📢📢WELCOME DI ZONA BUCIN NGGAK ADA OBAT😛😛
Memiliki segalanya tak membuat Lengkara Ayudia merasa hidupnya sempurna. Paras cantik, otak cerdas, orang tua kaya raya namun jodoh yang sudah ia dapatkan sejak lahir tak pernah melihatnya sebagai wanita. Bukan karena lelaki itu tak menyukainya, tapi di mata Dirga dia seperti adik yang harus selalu dilindungi. Naas bukan? saat lelaki lain mati-matian mengejarnya dia malah repot-repot menggapai cinta tetangga depan rumah.
"Dirga, My Dirgantara.... udah cinta belum sama Kara?"
"Seperti arti nama lo, Kara. Jatuh cinta sama lo tuh Lengkara banget. Mustahil."
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Net Profit, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Enak banget
Kara memangku dagu dengan kedua telapak tangannya yang ia letakan di atas meja makan, matanya menatap lurus pada Dirga yang memunggunginya di belakang sana. sementara si penyedap rasa yang duduk di sampingnya sibuk dengan ponsel di tangannya.
“Kakak lo dari belakang aja cakep, Cin.” Puji Kara dengan senyam senyum tak jelas.
Mendengar itu Sasa mengalihkan perhatiannya dari ponsel untuk melirik ke arah Dirga yang tampak biasa saja layaknya orang yang sedang masak kemudian melihat ke Lengkara dan menggelengkan kepala. Sasa tak memberikan komentar apa pun, hanya menghela nafas dalam kemudian kembali menekuni ponselnya. Sasa hanya heran seperti apa rasanya jatuh cinta kenapa bisa sampe segitunya? Mata calon kakak iparnya sampai berbinar dan tersenyum tak jelas hanya karena melihat orang yang dicintai memasak untuknya. Apa dimata Kaleng sekarang kak Dirga kelihatan seperti pangeran yang lagi masak atau gimana sih? Sampe segitunya. “jangan sampe Sasa ngalamin penyakit bucin kayak Kaleng.” Batinnya.
“Waktunya 5 menit lagi Kak Dirga jangan kelamaan, cacing di perut Sasa udah pada demo nih minta makan.” Teriaknya sebelum kembali menatap layar benda pipih di tangannya.
Dirga hanya berdecak mendengar teriakan adiknya yang tak kalah cempreng dengan suara Kara. “mau 5 menit 10 menit bodo amat lah. dikiranya gampang apa!” gerutu Dirga yang sedang mencoba menghaluskan bawang putih dan kencur.
Perkara masak tentu bukan hal mudah untuk lelaki yang menyandang jabatan ketua osis sekaligus salah satu siswa paling cerdas di sekolahnya. Jika hanya sebatas masak mi instan dan air tentu ia bisa, tapi soal seblak? Ini pertama kalinya. Di Mall siang tadi dia hanya menggertak supaya Kara tak membeli makanan pedas itu, siapa sangka calon istri yang ia anggap adik itu justru terus mengingat bahkan menagihnya. Ditambah lagi dengan Sasa yang ikut campur, sudahlah auto makin ribet. Jadilah Dirga berseluncur di YouTube dulu sebelum memulai masak tadi.
Dirga benar-benar mengikuti step by step yang ada di vidio yang ia tonton. Dari mulai menyiapkan ayam kemudian merebusnya sebentar sebelum di masak bersama bumbu nanti, hal itu sudah ia lakukan dan 2 buah sayap ayam yang sudah di rebus di simpan di piring dekat dengan bumbu-bumbu yang sudah ia pisahkan. Dia juga mengambil kencur dan bawang putih sesuai intruksi vidio dan meletakkannya di cobek setelah di kupas dan dibersihkan. Langkah selanjutnya tinggal kasih sedikit garam terus dihaluskan itu bumbu-bumbu, ia sengaja men skip cabe rawit dari bumbu masakannya.
“Heu susah amat dihalusinnya sih! Perasaan tadi gue liat di vidio nggak susah kayak gini deh.” gerutu Dirga sambil terus menghaluskan bawang putih dan kencur mengunakan cowet dari mutu, itu kencur kagak halus-halus malah auto keluar dari cowet tiap kali Dirga menguleg nya.
“Tau gini gue pake blender aja tadi.” Lanjutnya “tapi kata mommy masakan bakalan lebih enak kalo bumbunya dihaluskan secara tradisional kayak gini. Tapi kok susah yah?” Dirga ingat betul bagaimana mommy Miya menghaluskan bumbu di dapur, sama seperti yang sedang ia lakukan sekarang. Tapi mommy nya tak kelihatan kesulitan sepeti dirinya.
“Udah lah bodo amat, susah bener di uleg nya!” Dirga sudah menyerah dan membiarkan bumbu yang tak ia haluskan dengan baik. Bawang putihnya masih menggeruntul dan kencur yang hanya di geprek saja karena sedari tadi selalu lari-lari dari wadah.
Dirga menumis bumbu tadi hingga wangi, kemudian memasukan air ke dalamnya. Setelah air mendidih ia memasukan ayam hingga topping lainnya, setelah di rasa ayam dan komponen lainnya sudah matang, Dirga menambahkan garam, gula dan penyedap tanpa takaran. Hanya perkiraan saja karena di vidio disebutkan tambahan gula, garam dan penyedap secukupnya.
