NovelToon NovelToon
Keluargamu Toxic, Mas!

Keluargamu Toxic, Mas!

Status: sedang berlangsung
Genre:Cintapertama
Popularitas:2k
Nilai: 5
Nama Author: Dian Herliana

Annisa jatuh cinta pada Iman, seorang montir mobil di bengkel langganan keluarganya.
Sang Papa menolak, Nisa membangkang demi cinta. Apakah kemiskinan akan membuatnya sadar? atau Nisa akan tetap cinta?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Dian Herliana, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 28

Telphon Nisa langsung ditolak oleh Doni.

"Nggak di angkat?" Nisa mengangkat bahunya.

Bibib bibib..!

Doni men chat nya.

'Ada apa, Mah. Jangan telphon, Doni masih belajar.'

'Mamah mau pergi sama Wak Yanah. Kalau Kamu pulang masak mie aja, ya. Mie sama telornya ada di lemari makan.' balas Nisa.

'Mamah mau kemana?'

'Nggak tau. Ini sama Wak Yanti dan Wak Sari juga.'

'Oh.' Hanya itu jawaban Doni.

"Gimana? Jadi ikut, 'kan?"

Nisa mengangguk menanggapi pertanyaan Yanti.

Sari menghela nafas lega. Ia sendiri tidak ada yang perlu dipikirkan. Anak - anaknya sudah menikah semua. Sedang Yanti anaknya juga sudah bekerja dan tinggal di luar kota.

"Hayuk!" Ijay akhirnya tiba dan menyuruh mereka masuk ke dalam mobil.

"Pah, Kita cari makan dulu, ya?" kata Yanah begitu Ia duduk. Ijay mengerutkan dahinya.

"Makan? Kemana?"

"Terserah Papah aja, yang enak di mana."

'Kok pakai acara makan, sih?' Ijay menggaruk kepalanya. ia mulai melajukan mobilnya

"Emang harus makan dulu ya?"

"Haruslah! Teh Yanah 'kan udah janji!" sambar Yanti cepat. Pasminanya sudah ia kalungkan di lehernya. Rambut pendeknya yang diberi warna merah terpampang jelas.

'Dasar kokok beluk!' gerutu hati Ijay.

Sari juga membuka hijabnya.

"Gerah." katanya saat Nisa memegang lengannya. Mereka memang tidak biasa berhijab seperti Nisa.

"Gimana ceritanya sih, pakai acara makan dulu?" bisik Ijay pada istrinya.

"Nanti Mamah ceritain." Yanah balas berbisik.

"Ngapain, tuh? Ngomongin Aku, ya?" tegur Yanti.

"Ge er!"

"Ha ha!" Yanti tertawa. Ia terlihat sangat senang.

"Nyarinya jangan jauh - jauh, Bang!" katanya.

"Emang kenapa kalau jauh?"

"Laah! Keburu mati kelaparan ini!"

"Lebay!" teriak Ijay dan Yanah bersamaan.

Nisa dan Sari tertawa. Yanti ini memang sering lebay, atau berlebihan.

Akhirnya mereka tiba di tempat makan yang mereka tuju. Deretan gubug di tepi danau.

"Kok makannya di sini?" Yanti langsung protes.

"Coba dulu, baru complain!" cicit Ijay kesal.

"Ini Cibeureum, ya?" tebak Nisa. Dulu ia dan anak - anak pernah di ajak ke sini. Tapi itu duluuu.. sekali. Saat anak - anak masih kecil.

"Tuh, Nisa tau." Yanah tersenyum. Pilihan Ijay. Di sini makanannya cukup enak dengan harga standar.

"Pecak di sini enak, Teh." beritahu Nisa.

"Oh, ya?" Yanti langsung menelan salivanya. Ia sangat menyukai pecak. Makanan khas betawi, meski Dia sendiri dari Bandung, Jawa Barat.

"Di sini juga ada ciput. Pedasnya nonjok!" Ijay tertawa melihat ekspresi wajah Yanti.

"Aku mau!" teriak Yanti. Mereka duduk di sebuah saung.

"Mau apa?"

"Mau pecaknya, mau Ciputnya juga."

"Kamu Sari?"

"Aku juga mau pecak. Tapi habis nggak, ya?"

"Kita berdua aja, Teh." ajak Nisa. Diam - diam ia memeriksa kantongnya. Ia ingin membeli 1 buat di rumah. Ciput juga karena si bontot suka.

"Kamu ngapain, Nisa?" tanya Ijay. Ia melihat Nisa mengintip kantong gamisnya.

"Eh.. Itu.. Enggak, Bang." wajah Nisa memerah karena aksinya memeriksa kantongnya ketahuan. Ijay menelan salivanya melihat semburat kemerahan di pipi Nisa.

'Kenapa sih, Kamu bukan Jodohku, Nisa?Aku akan membahagiakanmu. Tidak seperti Kamu bersama Iman!' sesalnya dalam hati.

"Tenang, Nisa. Kamu mau makan apa, makan aja. Aku yang bayar!" murah hati tapi sombong, itulah Ijay.

"Aku mau beli sendiri untuk di bawa pulang." jawab Nisa canggung.

