Dijodohkan secara mendadak oleh sang paman, membuat Iswa Putri Sakinah harus menerima kenyataan menikah di usia yang sangat muda, yakni 19 tahun, terpaksa ia menerima perjodohan ini karena sang paman tak tega melihat Iswa hidup sendiri, sedangkan istri sang paman tak mau merawat Iswa setelah kedua orang tua gadis itu meninggal karena kecelakaan.
Aku gak mau menikah dengan gadis itu, Pa. Aku sudah punya pacar, tolak Sakti anak sulung Pak Yasha, teman paman Iswa.
Aku mau menikah dengan gadis itu asalkan siri, si bungsu terpaksa menerima perjodohan ini.
Apakah perjodohan ini berakhir bahagia bagi Iswa?
Selamat membaca
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Lel, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
JOB BARU
Seharian Iswa tak memegang ponsel ia hanya tidur karena badannya terasa remuk setelah berpetualang dan perjalanan. Bahkan makan saja dia baru ingat setelah maghrib, sholat pun diujung waktu. Berdosa sekali anak gadis ini.
Pukul 10 malam, Iswa membuka ponselnya, tak banyak yang chat karena adik les juga sudah libur, grup kelas juga senyap mereka sibuk liburan, jadi hanya ada dua pesan dari Kaisar dan Al, salah satu teman kelasnya.
Iswa membuka pesan Al dulu, karena ia bisa menebak isi pesan Kaisar, pasti tak jauh beda dengan pesan sebelumnya.
Wa, di mana?
Wa, kalau enggak sibuk balas chat gue, penting.
Gue di rumah, Al. Kenape?
Lama amat ya Allah gusti. Gue nunggu chat lo seharian, gue pikir lo masih liburan bareng Elin.
Gue udah pulang, Elin yang belum balik. Ada apa?
Besok temui gue di cafe depan kampus ya. Gue butuh bantuan lo. Besok gue jelaskan. Yang pasti cuan buat lo.
Lo gak jual gue kan, Al?
Sembarangan. Laki baik-baik gue mah. Jangan lupa jam 9.
Oke.
Niatnya mau balas chat Kaisar, eh malah lupa setelah chat dengan Al, Iswa memilih lihat dracin saja, sampai ketiduran. Ia bangun saat adzan shubuh baru berkumandang, dan hari ini ia punya rencana untuk belanja ayam dan sayur serta stok makanan ke pasar, kalau ia beli jajan mulu, bisa-bisa uangnya menipis. Apalagi tiga hari nanti, bayar semester genap, tentu Iswa akan menomor satukan biaya kuliahnya dulu.
Urusan pasar membuatnya semakin lupa dengan chat Kaisar, memang ya dianggap tak penting itu menyakitkan, Kaisar di sana bolak balik cek ponsel nyatanya Iswa lupa.
Ayam segera dia ungkep dengan bumbu instan, ditiriskan lalu dimasukkan ke dalam kotak kedap udara dan masuk kulkas, begitu juga sayur dan telor, sudah aman stok makan Iswa. Ia kemudian masak untuk sarapan dan makan siang, meski nanti ia janji temu di cafe.
Sarapan sudah, cuci piring beres, lanjut mandi dan bersiap ke cafe. Sepertinya Al butuh bantuannya, tak mungkin teman pendiamnya itu mau chat Iswa kalau tidak penting sekali.
Al ini salah satu teman kelas Iswa yang pendiam, tapi pintar sekali, urusan koding terutama. Tak banyak omong, tapi sekali ngomong biasanya nyelekit, banyak yang kurang suka dengan gayanya, rambut panjang sebahu, dan selalu dikucir kalau kuliah. Tapi terlihat kalau dia memang anak orang kaya sih.
Ternyata Iswa datang lebih dulu, ia mengirimkan nomor meja pada Al, dan tak lama Al datang menenteng laptop. "Kamu gak pesan camilan, Wa?" karena hanya minuman saja yang dipesan Iswa, dia baru saja sarapan ya kali beli camilan.
"Ntar aja, masih kenyang."
"Gue traktir, kan gue yang ajak lo ke sini!"
"Udah pesan aja kalau lo mau, gue masih kenyang!" selain masih kenyang, Iswa juga harus hemat, ia tak mau terlihat susah di mata teman laki-lakinya, bisa-bisa direndahkan juga, waspada.
Termyata Al memesan banyak camilan, waffle, pisang aroma, tahu walik, kentang goreng, dan dua minuman lagi. Iswa tak berkomentar, mungkin saja Al lapar.