“Dikit-dikit aja kali yah? Ntar malah keasinan.” Gumamnya. Mencoba? Tentu saja masakan itu tak ia cicipi. Dari tampilan dan aromanya saja tak seenak masakan mommy atau tukang seblak pada umumnya.
Setelah sekian lama bergelut dangan wajan dan teman-temannya akhirnya Dirga bisa menyajikan 2 mangkuk seblak untuk duo santan sachetan. Sudah seperti waiter profesional, Dirga meletakan 2 mangkuk itu ke dalam nampan kemudian membawanya ke meja makan.
“Lama banget sih, Kak? Bikin seblak aja setahun kagak jadi-jadi. Sasa kalo bikin 15 menit doang udah jadi.” Belum sampai ke meja makan saja adiknya sudah berbicara seenaknya.
“Ih nggak boleh gitu, Cin. Dirga bikin seblaknya lama soalnya pake cinta kan spesial buat calon istri.“ Kara mengedipkan matanya manja pada Dirga.
“Jadi bikinnya harus ekstra hati-hati, dibuat dengan rasa sayang dibumbuin pake cinta uh pasti enak banget yah.” Lanjutnya yang membuat Dirga bukannya melehoy mendengar kata-kata Kara justru tersenyum ilfeel menanggapinya.
“Ih mana ada seblak kayak gitu. Dimana-mana seblak banyakin cabe sama micinnya biar gurih-gurih enak.” Timpal Sasa.
“Ngoceh-ngoceh terus aja kalian berdua. Nih makan!” Dirga meletakan nampan yang ia bawa di meja.
“Ini apaan Kak?” Sasa menyentuh mangkuk di hadapannya dan memutarnya pelan, dilihat dari mana pun ini tak seperti seblak. Hanya seperti sayap ayam bersama kerupuk, makaroni, dan sosis yang disiram air, kuahnya bening.
“Seblak lah. tadi kan lo berdua yang minta.” Dirga mengambil 2 buah sendok dan memberikannya pada Sasa dan Kara, “makan gih tadi ribut banget.” Lanjutnya.
Sedikit ragu dengan hasil masakan Dirga namun Kara mengambil 1 mangkuk ke hadapannya, “hm tampilannya emang rada aneh, Cin. Tapi kita coba aja dulu.”
Sasa ikut mengambil jatahnya, “ini sih bukan rada aneh lagi Kaleng. Tapi aneh banget, baru sekarang Sasa nemu seblak bening gini.” Gadis itu mengaduk-ngaduk makanan di mangkuknya kemudian mengambil kencur yang masih utuh ada di dalamnya, “seblak bumbu geprek yah kak? Gede-gede gini bumbunya.” Ucapnya seraya memamerkan kencur geprek di sendoknya.
“Bawang putihnya juga sama nih, Cin.” Kara menunjukan bawang putih yang belum halus di sendoknya.
Dirga sudah melotot kesal pada dua gadis di hadapannya, mereka benar-benar tak menghargai usaha yang ia lakukan. Tidak tau apa dia mati-matian menghaluskan itu bumbu.
“Jangan melotot gitu, gue bakalan tetep makan kok. kan udah susah-susah dibikinin sama My Dirgantara.” Ucap Kara, “Ayo Cin kita makan!” ajaknya pada Sasa.
“Kaleng duluan aja. Sasa liatnya aja nggak naf su.” Balas calon adik iparnya lirih karena sedikit takut melihat tatapan kakaknya.
Kara memasukan satu sendok seblak buatan calon suaminya ke dalam mulut seraya menatap Dirga, gadis itu terdiam sebentar kemudian tersenyum.
“Gimana rasanya, Kaleng?”
“Hm... “ Kara menganggukkan kepala seraya mengambil seblak dan memasukannya ke dalam mulut. Lagi-lagi dia hanya tersenyum setelahnya.
“Kok hm hm doang sih Kaleng. Enak nggak nih?”
“Cobain aja, Cin. Ini enak banget sumpah.” Balas Kara.
“Tuh kan gue bilang juga apa! Makan dulu aja!” timpal Dirga dengan bangganya. Wajah galaknya tak ada lagi justru ikut tersenyum setiap kali Kara tersenyum padanya. bukan tersenyum karena senang di senyumin Lengkara tapi tersenyum senang karena tak menyangka jika seblak tanpa cabe rawit buatannya itu enak. Kara sampe berulang kali menyendok seblaknya.
“Tapi kok Sasa ragu yah?” namun gadis itu tetap menyendok sedikit seblaknya dan memasukannya ke mulut.
“Enak kan?” tanya Kara.
“Enak dari mana? Ini bener-bener nggak enak, Kaleng.” Balas Sasa.
“Kaleng bohong ah. Ini nggak ada rasanya sama sekali, nggak asin nggak pedes. Rasanya aneh, sama sekali nggak enak.” Lanjutnya.
Kara tertawa sampai tersedak, ia langsung mengambil air dan menandaskannya. “Lo salah cara makannya. Harusnya kayak gini nih...” Kara kembali menyendok seblaknya dan memasukannya ke mulut seraya menatap Dirga, “enak banget.” Ucapnya.
.
.
.
Kadang makanan tuh nggak melulu enak karena rasanya, bisa juga enak karena makna pembuatnya dihati kita wkwkwk
seperti biasa jangan lupa like sama komennya!!
bagi vote nya juga dong buat bang Dirga, kasihan dia udah cape-cape masak.
karya²nya kak othor bagus dan menarik trs ceritanya ga bertele² singkat tp ga trburu² sesuai alurnya, the best kak othor trs berkarya.👍