Tak pernah terpikirkan bagi Owen jika dirinya akan menikah dengan selebgram bar-bar semacam Tessa. Bahkan di sini dialah yang memaksa Tessa agar mau menikahinya. Semua ia lakukan hanya agar Tessa membatalkan niatnya untuk menggugurkan kandungannya.
Setelah keduanya menikah, Tessa akhirnya melahirkan seorang putri yang mereka beri nama Ayasya. Kehadiran Ayasya, perlahan-lahan menghilangkan percekcokan yang awalnya sering terjadi di antara Tessa dan Owen. Kemudian menumbuhkan benih-benih cinta di antara keduanya.
Empat tahun telah berlalu, satu rahasia besar akhirnya terungkap. Seorang pria tiba-tiba datang dan mengaku sebagai ayah biologis Ayasya.
Bagaimana kelanjutan rumah tangga Owen dan Tessa?
Apakah Ayasya akan lebih memilih pria yang mengaku sebagai ayah biologisnya dibanding Owen, ayah yang merawatnya selama ini?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon ShasaVinta, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 26. Aya sakit
“Bun, jangan seperti ini. Kumohon maafkan aku.” Owen memohon, memelas kata maaf agar terucap dari bibir istrinya.
Tessa yang tak ingin mendengarkan apa pun ucapan Owen, segera berpindah ke sofa yang berada dalam ruang perawatan VIP. Menyadari jika istrinya sedang merajuk, Owen hanya bisa menghela napas berat.
Di pikiran Owen, Tessa pasti marah padanya karena ia yang tak menjawab panggilan telepon. Wajar dia marah. Kebayang bagaimana paniknya Tessa saat harus sendiri ketika Aya demam, batin Owen.
Owen melihat Tessa yang menyandarkan tubuhnya di sofa. Kedua netranya terpejam, Owen semakin merasa bersalah melihat istrinya tampak begitu kelelahan. Belum lagi helaan napas Tessa, seperti menyiratkan jika istrinya itu sedang banyak pikiran.
Owen memutuskan untuk bicara pada Tessa. Namun sebelumnya, ia akan memeriksa keadaan putrinya dulu.
Putri kecilnya, sedang tertidur. Wajahnya memerah karena demam. Saat Owen mengecup keningnya, Aya menggeliat, tidurnya terusik dan hampir saja ia terbangun. Segera Owen membelai lembut puncak kepala Aya. Salah satu cara ampuh agar Aya bisa kembali terlelap.
Kini saatnya Owen untuk bicara pada istrinya. Cukup lama ia berdiri mematung di dekat Tessa dan hanya berani memandangi wajah yang tampak begitu kusut.
Belum juga Owen sempat duduk, Tessa sudah membuka kedua netranya. Owen salah tingkah, ia tertangkap basah sedang memandangi wajah istrinya.
Kening Tessa mengernyit, “Ada apa?” tanyanya.
“Hem, maaf jika mengganggu tidurmu.” Owen akhirnya mendudukkan dirinya di samping Tessa.
Tak Owen duga, Tessa malah menggeser posisi duduknya hingga kini ada jarak di antara mereka.
“Bolehkah gantian aku yang bertanya, ada apa sebenarnya?” tanya Owen.
“Apa terjadi sesuatu selama aku pergi?”
“Aya demam, kamu nggak bisa aku hubungi, dan akhirnya aku membawa Aya ke rumah sakit seorang diri,” jawab Tessa datar tanpa memandang Owen.
“Bun, maafkan aku yang tak menjawab panggilanmu. Aku mengakui kesalahanku,” ujar Owen.
“Tapi apakah ada hal lain lagi terjadi, yang tak kuketahui?” Pertanyaan Owen ini di jawab dengan gelengan kepala oleh Tessa.
“Bun,” panggil Owen namun Tessa tetap tak acuh.
“Tessa,” panggilnya lagi. “Tatap aku!”
“Tatap aku dan katakan jika tak terjadi apa pun,” tantang Owen.
Sayangnya, Tessa masih bertahan dengan diamnya. Kembali ia mengabaikan suaminya. Owen menghela napas berat.
“Baiklah. Kuanggap masih ada sesuatu hal di antara kita yang belum selesai kita bahas. Entah kapan kamu bersedia untuk bicara agar kita bisa menyelesaikannya. Aku akan menunggu saat itu tiba,” ucap Owen.
“Tapi untuk saat ini, bolehkah kuminta kita bekerja sama dalam merawat Aya? Aku yakin kita sependapat, jika Aya membutuhkan kita berdua saat ini,” lanjutnya.