"Jadi gini, gue mau ajak lo kerja sama. Gue disuruh kakak gue pegang sebuah program anti bullying. Program ini menampung beberapa anak korban atau pelaku bullying. Dia akan diajari soft skill tentang IT, gue dan lo serta ada psikolog yang mendampingi mereka untuk membangun karakter mereka lebih baik." Al kemudian menjelaskan soal tempat, durasi pengerjaan, dan out put yang dihasilkan nanti.
"Kakak lo kenapa bikin program ini? Emang kerja apa?" tanya Iswa, paham kalau Al ini anak orang kaya, jelas saja usahanya lebih dari satu.
"Kakakku seorang psikolog, akhir-akhir ini dia menangani kasus bullying yang semakin banyak di kalangan pelajar, nah salah satu terapi rangkaian terapi ini adalah dengan pengembangan bakat. Kata kakakku, salah satu alasan anak bisa dibully itu karena kurang percaya diri, tugas psikolog mendampingi psikisnya, tugas kita mendampingi pengembangan bakatnya, karena kata Kakak gue dengan anak menampilkan potensi diri dia akan lebih punya power untuk percaya diri, begitu."
"Ouh, paham. Tapi kan tidak semua anak bakat di IT, Al."
"Di tes dan ada wawancara lah."
"Kenapa IT?"
"Karena dengan IT kalau kepercayaan dirinya belum meningkat, dia bisa punya skill di balik layar. Motto dari kakakku, aku anak hebat, punya potensi diri, dan berbakat."
Iswa bertepuk tangan sangat keren sih programnya. Biar kelebihan tenaga untuk bully juga ada wadah untuk disalurkan. Korban dan Pelaku nanti akan dipisah, hanya saja tidak ada nama kelas yang menunjukkan korban atau pelaku.
"Selama liburan mulai pagi bisa?" tanya Al.
"Bisa. Cuma kalau udah masuk ini yang repot, Al. Gue kan ada jadwal ngajar les, dan itu hampir tiap hari."
"Bisa gak kalau tiap hari, gajinya gede juga loh."
"Sumpah?" mata Iswa langsung berbinar kalau urusan cuan.
"Kakak gue kaya, sangat mampu bayar kita berdua!" ujar Al mulai menampakkan keangkuhannya. "Bayarannya per jam juga!" makin semangat Iswa untuk bergabung.
"Kenapa lo pilih gue?" tanya Iswa.
"Karena dari semua teman yang butuh duit cuma lo!" jawaban Al bikin Iswa memonyongkan mulut, sedikit nyelekit, tapi Al bicara fakta.
Al pun kemudian menjelaskan besok ada pertemuan di kantor sang kakak, nanti akan ada pembekalan untuk pendampingan, karena baik pelaku dan korban bully biasanya punya inner child yang dalam.
Diskusi mereka diamati oleh seseorang yang sedang membicarakan proyek juga. Siapa lagi kalau bukan Kaisar, Pak Dosen yang belum sarapan mengajak Kai sarapan di cafe depan kampus, sembari membicarakan progres gambar. Saat masuk Kaisar sudah ingin menyapa, namun diurungkan karena di depan Iswa ada seorang pria muda yang sedang bicara serius kepada gadis itu.
Berkali-kali Kaisar menatap Iswa, namun mantan istrinya itu tak sadar kalau ada yang menatapnya, ditambah diskusi mereka sepertinya berat, makanya Iswa fokus saja.
Kaisar rasanya mau bergabung saja, tak fokus dengan obrolan bersama dosennya. Ia penasaran dengan apa yang mereka bicarakan terlebih, Iswa berkali-kali tertawa, terasa keduanya sangat dekat. Beruntung revisi gambar tidak terlalu banyak, sehingga Pak Dosen tak banyak memberikan komentar.
Kaisar rela menunggu Iswa bubar, padahal urusan dengan Pak Dosen sudah selesai, dan beliau balik ke kampus. Ternyata mereka masih asyik diskusi, Kaisar terus memotret Iswa, selama ia menikah, tak pernah memanfaatkan kamera belakang pada Iswa.
Hampir dua jam akhirnya si laki pamit, dan Kaisar pun menunggu Iswa lewat di samping mejanya karena posisi Kaisar memang dekat dengan pintu keluar. Kaisar terus menatap Iswa hingga gadis itu sadar keberadaan Kaisar. Tampak kaget dan hanya mengangguk sopan saja pada Kaisar.
Kaisar pun mendekati Iswa dan mengajaknya mengobrol di mobil Kaisar. Iswa sebenarnya menolak, lebih baik bicara di cafe saja, namun Kaisar ingin lebih leluasa saja bicara berdua dengan Iswa. Mau tak mau Iswa pun menuruti, daripada anak orang tantrum.
bang sat ( satya ) , bang kai ( kaisar )
kaya sebatas alasan doang ga ada artinya deh,,cihhhh kasah dari mana ucapan bo doh ,itu pun nyata ko marah