"Hentikan, Alexa!." Alan mengepalkan tangannya dan menutup matanya sebelum dirinya tenggelam dalam tatapan mata Alexa yang intens nan memabukkan.
"Kenapa? Apa kau semakin sulit mengendalikan perasaan mu?." Tanya Alexa, bergerak lebih dekat dengan Alan dan terbentuk seringaian di wajah cantik gadis itu.
Alan Delvanio dia adalah seorang mafia kejam dan tak memiliki hati. Namun, tiba di suatu hari. Terdapat seorang gadis yang tertarik padanya. Semua orang takut padanya, kecuali gadis itu.
Seperti apa kisah mereka? Dan mengapa gadis itu tidak takut pada sang mafia? Lalu apa yang mafia itu lakukan pada gadis yang tidak patuh pada nya itu? Akan kah sang mafia bertindak kejam pada nya? Ikuti kisah nya mereka hanya di sini!!!
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Violetta Gloretha, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
23
Alexa menangis kesakitan, menempelkan wajahnya ke wajah Alan, mengira jika dirinya telah kehilangan Alan. Entahlah, Alexa benar-benar terpukul.
Beruntung akhirnya, Justine dan yang lainnya segera datang. Pria itu menatap dengan kasihan saat melihat Alexa menangis sembari memeluk Alan. Justine bergegas menghampiri mereka, duduk dan memegangi pergelangan tangan Alan untuk memeriksa denyut nadinya. Justine menghela napas lega karena Alan masih hidup.
"Alexa, dia masih hidup, dia hanya tidak sadarkan diri." Kata Justine mencoba membuat Alexa mengerti. Tetapi Alexa tidak mendengarkannya dan pikiran kalut dengan pemikiran jika Alan telah pergi meninggalkannya. Jadi, Justine meraih tangan Alexa dan meletakkannya diatas jantung Alan. Dan Alexa nampak senang setelah mendapati jantung Alan masih berdetak. Alexa menghapus air matanya dan bernapas lega.
"Kenapa kalian hanya berdiri? Bawa dia ke rumah sakit." Perintah Alexa pada anak buah Alan.
Dua pria bergegas mengangkat Alan dan membawanya masuk kedalam mobil ambulans pribadi yang Justine bawa untuk mendatangi mereka. Alexa berjalan bersama mereka yang mengangkat tubuh Alan sembari memegangi tangan prianya itu, ia menatap wajah Alan dengan cemas.
Masuk kedalam mobil, Alexa terkejut sekaligus merasa senang karena didalam sana sudah ada seorang dokter dan perawat yang menunggu Alan. Setelah meletakkan tubuh Alan, dokter dan perawat itu segera memasang masker diwajahnya dan mulai memeriksa Alan.
Justine duduk disampingnya dan Alexa juga duduk di sana, sementara anak buah Alan ada di mobil sebelah dan dua orang mengendarai ambulans pribadi itu.
Justine menyentuh pundak Alexa dan menatapnya dengan tatapan teduhnya. "Dia akan baik-baik saja, Alexa." Kata Justine menyakinkan gadis itu, meremas pundaknya.
"Dia harus baik-baik saja." Balas Alexa, mengalihkan pandangannya kembali pada Alan dan menitikkan air matanya dalam diam.
**
Ketika ambulans telah sampai di mansion milik Alan, Alexa menoleh kearah Justine. "Kenapa kita tidak membawa dia ke rumah sakit?."
"Kita punya rumah sakit sendiri dan alatnya juga tidak kalah lengkap, dokternya pun adalah dokter terbaik." Balas Justine memberitahu.
"Apa kau yakin? Dia tertembak."
"Alexa, tenanglah. Justru nyawa bos akan terancam jika kita membawanya ke rumah sakit umum." Justine mencoba menjelaskan dan beruntung Alexa tidak menggunakan keras kepalanya untuk saat ini.
Mungkin Alexa memang benar-benar telah memahami apa yang coba Justine jelaskan padanya.
