NovelToon NovelToon
KOBENG

KOBENG

Status: tamat
Genre:Horor / Dunia Lain / Mata Batin / Anak Lelaki/Pria Miskin / Roh Supernatural / Tamat
Popularitas:1M
Nilai: 4.9
Nama Author: bung Kus

TERBIT CETAK
NOVEL BISA DIDAPATKAN DI GRAMEDIA

Laki-laki biasa yang ingin hidup biasa-biasa saja, harus mengalami sederet kejadian di luar nalar. Saat isterinya tengah hamil tua, tiba-tiba saja dia merasa tinggal di tempat yang asing. Tempat tinggalnya bernama Desa Ebuh. Anehnya, tak ada satu pun warga desa yang dia kenali.

KOBENG adalah dialeg dari wilayah tempat tinggal penulis. Artinya apa? Akan kalian temukan jika membaca kisah ini sampai tuntas.

Baca juga kisah horor misteri
1. Rumah di tengah sawah
2. Rumah Tusuk Sate
3. Rumah Tepi Sungai
karya bung Kus

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon bung Kus, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Patlikur

Tak terlihat gumpalan gumpalan kabut di wilayah pemukiman warga desa Ebuh malam ini. Rembulan nampak bulat utuh bersinar temaram di langit yang berwarna hitam kelam.

Purbo berjalan melewati pemukiman warga desa Ebuh yang gelap gulita. Tak ada satupun lampu yang dinyalakan. Suara musik bergema dengan cahaya kemerahan yang disangka Purbo ada di tengah pemukiman warga, ternyata salah.

Tidak ada apapun di area pemukiman ataupun pasar desa. Semua hingar bingar itu nyatanya ada di kaki bukit ujung desa. Sepertinya Mbah Modo, sang kepala desa tengah mengadakan sebuah pesta.

Purbo terus melangkahkan kakinya melewati pasar desa. Area pasar yang terlihat ramai dipagi hari terasa mencekam di tengah malam. Ada beberapa kucing hitam berlompatan di antara kios kios yang nampak kumuh. Bola mata hewan yang berkerabat dengan harimau itu nampak mengkilat di tengah kegelapan.

Setelah melewati pasar, Purbo sampai di hutan bambu. Jalanan dari batu lintang terlihat gemerlap diterpa sinar rembulan. Mungkin karena warnanya yang bening dan mengkilap saat terkena cahaya itulah, sehingga bebatuan yang banyak ditemukan di hulu sungai tersebut dinamakan batu lintang.

Rumpun bambu berayun ayun saat angin bertiup. Suara suara gemeretak terdengar saat batang bambu beradu. Sementara daunnya yang menguning terbang berguguran di hadapan Purbo.

Sesekali Purbo memegangi perutnya yang masih terasa sedikit begah. Sebenarnya dia masih cukup syok kala teringat ada gulungan rambut kecil yang keluar dari mulutnya. Apalagi dia juga menemukan rambut yang sama di tutup kendi wadah dari wedang parem buatan Mak Nah.

Purbo yang sudah beberapa kali mengalami hal aneh di kehidupannya sehari hari, mulai merasa kebal dengan hal mistis yang mengganggu. Merinding dan takut tetap dia rasakan, namun penasaran dan keingin tahuan jauh lebih kuat.

Bahkan Purbo kini menapaki jalanan berbatu demi melihat pesta apa yang tengah berlangsung di rumah sang kepala desa. Pesta yang diadakan jam 1 malam, dengan suara alat musik yang bergema. Ada juga cahaya kemerahan yang terlihat meluap luap dari kejauhan, seolah hutan tengah terbakar.

Langkah kaki Purbo terhenti di pelataran rumah Mbah Modo. Semua warga desa berkumpul disana, membentuk lingkaran yang bulat sempurna. Rembulan juga nampak bulat utuh tepat di atas kerumunan warga desa.

Di tengah lingkaran warga, terdapat api unggun raksasa. Batang batang kayu berukuran besar dibakar menciptakan cahaya kemerahan yang mengusir hawa dingin. Asap hitam pembakaran membumbung ke langit. Namun anehnya tak ada aroma sangit. Purbo malah mencium wangi pandan yang menyengat.

