Kematian adik perempuannya yang tragis membuat Rama berubah 180 derajat. Apa lagi ketidak mampuannya sebagai aparat penegak hukum untuk mengungkap siapa dalang dibaliknya membuatnya menjadi lebih frustasi lagi. Hal itulah yang membuatnya selalu bertindak keras terhadap apa pun yang terjadi di sekelilingnya. Hingga sebuah hukuman dari sang komandan membawanya pada keputusan lain.
Namun peristiwa bom bunuh diri di sebuah kafe di tengah kota membawanya bertemu dengan seorang wartawan lepas yang sedang berjuang mempertaruhkan kariernya di kantor berita nasional.
Kaysa Mella yang sedang mencari bahan pemberitaan untuk menaikkan jenjang kariernya di dunia jurnalis yang sangat dia cintai seperti pengembara yang menemukan oase di tengah padang pasir saat bertemu dengan Rama.
Apakah yang akan terjadi setelah mereka bertemu? lebih banyak drama ataukah tragedi?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon fitTri, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Prosedur
*
*
Kaysa merogoh ponselnya di saku afron, beruntung kafe tempatnya bekerja tidak menetapkan aturan terlalu ketat soal urusan pribadi. Menjadikannya bisa dengan leluasa mengurusi Aslan dan segala yang berhubungan dengannya.
"Maaf, aku masih belum pulang. Jadi masih tidak bisa menggantikanmu menjemput Aslan. Tugasku sedang padat minggu ini." pesan dari Rama, seperti hari-hari sebelumnya.
Kurang lebih satu minggu lamanya pria itu tak menampakkan batang hidungnya setelah terakhir kali mereka makan bersama di restoran cepat saji. Tapi dia selalu mengirimkan pesan setidaknya dua kali sehari untuk mengabari dan bertanya soal Aslan.
Dan hal itu menjadi rutinitas terbaru bagi mereka.
"Tidak apa-apa, aku sudah menyuruh seseorang untuk menjemput." balas Kaysa.
"Siapa? papanya?" pria itu pun membalas.
"Tukang ojek online, kebetulan sudah kenal. Jadi kalau aku sibuk, Aslan dia yang menjemput."
"Apa aman?"
"Aman. Dia tinggal di unit bawah dengan teman-teman satu aplikasinya."
"Begitu. Baiklah." lalu tak ada balasan lagi.
"Ish, kebiasaan orang ini. Tiba-tiba muncul, tiba-tiba menghilang? apa sih pekerjaannya?" Kaysa bergumam sambil menatap layar ponselnya, berharap pesan masuk lagi dari nomor Rama. Tapi nihil, setelah beberapa lama pria itu tak lagi mengirimkan pesan.
*
*
Rama turun dari mobil mereka paling awal, diikuti rekan-rekan yang di pimpinnya di belakang yang dia periksa satu-satu untuk memastikan kelengkapan alat tempurnya.
Topi baja berteknologi canggih dengan kamera yang terhubung dengan server di markas besar mereka. Kaca mata berinfra merah yang bisa di gunakan dalam kegelapan, rompi anti peluru dengan dua pistol terisi penuh dengan peluru di sisi kiri dan kanan, juga bahan peledak dan gas air mata di sabuknya. Juga peralatan pendukung lain selain senapan semi otomatis yang selalau menggantung di pundaknya.
Tanpa banyak kata, mereka segera memulai untuk menjalankan misi terakhir hari itu. Membongkar penyelundupan ribuan ton bahan bakar di jalur laut menuju Sumatera yang nantinya akan di seberangkan ke Malaysia dan seluruh kawasan Asia lainnya.
Ini rumit, dan harus sangat berhati-hati karena mafia internasional ikut berperan. Mereka yang menguasai jalur perdagangan gelap yang mencakup wilayah ASEAN dan Eropa. Bahkan hingga ke Amerika. Mengeruk kekayaan alam negeri, dan menjualnya ke oknum di luar untuk mengambil keuntungan. Dan itu sangat merugikan negara.
Namun sepak terjangnya yang begitu rapi sangat sulit untuk di bongkar, terlebih lagi ada campur tangan banyak pihak di dalamnya yang membuat pengusutannya tidak bisa di tuntaskan karena kurangnya bukti. Dan di sinilah peran pasukan hantu di butuhkan.
Rama dan ke tujuh rekannya sudah berada di speed boat yang segera melesat membelah lautan. Yang setelah beberapa saat tiba di sebuah area tempat kapal selam milik angkatan laut berada. Mereka masuk ke dalamnya, yang segera membawa tujuh pria pilihan ini mengarungi samudera untuk mengejar kapal pembawa bahan bakar secara diam-diam.
Segalanya telah di persiapkan secara matang, dan misi ini tidak boleh gagal. Apa pun harus di lakukan untuk menghentikan penyelundupan dan mendapatkan bukti, sehingga kekayaan negara bisa di selamatkan untuk kepentingan rakyat dan segala kejahatan bisa terbongkar seluas-luasnya.
"Kita sampai." mereka bersiap keluar ketika permukaan kapal selam telah berada di atas air.
Dengan kecepatan penuh dua kapal air itu berkejaran di siang yang terik. Tentu tanpa di sadari oleh salah satunya.
Garin menembakkan senapan khusus berisi sling baja yang tersangkut dengan sempurna di bagian belakang kapal. Diikuti oleh empat orang lainnya. Kemudian empat rekan mereka bersiap untu melompat berpindah tempat. Merayap di sling baja, dan naik ke atas kapal besar itu, diam-diam dan tak terdeteksi.
