Alana terpaksa menikah dengan seorang CEO dingin bernama Adam Pratama atas permintaan saudara kembarnya, yang kabur satu hari sebelum pesta pernikahan.
Seiring berjalannya waktu, Adam menunjukkan rasa pedulinya pada Alana dan mulai melupakan mantan kekasihnya.
Akankah muncul benih-benih cinta diantara mereka berdua? Apalagi mengingat kalau ini adalah pernikahan yang terpaksa semata?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Senja, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab. 26
"Jangan lakukan ini, Adam. Aku tahu kamu masih mencintaiku, kan? Kembalilah padaku, kita bersama-sama lagi seperti dulu dan—" belum selesai Sherly bicara, Adan sudah lebih dulu mencengkram dagu wanita itu.
"Tidak dengar ucapan ku tadi, pengkhianat? Keluar!" Adam menghempaskan Sherly hingga jatuh di pelukan Kenan.
Sherly mendongak, sedangkan Kenan menatap jijik ke arah wanita itu.
"Kenapa diam saja, Ken. Cepat bawa dia pergi!" titah Adam dengan marah. Pria itu berbalik, enggan menatap wajah Sherly.
Entah kenapa jika melihatnya, selalu saja seperti melihat Alana. Hanya saja, tatapan Alana lebih meneduhkan dan membuatnya luluh.
Kenan mengangguk dan segera membawa Sherly pergi dari sana sebelum Adam semakin murka. Lalu menjadikan dirinya sasaran empuk.
"Bodoh, bagaimana bisa dulu aku mencintai wanita seperti dia?" gumamnya dalam hati.
*****
Di luar ruangan, Sherly terus mencoba memberontak. Wanita itu tidak terima diperlakukan seperti sampah oleh Adam.
"Lepaskan aku, Ken. Seharusnya kamu membelaku. Membantuku memperjuangkan cintaku dengan Adam, bukan malah menyeret ku dengan tidak hormat seperti ini," protes Sherly dengan nafas menggebu dan dada naik turun menahan emosi. "Kamu tahu 'kan kalau aku sangat mencintainya!"
Kenan yang mendengar kata-kata tidak penting yang keluar dari bibir Sherly, hanya bisa memutar bola mata malas.
Jika biasanya, Kenan akan tertarik dengan wanita cantik, seksi dan menggoda, tidak kali ini.
Bahkan jika Sherly memberikan tubuhnya pada Kenan dengan cuma-cuma sekalipun, Kenan akan menolaknya mentah-mentah.
"Ken, kenapa diam saja. Bantu aku!"
"Tidak mau!" tolak Kenan. Ia hendak pergi, namun Sherly lebih dulu menarik lengannya hingga langkah pria itu terhenti. "Ada apalagi?!"
"Kumohon, aku... aku tidak bisa hidup tanpa Adam. Selama ini aku begitu menderita. Aku sadar kalau—"
"Cih!" Kenan berdecih seraya tersenyum mengejek. "Tidak bisa hidup apanya, buktinya sekarang kamu masih sehat dan belum mati kan?!" celetuk Kenan berhasil membuat kedua mata Sherly membulat sempurna.
Setelah mengatakan kalimat itu, Kenan meninggalkan Sherly dan masuk kembali ke ruangan Adam.
"Argh! Brengsek kalian!" Sherly mengepalkan tangannya erat lalu pergi.
*****
"Dia sudah pergi?" tanya Adam sambil memijat kepalanya dan menyandarkan punggungnya di sofa.
Menghadapi Sherly melebihi dirinya menghadapi Alana. Wanita itu lebih menjijikan dan agresif. Adam benar-benar geli sendiri.
Apalagi setelah tahu kalau selama ini Sherly pergi bersama pria lain. Bertambah pula rasa bencinya.
"Kenapa menghindarinya?" Kenan balik bertanya. Tidak biasanya Adam bersikap menyebalkan begini, menolak wanita lalu meminta dirinya mengusirnya dengan tidak hormat.
"Sudah tahu alasannya kenapa masih bertanya," sahut Adam memasukan kembali ponselnya ke dalam saku kemejanya. "Aku jadi telat menjemput istriku dan terpaksa menyuruh Boy."
Ingin sekali Adam menepati janjinya, menjemput Alana pulang kuliah. Namun, siapa sangka kedatangan mantan kekasihnya membuat dirinya menggagalkan rencana itu.
"Harusnya kamu menyuruhku, Dam. Aku 'kan bisa ketemu sama gadis itu." Kenan senyum-senyum sendiri, sama seperti yang Adam lakukan beberapa hari lalu.
Adam mengernyit bingung. "Gadis itu? Siapa maksudmu?"
"Ya siapa lagi kalau bukan sahabatnya Alana," jawab Kenan malu-malu. Mirip seperti anak remaja yang sedang jatuh cinta.
"Clara?" tanya Adam tepat sasaran.
Kenan menganggukkan kepala sebagai jawaban.
"Jangan mendekatinya. Cari gadis lain saja." Adam bangkit dari tempat duduknya, berjalan menuju pintu keluar.
"Hei, ada apa denganmu. Kamu sudah punya Alana," sahut Kenan tidak terima. "Atau jangan-jangan kamu berniat menjadikan gadis itu istri keduamu," ceplosnya.
Pletak.
Adam mengambil pulpen yang ada di saku celananya dan melemparnya ke arah Kenan. Tepat sasaran, mengenai jidat pria tampan itu.
"Jaga bicaramu, sialan! Bagiku Alana sudah cukup. Aku bukan kamu yang suka celup sana sini!" Adam menutup kembali pintu ruangannya, mengabaikan Kenan yang masih diam mematung mendengar itu.
"S–sejak kapan dia jadi bijak begitu? Menggelikan sekali."
*****
Malam pun tiba. Alana mondar mandi di depan cermin dan sesekali berkaca melihat dirinya sendiri.
Dengan gaun dinas malam berwarna putih tulang yang senada dengan warna kulitnya dan tanpa memakai dala man apapun, Alana terlihat sangat menggoda.
Ia menggigit bibir bawahnya sendiri, malu karena sudah bertingkah seperti wanita penggoda. "Astaga, kenapa seksi sekali sih. Semua gara-gara Clara, menyarankan aku membeli ini. Sudah tau kalau aku mau yang satunya tadi," gerutunya kesal.
Padahal, Alana hanya berniat memakai gaun dinas yang biasa saja, namun siapa sangka jika Clara malah memilihkan yang paling terbuka dan dirasa cocok sekali untuk Alana.
"Ingat, Al. Kamu harus bersikap seolah-olah kamu itu adalah wanita nakal. Kedip kan matamu, gigit bibirmu sendiri dan bicara dengan sedikit men desah."
Kalimat dari Clara itu selalu terngiang di ingatan Alana. Haruskah ia melakukannya di depan Adam?
Ceklek.
Jantung Alana berdebar sangat kencang saat mendengar suara pintu kamarnya terbuka. Lalu tertutup kembali dan tak lupa bunyi 'klik', pertanda pintu dikunci dari dalam.
Perlahan, suara langkah kaki seseorang berjalan mendekat dan berhenti tidak jauh dari tempat Alana berdiri.
"Sayang, apa yang kamu lakukan di sana? Kemari lah," ucap Adam membuat seluruh tubuh Alana mere mang seketika.
Hayo ngapain Al🤣