tinggal menyamar seperti Tian agar tidak ketahuan," ucap Supa.

"Aku akan mencari tahu nanti. Aku tidak terima dengan ini," ucap Yudha geram. Dia lanjut menulis.

"Satu juta ... tidak mungkin aku akan pegang uang sebanyak itu," ucap Supa membayangkan seberapa banyak uang satu juta.

"Kenapa tidak mungkin?" sahut Yudha.

"Karena uangnya di pegang istriku. Hahahaha."

"Hahahahaha."

Mereka berdua tertawa lepas.

...********Benua Tropes********...

Tigris dan rombongannya pergi ke sebuah tembok es yang menjulang tinggi hingga ke awan. Mereka di dampingi oleh beberapa orang yang berpenampilan seperti prajurit. Mereka melewati desa yang berada di luar tembok dan akhirnya sampai di gerbang masuk.

Seorang dengan mantel gajah berbulu berdiri di pos jaga, menatap tajam mereka.

1
Ermintrude
Kisahnya bikin meleleh hati, dari awal sampai akhir.
jonda wanda: Terima kasih. Bila ada yang kurang dipahami dalam cerita, tolong disampaikan, agar tidak terjadi kebingungan.
total 1 replies
Shishio Makoto
Ngga bisa move on!
Myōjin Yahiko
Aduh, thor, aku tak sabar menanti kelanjutan ceritanya!
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!