"Dasar brengsek! Kadal burik! Seumur hidup aku gak mau ketemu kamu lagi. Bahkan meskipun kamu mati, aku doain kamu susah menjemput ajal."
"Siapa yang sekarat?" Kanya terhenyak dan menemukan seorang pria di belakangnya. Sebelah tangannya memegang kantung kresek, sebelah lagi memasukan gorengan ke dalam mulutnya.
"Kadal burik," jawab Kanya asal.
"Kadal pake segala di sumpahin, ati- ati nanti kena tulah sumpah sendiri."
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon nenah adja, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Makan Siang
Kanya duduk di sebuah restoran, dia menunggu sudah satu jam, namun Joe belum juga datang. Kanya melihat ponselnya untuk mencoba menghubungi Joe. Namun di saat yang sama Joe datang dengan berlari.
"Sorry, aku telat," ucapnya dengan terengah. Kanya menghela nafasnya lalu menatap Joe dengan senyum kecil.
"Gak, papa. Bisa mulai gak makannya, aku laper?"
"Oh, iya." nampak sekali jika Joe merasa tak enak hati. Namun Kanya juga tak bisa menahan dirinya. Satu jam dia menunggu, dan dia juga kelaparan, karena tadi pagi dia hanya sarapan roti dan susu. Dan Sialnya untuk pertama kalinya dia menunggu. Ini akan menjadi poin yang jelek dimata Kanya.
Kanya memanggil pelayan lalu memesan beberapa hidangan.
"Kamu marah?" tanya Joe saat pelayan sudah pergi.
"Hanya sedikit kesal."
"Hm, maaf. Aku juga gak tahu, kerjaan mendadak bertambah. Mana aku harus kerjakan hari ini juga," keluhnya,
"Ya udah, gak papa. Sekarang makan dulu aja, aku laper banget."
Joe tersenyum. "Oke." Beberapa saat kemudian pelayan datang membawa semua pesanan, hingga Kanya dan Joe benar-benar hanya makan.
"Makasih, ya. Kamu udah mau temani aku makan siang," ucap Joe, saat mereka selesai dengan makan siang mereka. Kini yang tersisa hanya kopi dan jus yang mereka pesan.
Kanya mengangguk. "Gak masalah, lagian kalau sampai aku gak datang, Mamaku nanti marah."
"Kamu benar, mereka sepertinya terlalu khawatir kita gak punya jodoh di usia kita yang udah matang. Padahal selama kita baik- baik aja, itu gak masalah, kan?"
Kanya mengangguk. "Toh kita gak merugikan orang lain."
"Cuma terkadang orang suka sibuk sendiri. Kayak saudara- saudaraku, mereka bilang aku bujang lapuk, karena gak nikah- nikah."
"Iya, persis kayak temenku juga." Mereka terkekeh. "Aku bahkan sampe di juluki Pertu sama mereka."
"Apaan tuh, Pertu?"
"Perawan tua." Kanya mencebik.
Joe tertawa. "Sialan kamu ngeledek aku?"
"Ya, sorry. Kenyataannya aku juga begitu, kan?" Mereka menghela nafasnya bersamaan, saat merasa ini lucu mereka kembali tertawa.
Kanya dan Joe masih duduk sambil berbincang membicarakan banyak hal, hingga tak menyadari seseorang memperhatikan mereka dari kejauhan.
...
Alan baru selesai dengan rapatnya. Dan saat keluar dari ruang rapat dia meminta Samuel untuk menyiapkan mobil untuk mereka makan siang.
Alan melihat jam di pergelangan tangannya yang menunjukkan pukul 2, sudah terlambat untuk makan siang. Hanya saja pekerjaannya memang sedang banyak, dan tak bisa di tinggal.
Alan memasuki sebuah restoran dimana Samuel telah memesan lebih dulu, lalu duduk di kursi yang tersedia.
Saat tiba semua pesanan tak lama diantar sebab selain memesan kursi, Samuel juga memesan makanannya di awal agar Alan tak terlalu lama menunggu.
Baru saja makanan di letakan Alan mengeryit saat seseorang menghampirinya.
"Alan." Samuel yang sedang duduk di depannya pun refleks berdiri saat wanita itu berdiri di depannya.
"Duduk, Sam. Jangan pedulikan," ucap Alan acuh, sebab dia pun menyendok makanan dan menuangnya ke dalam piringnya.
Wanita itu, Sonya berdiri salah tingkah. "Kalau gak ada yang ingin kamu bicarakan, pergi dari sini!" kata Alan lagi.