Rama tiba terlebih dahulu, seperti biasa. Dia memastikan keadaan aman untuk rekan-rekannya, kemudian memberi isyarat untuk maju.
Ke empat pria itu menyelinap di antara jejeran tong dan drum yang di perkirakan berisi berliter-liter bahan bakar, juga tumpukan tambang dan kotak-kotak kayu untuk penyamaran.
Berkamuflase sehingga tak seorangpun menyadari kehadiran mereka. Bahkan dua penjaga di ujung anjungan yang tengah minum-minum pun tak melihat pergerakan mereka.
Rama menggerakkan tangannya dan di fahami oleh anggotanya, yang segera menyebar seperti biasa. Menuju ke empat penjuru, untuk memulai penyergapan hari itu. Kemudian empat anggota sisa mengikuti dari belakang. Masing-masing dengan tugasnya sendiri.
Rama dan Garin masuk ke ruang kemudi, menemukan tempat itu cukup lengang. Tak ada siapa pun selain sang pengendali kemudi yang berkonsentrasi denga mesinnya.
Diam-diam, dan mengendap-endap kedua pria itu berjalan. Tanpa di sadari mereka sudah berada di belakang pria pengemudi. Lalu menempekan pucuk senjata apinya di belakang kepala pria itu. Membuatnya hampir saja menoleh.
"Kurangi kecepatan, segera!" ucap Rama dengan penuh penekanan.
"Angkat tanganmu di kepala!" katanya setelah pria itu mengatur otomatis agar laju perahu besarnya berkurang.
"Telungkup di lantai, dan diamlah." katanya lagi, yang membuat pria itu tak memiliki pilihan selain menurut.
"Madi, kenapa kau mengurangi kecepatan? kita akan terlambat tiba di Pahang! dan bos akan marah." seseorang muncul di ambang pintu.
Dia membeku, melihat dua pria berperawakan tinggi dengan seragam hitam-hitam berpenutup wajah dan senjata tertodong di kepala rekannya.
"Penyusup!" pria itu berteriak, kemudian segera berlari ke luar.
Garin mencoba mengejarnya, namun dia berhenti saat penumpang kapal lainnya bermunculan. Belasan pria bersiaga, sementara anggota pasukan hantu lainnya pun bersiap di persembunyian mereka, menunggu aba-aba dari Rama.
"Polisi tidak tahu diri! apa uang yang di berikan bos kami tidak cukup banyak untuk membuat kalian diam?" teriak salah satu dari mereka yang di perkirakan adalah pemimpinnya. Dengan penampilan berantakan dan setengah mabuk dia maju kehadapan Garin. Membawa pistol dan yang lainnya menggenggam senapan.
Dia menggendikan kepala, lalu dua orang menodongkan senjata.
"Lepaskan dia, atau kepala rekanmu ini meledak." katanya.
"Lepaskan!" teriaknya lagi, namun suara letusan senjata di belakang membuyarkan kerumunan ketika satu abk tumbang di lantai.
Sialan, siapa yang menembak? batin Rama.
Yang membuat Garin segera mengambil tindakan. Dia merebut senjata kemudian menendang dua pria di depannya. Dan segera saja kekacauan pun terjadi.
Tembakan mengudara membabi buta di tengah lautan, sementara Rama dan Garin berusaha menyelamatnya diri. Mereka melompat ke sisi lain, beguling mencari persembunyian, dan kembali mempersiapkan rencana.
"Siapa yag menembak, sialan!" Rama berteriak di alat komunikasinya, namun tak ada yang menyahut.
"Kalian membahayakan diri sendiri!" katanya yang membidik musuh.
"Lain kali tidak boleh bertindak tanpa perintah!" katanya, yang segera menembakkan senapanya ke arah di mana sasarannya telah terkunci.
Satu, dua, tiga abk tumbang dengan luka di bahu. Kemudian dua abk lainnya jatuh dengan luka di dada. Beberapa di antara mereka terluka di bagian kaki, lalu yang lainnya mampu di lumpuhkan dengan tangan kosong. Meski Rama dan Juno harus bergulat terlebih dahulu, namun akhirnya situasi dapat di kendalikan.
"Pol air hampir tiba." Garin berteriak, lalu mengalihkan pandangan ke ujung anjungan.
Dua speed boat besar melesat menuju ke arah mereka, dengan pengamanan dan persenjataan lengkap.
Rama dan rekan-rekannya segera meninggalkan kapal itu begitu mereka tiba, setelah yakin meringkus samua abk, tanpa berbasa-basi apa lagi beramah tamah. Mereka bahkan tak menemui mereka terlebih dahulu setelah menyelesaikan misi, karena prosedurnya memang seperti itu.
*
*
Malam hampir larut ketika mereka tiba di markas. Semua orang turun dari mobil angkut khusus dan membereskan perlengkapan yang mereka bawa, termasuk Rama.
Jam di layar ponselnya menunjukkan pukul 22 pas saat dia melihat, dan beberapa panggilan tak terjawab terpampang di laman notifikasi.
"Kaysa." Rama mengerutkan dahi, lalu duduk di balik kemudi mobilnya.
Sebanyak sepuluh panggilan dari nomor perempuan itu sejak magrib, dan puluhan pesan setelahnya.
Dahinya kembali berkerut setelah membaca pesan-pesan tersebut. Yang terakhir masuk adalah sekitar satu jam yang lalu ketika dirinya dalam perjalanan dari pelabuhan.
"Aslan hilang!"