KARMA
Sebelum membaca karya ini alangkah baiknya jika membaca karya pertamaku yang berjudul Aku Bukan Pelakor, agar bisa mengikuti jalan ceritanya.
Karya KARMA ini menceritakan tentang pembalasan pengkhianatan yang di lakukan julio kepada istri dan anak-anaknya.
Julio bukan hanya mengkhianati istrinya namun ia membohongi ana dengan mengaku lajang untuk mendapatkan hati dan tubuh ana, selain itu ia juga di duga menggelapkan dana perusahaan tempatnya bekerja serta perusahaan milik istrinya.
Lalu apa sajakah KARMA yang akan di terima oleh julio?
Semuanya akan di ceritakan di Novel ini.
Terima kasih, selamat membaca😊
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Irma, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 24
Sepanjang perjalanan menuju Bogor, linangan air mata retno tak hentinya mengalir deras di pipinya. Pengkhianatan yang di lakukan julio merupakan mimpi buruk baginya, julio bukan hanya menorehkan luka di hati retno, tapi juga trauma yang mendalam.
Drrrt...drrrt..
Panggilan masuk dari cakra membuyarkan lamunannya, retno menghapus air matanya kemudian mengangkat telephone dari cakra.
"Assalamualaikum mas." Ucap cakra.
"Walaikumsalam, kamu sudah di mana?" Tanya cakra.
"Baru saja masuk ke Jalan Sindang Subur."
"Oh ya sudah, sebentar lagi samapai. Villanya ada di sebelah kiri, aku akan tunggu di depan." Cakra berjalan menuju pintu gerbang villa agar retno mudah menemukannya.
Sepuluh menit kemudian, retno melihat sosok cakra sedang menunggunya di depan sebuah villa, ia pun langsung meminta supir yang mengantarnya untuk menepikan mobilnya.
"Terima kasih ya pak." Retno memberikan beberapa lembar uang kepada supir taxi yang mengantarnya.
"Tidak nyasarkan?" Cakra membuka pintu mobil.
"Tidak." Retno menggelengkan kepalanya.
"Aku bawain ya." Cakra membantu retno membawakan barang-barang retno masuk ke dalam villa.
"Terima kasih ya mas, kok sepi di mana anak-anak?"
"Anak-anak sudah tidur. Lentera dan baby sittermu tidur bersama rama, sedangakan rangga tidur di kamar sebelahnya, kamu tidur saja di kamar rangga." Ucap cakra.
"Lalu mas cakra tidur dimana?"
"Aku gampang, bisa tidur di mana saja."
"Hatchiiii!!!!"
"Kamu baik-baik saja?" Cakra melihat wajah retno sangat pucat dan sembab.
"Agak sedikit flu, mungkin kecapekan."
"Kamu bersihkan saja dulu tubuhmu dengan air hangat, aku akan buatkan jahe hangat untukmu." Cakra menaruh barang-barang retno di kamar rangga, kemudian ia keluar menuju dapur.
"Tidak usah..." Baru saja retno ingin menolaknya karena tak mau merepotkan cakra, namun cakra sudah terlebih dahulu keluar dari kamar.
Retno mendekat ke arah putra sulung yang tengah tertidur lelap, ia mengelus lembut kepala rangga kemudian mengecupnya.
"Umi rindu denganmu sayang." Bisiknya lirih, rasa bersalah pun kembali muncul dalam benaknya.
"Maafin umi tidak bisa memberikan keluarga yang utuh, tapi umi janji akan selalu menyanyangimu." Buliran-buliran bening kembali menetes di pipi retno.
"Seharusnya anak-anak seusiamu mendapatkan kehangatan keluarga yang utuh, maafkan umi yang membuatmu menjadi anak broken home." Retno beranjak dari tempat tidur rangga dan berlari menuju kamar mandi, ia kembali menumpahkan semua kesedihannya di dalam kamar mandi.
Saat retno berada dalam kamar mandi, rangga membuka matanya.
"I'm not broken umi, your love is enough for me." Ucap rangga, ia kembali memejamkan matanya.
Setelah membersihkan tubuhnya, retno kembali ke ruang tengah sambil membawa selimut untuk cakra.
"Ini jahe hangatnya." Cakra memberikannya kepada retno.
"Terima kasih mas."
"Aku sudah mendengar tentang permasalahan rumah tanggamu dengan suamimu, aku turut prihatin mendengarnya." Cakra memulai obrolannya.
"Aku yakin kamu bisa melewati ini semua, kamu tidak sendiri retno. Aku akan selalu mendampingimu dan juga anak-anakmu." Ucap cakra, retno hanya menundukan kepalanya.
"Nanti aku jadwalkan untuk konsultasi ke psikolog ya."