Di dekat api unggun, duduk bersila beberapa orang mengenakan pakaian serba hitam, dengan alat musik gamelan yang lengkap. Gong besar mengkilap keemasan diterpa bayangan api yang meliuk liuk di depannya. Saat gong dipukul suaranya bergema memekakkan telinga.

Dengan sedikit keraguan di hati, Purbo berjalan mendekat. Dia masuk ke dalam kerumunan. Purbo mengamati warga desa yang nampak serius menatap api unggun di tengah kerumunan.

Tanah merah tempat Purbo berpijak terlihat semakin mengerikan malam ini. Halaman rumah Mbah Modo itu nampak seperti baru saja tersiram air darah. Warna merah maroon pekat menyala terkena pantulan sinar rembulan dan cahaya api unggun yang berkobar.

Suara musik terus mengalun, orang orang di sekitar Purbo hanya diam mematung. Namun entah darimana asalnya, terdengar suara suara berisik seolah orang orang tengah berbincang. Suara tak jelas yang bersahut sahutan.

Gong kembali dipukul, Purbo sedikit terlonjak kaget. Saking kerasnya, telinga Purbo berdenging beberapa saat lamanya. Bersamaan dengan dipukulnya gong tersebut, semua alat musik berhenti dimainkan. Bahkan suara orang orang berisik dan bergumam yang sedari tadi terdengar bersahut sahutan kini lenyap seketika.

Tak ada suara atau bunyi apapun. Pesta meriah yang sedari tadi bergema, mendadak berubah menjadi hening dan sunyi. Purbo menelan ludah perlahan. Kesunyian yang malah terasa mengerikan.

Tuk tuk tuk tuk

Terdengar langkah kaki di tengah kerumunan. Mbah Modo berjalan perlahan mengitari api unggun sambil mengetuk ngetuk tanah menggunakan tongkat kayunya. Tongkat kayu dengan ukiran berbentuk kepala harimau nampak berkilau digenggaman tangan sang kepala desa.

"Malam ini menjadi pengingat untuk semua. Aturan desa harus ditegakkan. Siapapun tanpa terkecuali, jika berani melanggar, membantah atau bermain main dengan ketentuan, sehingga mengganggu ketentraman dan keberlangsungan kehidupan desa Ebuh maka hukuman akan benar benar dijatuhkan," ucap Mbah Modo memulai pidatonya dengan mata yang menyala berapi api.

Beberapa orang berpakaian hitam muncul dari kerumunan. Mereka terlihat menyeret sesuatu terbungkus kain putih lusuh. Bungkusan kain putih itu nampak bergerak menggeliat dan akhirnya dilemparkan ke dekat api unggun.

Mbah Modo menarik bungkusan itu, dan nampak seseorang meringkuk dalam keadaan terikat. Purbo kembali menelan ludah. Tenggorokannya tercekat. Dia memicingkan matanya, menatap sosok yang terikat tak berbusana itu.

"Ceking?" gumam Purbo dalam hati.

Sungguh di luar dugaan. Preman pasar yang mencekoki Purbo dengan minuman pahit menjijikkan itu kini menangis dan merintih di tengah halaman rumah Mbah Modo. Kesalahan apa yang telah dilakukannya hingga harus dihukum dan dipermalukan seperti itu? Lalu, pesta tengah malam yang warga desa lakukan ternyata hanya sebagai pembuka untuk acara penghakiman.

"Ingsun ngaturaken sembah pangabekti. Ngaturaken sedaya kaluputan. Ingsun kapok Mbah. Mohon ampun," pekik Ceking merintih, memohon ampun.

"Siro iso ngaku salah. Tapi yang namanya salah itu harus menerima hukuman. Untuk menjadi pengingat dan pelajaran bahwa semua hal yang dilakukan menanggung konsekuensi masing masing," jawab Mbah Modo dengan tatapan mata yang bengis.