Cukup lama Owen menanti bagaimana reaksi Tessa. Sayangnya, istrinya itu sangat betah memejamkan matanya. Padahal Owen tahu jika Tessa tak benar-benar tertidur.
Hingga tak berala lama, Tessa akhirnya berdiri. “Aku mengantuk. Aku akan tidur bersama Aya,” ungkapnya.
“Jika ingin tetap di sini, Bang Owen bisa tidur di sofa.”
“Tentu, aku akan di sini bersama kalian,” balas Owen. “Sana, istirahatlah. Jangan sampai kamu juga ikutan sakit,” lanjutnya.
Malam itu, tak ada lagi perbincangan antara Tessa dan Owen. Keduanya menyadari jika ada masalah yang harus mereka selesaikan, tapi tidak dalam kondisi seperti saat ini. Yang terpenting saat ini adalah kesembuhan Aya.
...…...
Paginya Owen terbangun saat mendengar suara jerit tangis putrinya. Sesaat ia tersenyum ketika melihat ada selimut yang menyelimuti tubuhnya.
Salah satu perubahan besar dari seorang Tessa yang diakui Owen, semakin hari istrinya menjadi lebih perhatian bahkan untuk hal-hal kecil. Owen semakin merasa bersalah. Karena hal yang tak penting semalam, ia kembali lalai dengan kewajibannya sebagai suami.
“Bang, kenapa malah melamun!” tegur Tessa.
“Eh … iya, maaf Bun.” Hanya beberapa langkah, Owen kini sudah berada di sisi Tessa.
“Aya, kenapa nangis terus ya, Bang?” tanya Tessa mulai panik.
Memang sejak pukul 4 dini hari, Aya yang tidur dalam pelukan sang Bunda terbangun dan terus menangis. Aya hanya akan berhenti menangis saat Tessa menimangnya. Owen yang memeriksa suhu tubuh putrinya bisa merasakan jika kini suhunya semakin meningkat.
“Bun, tolong gantikan pakaian Aya. Aku akan menghubungi dokter untuk memberikan obat penurun demam,” ucap Owen.
Tessa mengangguk lalu mulai melakukan yang dikatakan oleh suaminya. Ia pilihkan baju yang menurutnya paling nyaman untuk putrinya.
Saat Owen kembali, langkahnya ia percepat saat mendengar jerit tangis putrinya. Benar kata Tessa, Aya terus menangis saat Tessa sedang mengganti pakaiannya. Perawat yang datang bersama dokter spesialis anak, bergegas membantu Tessa.
Sesaat setelah berada dalam gendongan Ibunda, jerit tangis Aya mereda. Tessa kembali menimang putrinya. Gurat lelah, sedih, dan khawatir tampak jelas di wajahnya. Sepertinya hati Owen merasa sesak saat melihat kacaunya tampilan istrinya saat ini.
Karena tak ingin Aya kembali menangis, dokter harus memeriksa Aya yang masih digendong oleh Bundanya. Begitu juga saat perawat akan menyuntikkan obat penurun demam pada selang infusnya, semua dilakukan ketika Aya masih dalam gendongan.
Setelah dokter dan perawat pergi, Tangisan Aya pun akhirnya benar-benar berhenti. Owen yang baru saja selesai menyegarkan tubuhnya berpamitan untuk pergi membeli sarapan.
Sekembalinya Owen, hatinya terenyuh saat melihat istrinya yang tidur dalam keadaan duduk di atas hospital bed. Putrinya Aya yang masih berada dalam gendongannya pun sama. Balita cantik itu tidur sangat lelap. Sepertinya ia sangat nyaman tidur dalam dekapan sang Bunda.
Owen bergerak begitu pelan, menata sarapan yang telah ia beli ke piring milik rumah sakit. Setelah itu barulah ia bangunkan Tessa.
“Bun, bangun. Ayo, kita sarapan dulu.” Owen mengusap pelan lengan Tessa, hingga kedua netra indahnya akhirnya terbuka.
“Hem … maaf, aku tertidur.”
“Tak apa, aku tahu kamu kelelahan. Ayo, sarapan dulu.” Owen menarik kursi agar lebih dekat dengan hospital bed.
“Makanlah duluan,” tolak Tessa.
Owen menggeleng. “Aku tak bisa. Kita terbiasa sarapan bersama.”
Tessa memalingkan wajahnya untuk menyembunyikan seutas senyum di bibirnya. Hatinya menghangat mendengar pengakuan Owen.
