Dinda Larasati terpaksa harus membuang jauh jauh impiannya sebagai desainer ternama di saat ia harus rela menikah dengan Alan Sudrajat pria yang sudah beristri demi menolong karir sang kakak.
Di dalam pernikahan yang menyakitkan itu hanya kesabaran lah kunci utama Dinda, apa lagi Alan dan istri pertamanya hanya memandang Dinda sebelah mata, bahkan Alan tak pernah adil untuk menafkahi kedua istrinya.
Sampai suatu saat Dinda memberikan seorang bayi laki laki yang sangat tampan untuk suaminya.
Namun Dinda harus mengalami depresi berat saat Alan melarang keras Dinda untuk menemui putranya,
Apakah Alan bisa mencintai Dinda setelah itu ?, wanita yang berkorban mengandung putranya di usia yang masih sangat muda yang sudah menerima dengan ikhlas untuk menjadi istri keduanya.
Bagaimana dengan Faisal sang kakak setelah tahu kehidupan adiknya yang sangat menderita, apakah dia bisa memaafkan Alan selaku atasan dan sahabatnya.
Atau bahkan dia mengutuk dirinya untuk tidak menikah sebelum sang adik mendapat kebahagiaan.
Dan apakah penyesalan kedua pria tersebut mengembalikan Dinda se ceria dulu?''
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Nadziroh, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Rumah sakit
Alan terlihat buru buru menumpuk kembali semua mapnya di saat jam makan siang, tak menyangka kabar yang Ia dapatkan dari papanya membuatnya panik setengah mati, meskipun mencoba menyangkal dan tenang, namun tak bisa, rasa itu terus mengerumuni hatinya, terpaksa Ia harus pergi.
"Mau ke mana?" tanya Faisal saat keduanya berpapasan di depan ruangan Alan.
Alan sedikit kikuk saat keduanya saling tatap.
"Ke rumah sakit," jawabnya singkat, namun Faisal yang masih penasaran terus mengikutinya.
"Siapa yang sakit?" tanya nya lagi.
"Dinda, Faisal terbelalak namun masih tak menghentikan langkahnya, Bahkan Faisal lebih mempercepat melewati Alan.
''Cepat naik!" ucap Faisal membukakan pintu mobil untuk bosnya.
Tak ada pembicaraan dalam perjalanan, Alan maupun Faisal terlihat sama sama panik.
Kamu kenapa dek, kenapa nggak bilang kalau kamu sakit, batin Faisal saat mobil berhenti tepat di bawah lampu merah.
''Sudah hijau, ucap Alan saat Faisal tak juga berjalan.
Faisal begitu khawatir dengan adiknya, bagaimana jika dia tau kalau aku memperlakukannya begitu buruk, apakah dia akan membenciku, terka Alan dalam hati.
Sesampainya didepan rumah sakit tempat Dinda di rawat, Faisal langsung saja berlari masuk menuju resepsionis menanyakan ruang rawat adik tercintanya.
Setelah menyusuri lorong rumah sakit, kini Faisal berada di depan ruang rawat yang di cari, di sana ada pak Heru dan Bu Yanti yang juga terlihat khawatir.
''Bagaimana keadaan Dinda tante?'' tanya Faisal dengan nafas ngos ngosan.
Baru juga mau menjawab, Alan muncul dari belakang Faisal.
Tanpa aba aba Bu Yanti langsung saja menampar pipi Alan.
''Ada apa ini ma?'' tanya Alan yang tak mengerti dengan maksud mamanya yang terlihat murka.
Begitu juga dengan Faisal, ia tak bisa membela bosnya karena itu urusan keluarga.
''Mama kecewa sama kamu Al, ucap Bu Yanti dengan mata berkaca.
Pak Heru yang menyaksikan hanya menahan kedua lengan Bu Yanti memintanya untuk bersabar dan tidak emosi.
''Ma, ingat ini rumah sakit, bisik lagi pak Heru.
''Anak ini perlu dikasih pelajaran pa, bagaimana cara menghargai istrinya, untung mama tadi ke sana, kalau tidak mama nggak tau nasib Dinda yang sudah pingsan di lantai, ucapnya lagi dengan lantang hingga semua yang lewat terpaksa menoleh.
Faisal terkejut dengan pernyataan Bu Yanti kali ini, namun Ia tak bisa berbuat apa apa, mungkin saja Alan memang tidak tau kejadian itu.
Alan hanya mengelus pipinya yang kini memerah, menahan amarahnya karena di permalukan oleh mamanya di depan umum, dan menurutnya itu sangat tidak adil.
Lagi lagi kamu membuat aku malu Dinda, apa aku harus lebih keras lagi supaya kamu tau posisi kamu, batin Alan dengan tangan yang mengepal.
Hening sejenak, tiba tiba pintu terbuka, sosok dokter yang memeriksa Dinda keluar menghampiri seluruh keluarganya.
''Gi mana keadaan adik saya Dok?'' Faisal yang lebih antusias.
Dokter Daka tersenyum bersama dokter yang pertama kali memeriksa Dinda yang mendampingi di sampingnya.
