Apa jadinya, ketika hubungan rumah tangga jauh dari rasa saling memperhatikan?
Apakah Laras akan mampu terus menahan jeritan-jeritan batin-nya yang selama ini ia pendam?
Simak keseruan konflik etika yang terjadi dirumah tangga Laras! Jangan lupa dukung karya baru ini, ya. See you~
Update: setiap hari
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Imen Firewood, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Kembali ke Rumah
Setelah kejadian semalam, membuat Riko benar-benar merasa dilema. Tentang apakah Laras benar-benar menyukainya atau tidak. Itu menjadi sebuah pikiran yang terus muncul di dalam kepala Riko. Hingga saat ini, ia berdiri untuk mempertanyakannya.
"Apakah, kejadian semalam benar-benar tidak bisa terulang?" -Riko
"Tidak Riko. Aku hanya sedang tidak sadar saat itu. Dan aku merasa bicara yang tidak-tidak." -Laras
Seakan merasa benar. Riko membantah ucapan Laras. Ia ingin Laras lebih jujur terhadap dirinya sendiri. Namun, status pernikahan yang nyata menjadi penghalang hubungan mereka berdua saat ini.
Riko memegang kedua bahu Laras. Menggenggamnya dengan sangat keras agar Laras tidak bisa melepaskannya.
"Tidak-tidak bagaimana? Jelas-jelas kamu bilang menyukaiku Laras ... Apakah ..." -Riko
Ketika Riko belum sempat menuntaskan ucapannya. Pengangan Riko terasa semakin kencang dan akhirnya membuat Laras merasa sakit dan sedikit berteriak.
Aw!
Riko melepaskan pegangan itu. Merasa terlalu bersemangat atas penolakan yang saat ini ia terima.
"Ah, maaf Laras ... Aku membuatmu sakit." -Riko
Karena merasa telah mempermainkan perasaan Riko. Laras pun turut merasa bersalah atas kejadian semalam diantara mereka.
"Tidak apa-apa. Aku mengerti. Untuk sekarang, anggap saja kejadian itu tidak pernah ada." -Laras
Riko mengangguk. Seolah mengerti dan setuju dengan ucapan Laras. Walau sebenar dirinya tidak akan pernah bisa melupakan kejadian itu. Karena Laras, termasuk orang pertama yang membuat Riko bisa jatuh cinta seperti ini.
Laras tersenyum kepada Riko. Begitu juga sebaliknya. Riko memberikan senyum manisnya untuk Laras, sebelum mereka berdua pergi meninggalkan hotel ini.
Selama di dalam perjalan menuju rumahnya, Laras benar-benar merasa bersalah. Selain kepada Andi, rasa bersalah kepada Dina jauh lebih besar ketika ia kembali mengingat moment malam itu bersama Riko.
Beberapa jam kemudian. Kini Laras telah sampai di depan gerbang rumahnya. Memasukan mobilnya kedalam garasi dan membuka pintu utama rumah Laras.
Ceklek!
Suara pintu yang di buka oleh Laras. Bersamaan dengan suara Laras yang terdengar dengan perasaannya yang kangen kepada Dina.
"Aku pulaang~" -Laras
Kehadiran Laras, disambut hangat oleh Dina yang berlari dari dapur untuk segera memeluknya. Di ikuti Mas Andi yang berjalan di belakangnya. Sorot mata Laras langsung tertuju fokus kepada Dina. Ia menunduk agar Laras bisa memeluk, dan mencium Dina dengan erat.
Andi merasa heran yang juga sedang berada di belakang Dina, merasa heran. Karena tidak seperti biasanya Laras memancarkan aura kesedihan seperti ini. Laras memeluk Dina dengan sangat erat, seakan tidak ingin melepaskannya.
Ketika pandangan mereka bertemu, Dina melihat sang Ibu meneteskan air matanya secara tiba-tiba. Tanpa sebab, dan alasan yang tidak Dina, Andi mengerti.
"Ibu kenapa, kok menangis?" -Dina
Awalnya Andi tidak terlalu memperhatikan mereka. Ketika Dina mengeluarkan ungkapan seperti itu, ia sekarang memperhatikan Laras. Begitu juga Laras. Sedikit menoleh ke Andi sebelum menjawab dan menghapus air matanya di depan Dina.
"Nggak apa-apa sayaang ... Ibu cuma kangen aja sama kamu," ucap Laras. Kembali memeluk Dina dengan sangat erat. Dan tidak ingin pandangannya melihat ke arah Andi yang masih memperhatikannya.
"Dina juga kangeen ... Ibu!," kata Dina, seraya memeluk Laras dengan lebih erat dari pada sebelumnya.
Kehangatan Ibu dan Anak ini sampai bisa Andi rasakan. Walau ia tidak langsung mengucapkannya kepada Laras. Kemudian, Laras berdiri. Mencium tangan suaminya sebagai tanda Laras masih menjadi seorang istri dari Andi.
Tidak ada kata-kata apapun di antara mereka. Sampai akhirnya, Laras izin kepada Andi untuk mengantar Dina kedalam kamar dan membersihkan tubuh Laras.