Meski terlihat sangat tegar, namun cakra melihat sorot mata retno terlihat sangat stres dengan masalah ini, agar tidak sampai pada post-traumatic stress disorder cakra menyarankan retno untuk ke psikolog.
Retno menganggukan kepalanya, ia juga merasa membutuhkan orang yang tepat untuk mencurahkan semua isi hatinya.
"Boleh aku pinjam tanganmu?" Cakra mengeluarkan sfigmomanometer digital dari dalam tasnya, retno mengulurkannya.
"Maaf." Kata yang selalu cakra ucapkan ketika ia hendak menyentuh pasien wanita untuk diperiksa. Ia memasanga dan merekatkan manset pada lengan tangan retno.
" 86/60 rendah, pantas saja wajahmu pucat." Cakra melepaskan kembali manset yang merekat pada lengan retno, kemudian ia mengukur suhu tubuh retno.
"Agak demam, kamu istirahat ya." Cakra memberikan beberapa suplemen untuk retno dan menyuruhnya untuk beristirahat.
Keesokan paginya retno bersiap mengajak kedua putranya untuk mengunjungin kebun binatang.
"Umi, are we going to zoo?" Tanya rangga.
"Ia sayang. Mas mandi dulu sana, bajunya sudah umi siapkan habis itu shalat subuh sendiri ya, umi sedang tidak shalat." Retno memberikan handuk kepada rangga.
"Baik umi." Rangga keluar dari kamar adiknya menuju kamar dirinya, saat hendak masuk ke kamarnya cakra memanggilnya.
"Rangga, mandinya agak cepat ya, kita jamaah bersama aunty lentera juga." Ucap cakra.
"Okay uncle." Rangga pun bergegas membersihkan dirinya dan kembali keluar memposisikan dirinya untuk ikut berjamaah bersama cakra dan lentera.
Usai berjamaah cakra mengajak rangga untuk bermain bola di halaman belakang, sementara retno dan lentera menyiapkan sarapan dan bekal yang akan di bawa ke kebun binatang.
"Rangga dan mas cakra di mana ra?" Tanya retno.
"Di belakang mba."
"Mba ke belakang dulu ya manggil mereka agar sarapan bersama, tinggal buahnya saja ko yang di masukin."
"Ia mba."
Melihat keakraban antara rangga dan cakra, retno membayangkan jika saja julio yang seakrab itu dengan putranya.
"Loh kok malah main bola? keringetan lagi kan!! Sebentar lagi kita mau berangkat loh."
"Maaf umi."
"Aku yang ngajakin rangga main bola." Ucap cakra.
"Ya sudah ganti baju lagi, umi tunggu di meja makan ya." Ucap retno kepada rangga kemudian beralih kepada cakra.
"Sarapan bareng yuk mas."
"Aku ganti baju dulu ya, oh ia bagaimana badanmu?"
"Sudah lebih baik kok, terima kasih ya mas."
"Sama-sama." Cakra merangkul rangga, berjalan bersamanya menuju kamar untuk mengganti pakaian mereka.
Setelah sarapan mereka semua berangkat menuju Taman Safari.
"Rangga duduk disini sama uncle." Cakra meminta rangga untuk duduk di depan bersamanya, sementara retno, lentera dan rama duduk di kursi kedua dan paling belakang baby sitter rama, cakra mengendarai mobil Viano dari Mercedes-Benz yang ia sewa dari pemilik villa.
"Baik uncle."
Tiba di taman safari rangga nampak sangat excited dapat berinteraksi langsung dengan memberi makan hewan-hewan yang berada di sana.
"Uncle, look at there are zebra right there."
"You want to learn how to feed?" Cakra memberi beberapa wortel kepada rangga.
"Ya" Rangga menerima wortel tersebut, kemudian cakra membuka sebagaian kaca mobil rangga.
Berbeda halnya dengan rama, ia justru menangis ketakutan ketika zebra mendekat ke arahnya.
"Adek jangan takut, ada mas yang jagain adek." Rangga menoleh ke arah adeknya yang duduk di pangkuan retno.
Usai berkeliling, mereka menikmati pertunjukan satwa yang di antaranya raja rimba dan elephant show.
Saat sedang menikmati pertunjukan, tiba-tiba saja retno mendapatkan kabar dari ibundanya jika ibu ratih (mertuanya) masuk rumah sakit.
"Ada apa ret?" Tanya cakra.
"Kita harus segera pulang sekarang, ibu mertuaku masuk rumah sakit." Ucap retno, cakra pun menganggukan kepalanya, ia menggendong rangga agar berjalan lebih cepat menuju parkiran.
sungguh menguras air mata, tapi sangat puas n byk pelajaran yg bisa diambil dlm cerita ini
sungguh sangat terharu dgn novel ini