Segera beberapa orang memindahkan Alan ke ruang medis di mansion mereka.
"Kau tetap di luar." Kata seorang dokter yang melarang Alexa untuk masuk kedalam.
Alexa mengernyitkan dahinya. "Minggir!." Bentaknya.
"Tidak, kami di sini memiliki protokol." Sang dokter kembali melarangnya dan Alexa mengerucutkan bibirnya, sebal.
Sebelum Alexa sempat kembali membantah, Justine telah lebih dulu menyela. "Dokter biarkan dia masuk."
"Baiklah." Kata dokter menyetujuinya.
Alexa pun masuk kedalam ruang medis dan duduk di kursi disamping brankar Alan. Ia memegangi tangan Alan dan air mata terus menetes, membasahi pipinya.
Saat dokter sedang mengeluarkan peluru dari perut Alan, Alexa memejamkan matanya dan dia teringat saat bagaimana pria itu mendorongnya untuk melindunginya.
"Nona, Tuan akan kembali sadar dalam satu hari. Jangan khawatir, dia akan baik-baik saja." Kata dokter setelah beberapa saat selesai merawat Alan.
Alexa hanya menganggukkan kepalanya sebagai jawaban dan dalam hati, Alexa selalu berharap jika Alan baik-baik saja.
Dokter dan perawat pun pergi meninggalkan ruangan, membiarkan Alexa bersama dengan Alan didalam.
Alexa mendongak menatap Alan, terlihat matanya di penuhi dengan cinta yang sangat besar. Alexa berdiri dan membungkukkan badannya, memberikan ciuman lembut di dahinya, membelai rambutnya.
Kemudian Alexa meletakan kepalanya diatas jantung Alan untuk memastikan detak jantungnya yang menenangkan. Dan saat Alexa telah mendengar detak jantungnya, ia tersenyum puas dan merasa damai.
***
Setelah beberapa jam, Justine masuk kedalam ruang medis dan melihat Alexa yang masih ada di sana, menunggu Alan membuka matanya. Gadis itu masih tetap meletakan kepalanya di dada Alan dan menggenggam tangannya dengan erat-erat.
"Alexa, aku akan menjaganya. Kau bisa pergi beristirahat sebentar." Kata Justine, menepuk pundak Alexa.
Alexa mengangkat kepalanya dari dada Alan dan menoleh kearah Justine. "Tidak aku lebih baik disini." Jawab Alexa dan kembali menoleh kearah Alan dan menempelkan kepalanya di tangan Alan yang terus ia genggam itu.
Justine takjub melihat cinta Alexa pada bosnya itu. "Setidaknya makanlah sesuatu dulu." Pinta Justine dan Alexa hanya menggeleng kecil.
"Aku tidak lapar." Balas Alexa tanpa mengangkat kepala dan justru menutup matanya, sembari mengusap tangan Alan.
Justine tidak memaksa Alexa lebih jauh karena ia tahu jika Alexa akan sangat keras kepala dan tidak mau mendengarkan nya.
***
Sehari telah berlalu dan Alexa belum beranjak dari tempat itu kecuali pergi ke kamar mandi.
Alexa tetap menunggu Alan yang tak kunjung sadar, bahkan untuk satu detik dalam dua puluh empat jam. Alexa terus duduk disamping Alan, memegangi tangan kekarnya dan sesekali berdiri untuk meletakan kepalanya diatas dada Alan guna mendengar detak jantung pria itu.
Bahkan Alexa belum makan apa pun dan hanya meminum jus, itu pun karena Marie yang terus saja memaksanya.
Alexa tampak lemas dan ikat rambutnya dibiarkan berantakan. Alexa masih mengenakan bra berendam hitam dan celana kulot yang sudah tidak rapi lagi.
"Alan, aku mohon. Cepatlah bangun! Aku sudah tidak sanggup lagi menahan rasa sakit ini. Aku tidak tau apa yang terjadi padaku, aku merasa ada bagian dari diriku yang hancur berkeping-keping. Bangunlah, Alan. Aku membutuhkan mu." Alexa memoho dan menatap dengan sedih. Gadis itu sangat ingin melihat Alan baik-baik saja. Alexa tidak bisa menunggu lebih lama lagi. Ia ingin Alan segera terbangun.