''Kalian tenang saja, Nyonya Yanti, panggil Dokter Daka sembari tersenyum.
''Pasien saat ini sedang hamil, ucapnya, bagaikan es yang mengguyur seluruh tubuh Bu Yanti hingga rasa panas karena kemarahannya itu musnah sudah.
''Beneran Dok?'' tanya Bu Yanti memastikan.
Dokter Daka kembali tersenyum dan mengangguk.
Tak hanya Bu Yanti yang merasa bahagia, Faisal dan pak Heru pun ikut kegirangan dengan kabar dari sang dokter.
Ternyata dia hamil, oke lah itu artinya mama nggak terlalu menuntutku untuk selalu bersamanya karena apa yang di inginkannya sudah tercapai, lagi pula apa yang mereka harapkan sudah terpenuhi, itu artinya mama tidak harus mengusik kebahagiaanku dengan Syntia, gumamnya kecil.
Faisal yang hampir membuka pintu kembali menoleh menatap Alan yang masih tak bergeming.
''Tante masuk duluan biar aku bicara sama Alan, ucapnya.
''Bilangin sama dia, jangan lagi meninggalkan Dinda sendiri di rumah. ucapnya ketus.
''Al, apa kamu nggak bahagia dengan kehamilan Dinda?'' tanya Faisal menyelidik karena dari semuanya hanya Alan yang terlihat biasa saja.
Alan tersenyum, ''Bahagia, tapi nggak harus jingkrak jingkrak juga kan, lebay, mendingan kita masuk lihat keadaan Dinda, menepuk lengan Faisal.
Bu Yanti langsung saja berhamburan memeluk tubuh Dinda yang masih berbaring di atas brankar, wanita paruh baya itu meluruhkan air matanya sembari mengusap kening Dinda yang di penuhi dengan keringat.
''Terima kasih ya sayang, akhirnya kamu hamil,'' ucapnya mencium kening Dinda dengan lembut, seperti ibu kandungnya sendiri Bu Yanti tak sungkan untuk terus mengelus perut Dinda yang masih rata.
Mungkin saat ini memang kebahagiannya tak bisa di gambarkan dengan apapun, itulah Bu Yanti yang terlihat begitu berseri seri.
Pak Heru sebagai suaminya sampai malu melihat sang istri, untung yang di sana hanya Alan dan Faisal, coba kalau orang luar, pasti juga cekikikan saat melihat tingkahnya.
''Selamat ya Din, kamu sukses membuat mama kamu gila, seru pak Heru yang langsung mendapat hadiah tepukan dari Bu Yanti membuat semua terkekeh geli.
Malu maluin saja terus, awas saja kalau sampai merayu aku lempar ke balkon biar kedinginan.
''Din, panggil Faisal yang kini memang di samping Mama Yanti.
''Selamat ya dek, akhirnya kamu hamil juga, menggenggam tangan Dinda yang masih terasa dingin.
Dinda hanya mengangguk, tubuhnya masih sangat lemas karena sebelum Ia pingsan Dinda belum kemasukan makanan sedikit pun.
Semua menyingkir kini gantian Alan yang mendekati Dinda hingga keduanya saling tatap.
Alan mencium kening Dinda dengan lembut, hingga darah Dinda merasa berdesir, ini yang di inginkannya, ciuman dari suaminya dan ini kedua kalinya sentuhan lembut Alan setelah pernikahan waktu itu.
''Selamat ya, ucapnya.
Alan membungkuk mendekatkan wajahnya ke telinga Dinda setelah yang lain duduk di sofa yang sedikit jauh dari brankar Dinda.
''Ingat, di dalam kandungan kamu ada anakku, jadi kamu jangan manja, aku tidak mau kalau sampai anakku kenapa napa gara gara mamanya yang tidak becus mengurusnya, dan jangan sampai mama dan yang lain tau dengan apa yang terjadi di antara kita, bisiknya menekankan kalau Dinda harus menuruti semua perintahnya.
Sok, iya, Dinda tak menyangka di balik ciuman lembut suaminya itu ada hantaman batu yang begitu besar, ternyata Alan masih sama dan tak berubah sama sekali dengan hadirnya seorang bayi.
Kamu memang keterlaluan Kak, aku diam bukan berarti aku lemah, tapi aku tau posisi aku hanya istri kedua, tapi kamu tidak bisa seenaknya meremehkan aku seperti ini, jika kamu tidak mau berbuat baik padaku setidaknya lakukan demi anakmu, dia butuh kasih sayang kamu, Ayahnya.
Tak terasa Dinda malah menitihkan air matanya, tak mau Mama mertuanya itu tau Dinda mencoba memalingkan wajahnya memunggungi yang lain.
''Sal, Bu Yanti menghampiri Faisal yang duduk di sebelah pak Heru.
''Jangan kasih tau orang tua kamu dulu, kita buat kejutan untuk mereka, nanti saat tujuh bulanan Dinda baru kamu jemput mereka kesini, menepuk Bahu Faisal.
Pria itu hanya mengangguk tanpa suara mengerti dengan maksud Bu Yanti.