"Angkat!" teriak Mbah Modo memberi perintah.

Dua orang berbadan gempal berpakaian serba hitam langsung mengangkat tubuh kurus si Ceking. Satu orang memegangi kaki Ceking, dan satunya lagi mencengkeram leher sang preman pasar. Ceking menggeliat, menjejak jejakkan kakinya, namun perlawanan itu terasa sia sia. Ceking kalah tenaga.

"Ampun Mbah Ampuuunn!" Ceking menjerit.

Tubuh ceking diayun ayunkan seperti mainan. Purbo yang melihat semua itu merasa tak tega. Nuraninya tergerak untuk menolong Ceking.

"Hentikan!" Teriak Purbo dari tengah kerumunan.

Semua orang menoleh, menatap Purbo dengan penuh kebencian. Detik berikutnya semua orang mundur beberapa langkah, menjauhi Purbo yang nampak kebingungan. Mbah Modo menoleh, menatap Purbo dari kejauhan.

"Ka kalian semua sudah gila! Apa salah laki laki itu hingga harus dihukum seperti ini?" Purbo sedikit tergagap. Awalnya dia sempat berpikir akan ada orang yang membelanya. Namun ternyata salah. Semua orang memandang Purbo dengan tatapan benci dan merendahkan.

Mbah Modo menatap orang orang yang berdiri di sekitar Purbo. Kemudian laki laki itu menganggukkan kepalanya. Serta merta Purbo langsung dikerubuti oleh warga desa.

"Hei! Apa apaan ini! Mau apa kalian?" Purbo memasang kuda kuda.

Tanpa peringatan, salah satu warga melompat dan menubruk Purbo hingga terjungkal. Kemudian disusul beberapa orang lainnya. Purbo tak berdaya, tak mampu melawan. Dadanya terasa sesak dan pandangannya mulai buram.

Bersambung___

1
Evi Nopianti
cerita nya bagus tapi sayang gantung...
Muhammad Arifin
saknone....
Muhammad Arifin
kayaknya dini udah meninggal dech...
Sona Muchsin
sifat Dini asli yg angkuh..mas Purbo balik k dini palsu
Sona Muchsin
mas Purbo jangan"..mulai tresno
Sona Muchsin
mas Purbo berada di " Dunia Lain'/Smile/
Sona Muchsin
mas Purbo...ada di dunia lain
Rani
langsung folow ig pas baca buku merah maroon dan langsung baca2 list novelnya.horor misteri genre favorite.dan liat2 post ig nya ternyata penulis suka sama genre horor misteri diliat dari koleksi buku2nya.
(Instagram: @bung_engkus): hai kak. semoga suka dengan tulisanku ya
masih belajar konsisten nulis, kalau ada kritik boleh banget yak 🤩
total 1 replies
Sia A
gak bisa dibayangkan! /Puke/
zauza
aku baca kisah sulung ankawijaya diplatfrom sebelah blm selesai tp ceritanya bgus .
bung kus lama gak update
Mia Roses: ternyata..lupa password, hadeehh🙈
total 6 replies
Hulatus Sundusiyah
Thor, trmksh sdh membuat cerita yg bagus...
aku suka tulisanmu
(Instagram: @bung_engkus): kak, versi buku cetaknya lebih oke lagi lho 😀
total 1 replies
Hulatus Sundusiyah
ada apa hayooo
Hulatus Sundusiyah
jangan diminum ya purbo...
Hulatus Sundusiyah
smg purbo segera sadar
Sia A
Hai, Author. Saya mampir untuk membaca karya author. Izinkan saya belajar banyak dari karya nya. Terima kasih /Smile/
Sia A: okay author /Smile//Smile//Smile/
total 7 replies
Hulatus Sundusiyah
makin penasaran aja thor...
ceritanya misterius🫣
Hulatus Sundusiyah
suaminya ga boleh sholat sama dini kah?
Hulatus Sundusiyah
lah..kok...dini...🫣
kenapa ini?
Hulatus Sundusiyah
serem thor
Muriati Lestari
Luar biasa
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!