Pada hari pernikahannya, Naiya dengan kesadaran penuh membantu calon suaminya untuk kabur agar pria itu bisa bertemu dengan kekasihnya. Selain karena suatu alasan, wanita dua puluh lima tahun itu juga sadar bahwa pria yang dicintainya itu tidak ditakdirkan untuknya.
Naiya mengira bahwa semuanya akan berjalan sesuai rencananya. Namun siapa sangka bahwa keputusannya untuk membantu calon suaminya kabur malam itu malah membuatnya harus menikah dengan calon kakak iparnya sendiri.
Tanpa Naiya ketahui, calon kakak iparnya ternyata memiliki alasan kuat sehingga bersedia menggantikan adiknya sebagai mempelai pria. Dan dari sinilah kisah cinta dan kehidupan pernikahan yang tak pernah Naiya bayangkan sebelumnya akan terjadi.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon roseraphine, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Merasa Bersalah
Ini semua tentu bukan rencana Nada sendiri. Namun rencana Tante Alya yang selalu mengancamnya menggunakan Naiya. Awalnya ia menolak melaksanakan perintah wanita itu, namun ia takut terjadi sesuatu kepada Naiya. Akhirnya dengan berat hati, ia melaksanakan segala perintah tersebut tanpa terkecuali. Apalagi suatu fakta yang membuatnya terkejut, ternyata Wira dan Alya memiliki mata-mata di perusahaan ini.
"Maaf sebelumnya, memang benar laporan itu saya yang meninjau ulang sebelum digunakan untuk presentasi di hadapan para investor, namun waktu saya cek, semuanya telah sesuai dengan apa yang diminta, bahkan untuk bagian anggaran sudah saya cek berulang kali," jawab Azka dengan raut wajah yang meyakinkan.
"Tapi disini jelas-jelas tidak sesuai dengan yang diminta Pak Azka, jadi bisa dipastikan kesalahan ini ada pada divisi anda dan juga anda sendiri yang tidak teliti...," ujar salah satu dewan direksi yang memimpin divisi keuangan.
Tak hanya itu, para dewan direksi yang lain pun mulai mengeluarkan suaranya dan membuat Azka terpojokkan.
"Kesalahan ini sangat fatal apabila laporannya terlanjur dipresentasikan di hadapan para investor...,"
Nada yang menyaksikan sendiri Azka dihakimi oleh orang-orang di ruangan tersebut itu merasa sangat bersalah. Apalagi ketika melihat gurat lelah yang sangat jelas terpatri di wajah pria itu. Bibirnya yang pucat dan kering serta keringat yang mengucur di dahinya. Membuat Nada tidak tega. Ia bahkan tak sanggup menatap wajah Azka saat ini.
"Cukup!" seru Shaka yang sejak tadi hanya diam dan berhasil membuat ruangan tersebut hening seketika. Pria itu kemudian beralih menatap Azka dengan tatapan yang tajam.
"Saya ingin ini menjadi kesalahan terakhir yang kamu perbuat sebagai seorang direktur operasional, Azka! Saya akan memberikan peringatan pertama untuk kamu!" kata Shaka kepada adiknya itu dengan nada yang tegas.
"Dan untuk kalian semua, tolong kelalaian yang dilakukan oleh Pak Azka ini jangan sampai terjadi kepada kalian," imbuh Shaka kepada para dewan direksi yang lain. Pria yang menjabat sebagai direktur utama itu pergi begitu saja meninggalkan ruangan tanpa sempat mendengarkan permintaan maaf yang ingin diucapkan oleh Azka.
Orang-orang yang berada di ruangan tersebut juga mulai keluar satu persatu hingga kini hanya menyisakan Azka, Regan, Naiya, dan juga Nada.
"Ada masalah apa lo sama Shaka?" tanya Regan tanpa basa-basi kepada Azka.
Sikap Shaka kepada adiknya ini terlihat sedikit berbeda dari biasanya. Bahkan Shaka yang biasanya kritis dan memperingati para karyawannya yang melakukan kesalahan dengan panjang lebar kini hanya mengucapkan beberapa patah kata kemudian langsung memberikan peringatan satu. Tentu hal tersebut membuat Regan terkejut.
"Gak tahu. Tanya aja sendiri sama orangnya," sahut Azka cuek setelah melirik Naiya sebentar kemudian beranjak dari duduknya lalu keluar dari ruangan tersebut.
Regan yang melihat itu hanya bisa mengembuskan napas lelah dan meraup sambil mengusap wajahnya dengan tangan.
"Terserah lo berdua! Gak ngurus gue!"
-o0o-
"Syukurlah kamu baik-baik aja, Nad."