Tak lama setelah Alexa meletakan kepalanya di atas dada Alan. Pria itu akhirnya sadar. Perlahan Alan membuka matanya dan tersenyum kecil ketika melihat wajah cantik Alexa.
"Sudah lama disitu?." Suara puraunya, membuat Alexa membuka matanya. Gadis itu tersenyum dan merasa senang ketika akhirnya Alan tersadar.
Alexa berdiri tegak dan masih memperhatikan Alan. "Kau terlihat masih sangat lemah." Kata gadis itu, ibu jarinya terangkat untuk membelai rahang tegas Alan, sementara raut wajahnya terlihat jika Alexa sangat mengkhawatirkan Alan hingga tanpa sadar air matanya menetes, lagi.
"Kenapa air mata ini?." Tanya Alan pelan.
Alexa tidak menjawab, namun ia tiba-tiba memeluk Alan dan membuat pria itu terkejut. Perlahan Alan mengangkat tangannya dan mengusap punggung Alexa dengan lembut. Untuk sesaat mereka tenggelam dalam pelukan hangat antara satu sama lain. Seperti biasanya mereka merasa puas dan nyaman.
Beberapa saat kemudian, Alexa melepaskan pelukannya. "Maafkan aku, Alan. Gara-gara aku semua ini terjadi, seharusnya aku tidak meninggalkan mansion seperti itu." Alexa menunduk dan memilin jari jemarinya, terlihat jika ia benar-benar menyesal setelah melakukan kesalahan itu. "Aku benar-benar minta maaf."
"Sshhtt.. itu tidak perlu." Gadis itu kembali menatap Alan dan tenggelam dalam tatapan teduhnya.
"Sebenarnya ada apa ini?." Tanya Alexa dengan serius. Setelah memecah keheningan diantara mereka berdua.
Alan mengernyitkan dahinya. "Maksud mu?." Tanya Alan, bingung.
"Ada apa diantara kita?." Tatapan intens mereka tetap terpaku pada satu sama lain.
Mengerti dengan apa yang Alexa maksudkan, Alan pun buka suara. "Entahlah, tapi apa pun itu, itu sangat luar bisa dan membuatku merasa hidup kembali. Sungguh luar biasa dan aku senang merasakan hubungan yang begitu kuat dengan mu, rasanya luar biasa bisa hidup kembali. Kau memberikan alasan untuk keberadaan ku di dunia ini. Sekarang aku memiliki tujuan hidup di setiap harinya, untuk bernapas setiap hari dan itu hanya untukmu. Aku ingin hidup sekarang, bersamamu dan melindungimu sepanjang hidupku, tapi tetap saja aku akan membuatmu merasa nyaman ada didekatku." Balas Alan, benar-benar mengungkapkan apa yang dia rasakan.
Belum sempat Alexa menjawab, Alan kembali buka suara. "Tapi itu berbahaya."
Alexa menatap Alan dengan tatapan tak percayanya. "Kapan kau mulai takut dengan bahaya?."
Alexa menatapnya tanpa berkedip selama beberapa detik dan kemudian pergi dari ruang medis sebelum Alan menghentikannya.
Alexa telah memahami apa yang ada diantara mereka, itu adalah cinta. Tetapi Alexa percaya bahwa cinta ini akan membuat mereka lemah dan membahayakan nyawa mereka. Dia tidak pernah takut pada Alan, tetapi karena adanya cinta ini mereka berusaha akan sering berdebat hanya karena keduanya yang memiliki keras kepala.
'Kupikir itu hanya tentang ketertarikan fisik dan aku tidak pernah menyangka jika akan ada cinta diantara kita." Gumam Alexa dalam hati dengan nada tak percaya setelah menutup pintu kamar dan bersandar di balik pintu itu.