"Itu juga Aku yang bayar! Kamu pesan aja!" Yanah mendelik mendengar ucapan suaminya.

"Waah! Aku juga dong, Bang?" cecar Yanti dan Sari. Sejenak Ijay gelagapan. Ia sampai melupakan kehadiran Yanti dan Sari.

"Eh.. Oh.., ya iya, lah!"

"Asyik!"

'Hadeuh.. Begini ini, nih. Mau nyohor, jadi tekor!' umpatan yang sama di hati suami istri itu.

**********

"Pecak darimana, Mah?" Iman langsung mengambil piring. Nisa tersenyum.

"Cibeureum." Iman mengangkat alisnya.

"Siapa yang dari Cibeureum?"

"Mamah, ta.."

"Mamah ke Cibeureum? Sama siapa?" potong Iman cepat.

"Ini mau cerita. Papah main potong aja." Oh..

Iman mulai menyuap nasinya.

"Sisain buat Doni ya, Pah." Iman mengangguk.

"Katanya mau cerita." Nisa menarik nafas lebih dulu sebelum menceritakan kejadian pagi sampai siang tadi.

"Mereka emang begitu."

"Mamah nggak suuzon 'kan, Pah?" Iman menggeleng. Ia tahu watak kakak perempuan satu - satunya itu. Seperti yang lain, yang ditakutinya hanya Hasby.

"Dia pasti takut Teh Yanti ngadu sama suaminya, terus suaminya yang comel itu ngadu lagi sama Bang Hasby." apa yang dikatakan Iman tepat dengan apa yang Nisa pikirkan.

"Itu paket sembakonya?" tunjuk Iman pada kantong yang diletakkan Nisa di dekat lemari makan. Nisa mengangguk.

"Alhamdulillah, berarti Papah bisa istirahat dulu."

"Istirahat gimana, maksudnya? Perasaan Papah banyakan istirahatnya." bibir Nisa mengerucut.

"Memang Alhamdulillah, tapi.."

"Papah cuma bercanda, Mah. Begitu aja sensi." Iman mengeluarkan 2 lembaran merah dari kantongnya dan mengulurkannya pada Nisa.

"Ini dari Anto." mata Nisa membesar.

"Papah kerja apa?" dahi Nisa berkerut.

"Alhamdulillah gitu, Mah!" teriak Iman gusar. Istrinya ini nggak dikasih duit nangis, dikasih malah tanya - tanya.

"Iya, Alhamdulillah." Nisa langsung menyadari kesalahannya.

"Tapi Papah kerja apa, kok Anto ngasihnya banyak banget?"

"Papah nggak ngapa - ngapain!" bibir Nisa membentuk bulatan. Ia meletakkan uang itu lagi di atas meja.

"Mamah nggak mau kalau Papah cuma minta - minta. Rezeki Kita jadi kayak pengemis."

"Ya Papah ngerjain mobil - mobilnya dong, Mah!" teriak Iman lagi.

"Tadi Papah bilangnya.."

"Habis Papah kesal Mamah kebanyakan nanya!"

Nisa langsung memeluk Iman.

"Maafin Mamah, ya? Mamah salah." meskipun kesal, Iman tidak dapat menolak setiap Nisa memeluknya. Ia balas memeluk Nisa dengan perasaan bersalah. Uang itu memang di berikan Anto.

"Untuk Nisa. Bukan untuk Kamu."

"Tapi Aku 'kan yang kerja, To? Aku 'kan perlu juga bu.."

"Itu lain lagi." Anto mengeluarkan selembar merahan lagi.

"Buat rokok, 'kan?" Iman mengangguk.

"Kalau tadi Aku kasihin Kamu semua, pasti Kamu ngasihnya yang selembar ini, 'kan? Yang 2 lembarnya Kamu tilep." Iman menggaruk kepalanya. Anto selalu dapat menebak jalan pikirannya.

"Man, Kamu cuma buat rokok aja pengen duit yang gedean, ngerasa nggak cukup, Nisa yang harus mikirin semuanya Kamu kasih setengahnya." Iman menggaruk kepalanya lagi.

"Belajar sayang sama Istri, Man. Istri bahagia, rezekimu pasti lancar."

"Papah kenapa? Kok diem aja? Papah masih kesel, ya?" Nisa meraba wajah Iman.

Iman menghela nafas. Ia balik memegang wajah Nisa. Membelainya lembut. Mata bening Nisa seperti telaga yang selalu menghanyutkannya. Bibir Nisa yang penuh dana selalu terlihat basah..

Wajah Iman mendekati wajah Nisa. Mumpung tidak ada orang di rumah. Nino dan Wiwi masih di tempat kerjanya. Deni juga sedang keluar rumah. Doni, setelah tahu Mamahnya akan pergi bersama Uwak - Uwaknya memilih pulang ke rumah sahabatnya. Ibu Tegar selalu menawarinya makan.

"Daripada makan mie." Doni bosan.

Wajah Iman semakin mendekat. Bibir Nisa bagai magnit yang menyedot bibirnya untuk menempel di sana.

Sebuah lumatan yang melenakan. Nafas Iman terengah. Kelelakiannya kembali menyesakkan celana jeansnya.

**********

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!