Naiya menatap sahabatnya itu penuh syukur karena bisa melihat Nada yang sedang makan dengan lahap di hadapannya. Setelah keluar dari ruangan rapat tadi, kedua wanita itu pergi bersama ke kantin karena memang sudah waktunya untuk makan siang.
Mereka memilih tempat paling pojok yang tertutup tiang basement agar dapat lebih leluasa untuk mengobrol.
"Aku juga bersyukur lihat kamu baik-baik aja, Nai. Aku benar-benar khawatir kalau mereka ngapa-ngapain kamu," ucap Nada. Ada kelegaan yang dipancarkan dari matanya.
"Mereka?" Naiya mengernyitkan keningnya tanda tak mengerti.
"Tante Alya, dia ngancam aku mau berbuat sesuatu sama kamu kalau aku gak turuti keinginan dia," jawab Nada.
Naiya membulatkan matanya terkejut. Ternyata bukan hanya dia diancam, namun Nada juga. Mereka benar-benar dipermainkan oleh dua orang berhati iblis itu.
"Kamu tahu, Naiya? Permasalahan di ruang rapat tadi, semua itu rencana Tante Alya," imbuh Nada kemudian meletakkan sendok makannya.
"Maksudnya?" tanya Naiya bingung.
Nada melirik kiri dan kanan sebelum berbisa dengan suara yang lirih, "Aku yang udah buat laporan itu kacau sampai jadi kesalahan fatal, Nai. Semua itu perintah dari Tante Alya. Kalau aku gak turuti, dia bakal ngelakuin sesuatu sama kamu."
Naiya menggeleng tak percaya mendengar jawaban Nada. Papanya dan Tante Alya benar-benar menginginkan Keluarga Wijaya hancur berantakan. Terbukti dengan masalah di ruang rapat tadi saja sudah bisa membuat hubungan Shaka dan Azka menjadi renggang. Apalagi kejadian kemarin, Papa Andra dan Shaka juga adu mulut karena dirinya.
"Naiya! Kok melamun?" tanya Nada menyadarkan Naiya, "Oh, ya! Kok kamu bisa kerja di sini? Gimana ceritanya?"
"Aku disuruh Papa buat kerja di kantor ini, Ra. Aku sempat menolak, tapi aku juga diancam sama Papa. Bawa-bawa kamu juga," jawab Naiya.
"Hah? Jadi kita berdua udah diancam dengan hal yang sama?" Nada tak habis pikir setelah mendengar jawaban dari sahabatnya itu.
Naiya mengangguk membenarkan pernyataan Nada. Jika dipikir-pikir, ia belum mendapatkan perintah apapun dari Papanya. Pria paruh baya itu hanya menyuruhnya untuk masuk ke perusahaan Wijaya. Naiya khawatir jika nanti Papanya akan menyuruh dirinya untuk melakukan hal yang jauh lebih buruk.
"Kita harus lakuin sesuatu, Nad. Kalau diam aja, pasti kita akan selalu berhadapan dengan situasi kaya gini," ujar Naiya dengan nada serius. Kali ini memang mereka harus berani menghadapi resiko.
"Kamu benar, Nai. Aku sebenarnya gak takut sama mereka. Aku cuma takut sama ancaman mereka yang selalu bawa-bawa kamu," ucap Nada dengan nada khawatir.
"Selama ini aku juga cuma khawatir kalau mereka berbuat nekat sama kamu, Nad. Aku udah gak mau lagi sebenarnya nuruti kemauan mereka yang terlampau batas itu. Apalagi perbuatan-perbuatan yang sudah masuk ke ranah kriminal. Aku udah gak bisa," Naiya memejamkan mata berusaha untuk mengendalikan dirinya agar tak terbayang oleh trauma yang terjadi di masa lalu. Dia tidak boleh kehilangan kendali. Dia tidak ingin menyusahkan Nada.
Nada yang paham dengan kondisi Naiya itu seketika menggenggam tangan sahabatnya yang terasa dingin. Ia juga mengelusnya perlahan. Hingga akhirnya sepasang mata itu terbuka setelah terpejam beberapa saat.
"Tenang, Nad! Semuanya bakal baik-baik aja. Walaupun ada yang harus berkorban nantinya, aku siap. Kamu gak usah khawatir," ucap Nada mencoba menenangkan Naiya.
Mendengar ucapan itu, Naiya dengan cepat menggeleng, "Aku sudah bilang bukan cuma kamu. Tapi aku juga."
"Iya. Kita sudah berjanji akan selalu bersama-sama, kan?" ucap Nada dengan senyumannya. Sekarang bukan waktunya untuk bersedih. Banyak hal yang harus mereka lakukan termasuk menguatkan diri masing-masing. Apapun yang terjadi kedepannya, Nada berharap Naiya bisa mendapatkan kebahagiaannya selalu.