"Alan, aku minta kamu batalin gugatan kamu. Tolong, demi Raka." Alan mengeryit saat nada suara Sonya sangat kencang hingga mungkin seluruh restoran mendengarnya.
Alan mengangkat wajahnya lalu melihat sekitarnya, hingga matanya bertemu dengan mata Kanya yang juga menatap ke arahnya. "Alan, Raka masih sangat membutuhkan kita," lanjutnya lagi.
Alan mengepalkan tangannya saat melihat Kanya tak hanya duduk seorang diri, tapi perempuan itu duduk dengan seorang pria di depannya.
Alan mengalihkan tatapannya saat Kanya melakukan hal yang sama seolah dia tak peduli. Alan menatap Sonya sekilas, lalu kembali memakan makanannya dengan tenang, meski hatinya mulai bergejolak sebab melihat Kanya berbincang dengan seorang pria.
"Aku tahu ini salahku, tapi aku mohon kasih aku kesempatan untuk memperbaikinya."
"Apa yang bisa kamu perbaiki?" tanya Alan sambil mengusap bibirnya untuk mengakhiri makannya. Alan melihat ke arah Samuel yang masih tertegun, dan justru makan dengan canggung. "Cepatlah, Sam. Pekerjaan kita masih banyak," kata Alan.
Samuel mengangguk cepat, sebab suasananya cukup tegang.
"Aku tahu aku salah, tapi Raka anak kita gak bersalah."
Alan terkekeh. "Anak kita?" Sonya mengangguk.
"Perlu aku buka berkas pengadilan disini, Sonya?" Sonya tertegun. "Aku gak keberatan. Tapi kalau harga diri kamu terkoyak jangan salahkan aku."
"Alan, kamu sungguh tega?" Sonya menunduk sedih.
"Siapa yang tega sebenarnya disini, kamu sendiri tahu itu Sonya."
Alan berdiri dari duduknya. "Ayo, Sam."
"Baik, Pak." Samuel segera menegak air di gelas untuk mengalirkan makanan di tenggorokannya.
"Jangan coba- coba memancingku dengan cara seperti ini, Sonya!" ucapnya tajam. Dan Sonya hanya bisa menunduk dalam.
Alan berdecih saat melihat Sonya berpura-pura lugu.
....
Kanya menoleh pada suara keributan, dan tertegun saat melihat Alan dan Sonya disana.
Keduanya berdebat entah membicarakan apa, yang pasti Sonya bicara tentang gugatan.
Gugatan perceraian.
Apa mereka tak punya malu membicarakan hal tersebut di tempat umum?
Kanya memalingkan wajahnya masa bodoh saat Alan melihat ke arahnya, dia melanjutkan berbincang dengan Joe, meski pria itu juga ternyata memperhatikan pertengkaran Alan dan Sonya.
"Itu yang membuatku takut menikah selama ini," ucap Joe.
Kanya mengeryit. "Kenapa?"
"Pertengkaran, perceraian. Bukankah jika sudah punya anak, yang paling terluka adalah anak mereka?" Joe mengedikkan bahunya.
Kanya tertegun. "Mungkin karena mereka menikah bukan dengan pasangan yang cocok?" ucapnya.
"Mungkin. Tapi banyak juga dari mereka yang awalnya menikah karena cinta, tetap saja berakhir."
Kanya menyetujui. Jika dia tak ingin menikah karena takut dikhianati. Joe takut meski itu berjalan akan berakhir perceraian.
Mereka punya kesamaan, sama- sama tak ingin menikah.
Joe melihat pergelangan tangannya. "Aku harus kembali bekerja. Ayo aku antar pulang."
"Aku pulang sendiri saja, kamu bisa balik kerja." Kanya berdiri dan menyampirkan tas di bahunya.
"Aku gak enak nanti sama tante Sofi." Kanya terkekeh.
"Bukan sama aku?" Mereka berjalan keluar restoran.
"Ya, sama kamu juga."
"Gak papa, lain kali kamu bisa anter aku. Lagian kamu pasti lagi sibuk. Nanti aku bilangin sama Mama." Joe mengangguk lalu memasuki mobilnya.
"Sampai ketemu."
"Sampai ketemu." Kanya melambaikan tangannya hingga mobil Joe melaju dan di telan keramaian.
Kanya akan mencegat taksi saat seseorang menghampirinya, dan mencekal lengannya.
"Siapa cowok tadi?"
....
Hai, mampir yuk ke novel baruku.
BOSKU BUAYA DARAT
Jangan lupa
Like...
Komen...
Vote...
Terimakasih 🙏
coba alan tau klu kanya mau nikah biar tau tuh sakitnya kayak gmn bl orang yg di cintai nikah sama orang lain.