“Jangan berlebihan! Memangnya kamu nggak lihat aku lagi ngapain sekarang. Bagaimana aku bisa sarapan, Bang.” Tessa masih terus berusaha menolak.
“Bisa! Kamu hanya perlu buka mulut. Aku akan menyuapimu,” ucap Owen.
“Ayo! Aaa ….” Owen membuka mulutnya lebar-lebar, memberi contoh apa yang harus Tessa lakukan.
Ah! Tessa sungguh ingin tertawa saat ini. Wajah suaminya sangat lucu, pikir Tessa. Beruntung tawanya tak pecah saat itu juga.
Tessa pun akhirnya mengikuti instruksi Owen. Ia menerima satu sendok suapan nasi goreng sebelum Owen juga menyuapkan sesendok untuknya sendiri.
“Bang, bagaimana jika kamu makan saja lebih dulu,” usul Tessa.
“Aku bahkan belum mandi, belum sikat gigi. Masa iya, kamu makan dari sendok bekasku,” lanjutnya.
“Lalu apa masalahnya?” Owen bertanya balik pada Tessa.
“Apa mungkin kamu yang tak ingin menggunakan sendok yang sama denganku?” tudingnya.
“Bukan begitu, tapi-“ ucapan Tessa disela Owen.
“Tak ada tapi, Bun. Kamu istriku, jadi jangan sungkan,” tegas Owen.
“Lagipula, langsung dari bibirmu pun sudah kucicipi,” ucapnya lirih namun masih bisa terdengar oleh Tessa, membuat kedua pipinya merona.
Setelah sesi suap-suapan untuk sarapan selesai, Owen membereskan pirig dan gelas bekas makan mereka. Lalu ia menggantikan Tessa untuk menggendong putrinya. Ia meminta Tessa untuk beristirahat dan menyegarkan tubuhnya.
Tessa sampai menggeleng. Tak percaya jika ia baru saja masuk dalam permainan suaminya. Harusnya tadi bisa seperti ini saja, Owen sarapan lebih dulu, lalu bergantian menggendong putrinya dan ia bisa sarapan sendiri.
“Aku mandi dulu ya, Bang,” ucap Tessa yang diangguki oleh Owen.
Setelah mandi, Tessa tampak lebih segar. Wajahnya tak sepucat sebelumnya. Rambutnya pun sudah ia tata, tak lagi berantakan dengan kunciran asal.
“Bang, apakah kamu bisa menjaga Aya lebih lama?” tanya Tessa.
“Tentu saja, kamu istirahatlah.”
Tessa menggeleng, “Aku ingin pulang ke rumah sebentar. Aku ingin mengambil baju ganti untukku, juga untuk Aya.”
“Baiklah. Pulanglah, tapi jangan hanya untuk mengambil pakaian saja. Aku ingin kamu beristirahat dengan nyaman di rumah walau hanya sebentar,” ucap Owen.
“Jangan khawatir, aku akan menjaga Aya dengan baik,” imbuhnya.
...…...
Cukup banyak yang dilakukan Tessa di rumahnya. Mulai dari merapikan kamar, mengemas pakaian Aya dan pakaiannya untuk dibawa ke rumah sakit, juga beres-beres seluruh penjuru rumah.
Semua dilakukan Tessa dengan cepat. Tak ada waktu istirahat sesuai pesan Owen. Hingga tak butuh waktu lama untuk Tessa kembali ke rumah sakit.
Baru saja Tessa mulai melajukan mobilnya, keningnya mengernyit saat melihat sosok yang keluar dari rumah Nawra. Dua mobil yang terparkir rapi di carport rumah Nawra, membuat Tessa curiga jika orang-orang itu sudah berada di rumah Nawra sejak semalam.
“Apa itu artinya-“ Tessa menggantung ucapannya.
“Ah, sebaiknya aku tanyakan saja pada Bang Owen,” monolognya.
Hanya beberapa menit memgemudi hingga Tessa tiba di rumah sakit. Beberapa perawat dan dokter yang tahu siapa Tessa, menyapa dengan ramah.
Namun saat Tessa masuk ke dalam ruang perawatan putrinya, Ia disambut dengan sebuah kejutan.
“Akhirnya kau kembali juga!”
...——————...
nawra wanita licik, ben..
wah alfio serius kamu suka ama qanita aunty dari putri mu, takdir cinta seseorang ga ada yang tau sih ya.
kak shasa setelah ini kasih bonchap kak pengen tau momen tessa melahirkan anak kedua nya, pengen tau raut bahagia dari owen, aya dan semua menyambut kelahiran adik nya aya...