"Permisi Mas ... Aku mau mengajak Dina dulu ke kamar," ucap Laras. Berjalan melalui Andi. Tanpa mendapat respon atau balasan apapun dari Andi.
Ketika selesai membersihkan tubuhnya, Laras kembali masuk kedalam kamar Dina. Mengajaknya bermain untuk menebus waktu seharian kemarin yang tidak sempat Laras berikan. Walau faktanya Laras memang bekerja. Tapi ada hal lain yang membuat Laras merasa bersalah pada keluarga kecil ini. Terutama Dina.
"Lihat, bagus kan! ..." ungkap Laras. Dengan suara yang terdengar sedikit kencang karena terlalu merasa senang.
Laras baru saja membuat rumah minimalis dari mainan puzzle yang Dina miliki. Membuat Dina juga ikut merasa kesenangan itu.
"Ih, baguus ... Aku juga pingin!" kata Dina. Melihat Laras yang terus menatapnya sambil tersenyum manis.
"Kalau Dina mau, buat Dina saja!" ujar Laras. Merasa apapun yang Laras miliki, boleh Dina anggap sebagai miliknya.
"Yeaay! ... Terimakasih, yaa Ibu sayaang!" ungkap Dina. Merasa senang lalu kemudian memeluk Laras dengan sangat erat. Mata Dina terpejam sambil tersenyum. Ketika Laras, menempelkan pipi di ujung atas rambut Dina.
Di ujung pintu yang sedikit terbuka, tanpa Laras sadari telah berdiri Mas Andi yang memperhatikan mereka. Entah ditunjukan untuka siapa. Tapi Andi terlihat sedikit memberikan senyumnya saat melihat kedekatan Dina dan Laras. Andi juga kini merasa lega atas kepulangan Laras detik ini.
Mungkin, perasaan kangen Laras ini terdorong dari rasa bersalahnya. Dari rasa yang tidak pernah Laras bayangkan sebelumnya. Ketika mengingat semua perjuangan yang telah Laras berikan untuk Dina. Saat ini, bersama dengan Dina seperti ini sudah cukup membuat Laras merasa sangat bahagia. Dan Laras bersyukur, memiliki Dina ketika hidup berada di dunia seperti ini.
Laras berjanji. Di dalam hatinya, untuk menjadi manusia yang lebih baik kedepannya. Dan juga, sebagai seorang istri yang harus mengesampingkan ego dirinya sendiri.
Malam ini, Laras memakain gaun tipis. Sejengkal dari atas lutut, dan tali sepageti yang menjadi penyanggahnya. Setelah memastikan Dina sudah tidur, Laras berjalan menuju kamar Andi. Yang dimana, malam ini mereka sudah membuat janji sebelumnya ingin bertemu.
Perlahan Laras membuka pintu kamar mereka. Takut Andi tidak menepati janjinya karena tidur lebih dulu, Laras sempat merasa tidak yakin apa yang Andi inginkan malam ini. Saat melihat kedalam. Dugaan Laras kali ini salah. Terlihat Andi sedang menunggu kehadiran Laras yang mendekat berjalan menghampirinya.
Tatapan mereka bertemu. Ketika Laras berjalan semakin mendekati Andi, tidak ada kalimat apapun yang keluar dari mulut Andi. Ia hanya terus menatap Laras tanpa mengeluarkan kata-kata.
Laras perlahan duduk di sampingnya. Dengan tatapan Andi yang tidak pernah bergeser sedikit pun. Laras mulai membuka obrolan, untuk mengetahui apa yang Andi mau katakan.
"Ada apa Mas ... Kamu ingin ..." -Laras
Ucapan Laras di potong.
Ssttt!
Dengan telunjuk Andi yang menempel di bibir manis Laras. Perlahan Andi semakin mendekatkan wajahnya, lalu dengan lembut mencium bibir wanita yang sudah menjadi istri sah Andi.
Cup!
Hmm~
Laras merasa kaget, ia tidak menyangka jika Andi ternyata menginginkan hal seperti ini. Setelah berpikir dengan mata yang terus menutup. Laras ingin lebih dalam merasakan kenikmatan ini. Ia mulai lebih berada untuk membalas setiap kecupan lembut yang Andi berikan.
Kini tangan Laras melingkar di tengkuk Andi. Seakan keduanya tidak ingin saling melepaskan. Sampai, Laras merasa seperti terdorong untuk tidur di ranjang mereka yang mulai hangat.
Suara Laras mulai keluar dari mulutnya ketika Andi mencium lehernya. Andi mulai terbawa suasana hingga tidak sadar kedua tangannya telah bermain pada bukit kembar laras.
Ngghh~
Ah ...
Mas, ... I-ini benar-benar ...
Kalimat Laras terpotong ketika Andi mulai menekannya dari lambat menjadi sedikit lebih keras. Membuat erangan des ahan Laras merintih e nak.
Hmm ...
Ngghh~
Ketika tatapan mereka bertemu. Laras kaget setengah mati. Matanya membulat besar. Ketika pria yang ia lihat di depannya berubah menjadi Riko. Ketika Riko ingin meneruskan permainan ini, tiba-tiba Laras tersadar dari mimpi yang baru saja terjadi.
Laras yang merasa kaget. Langsung secara sepontan terperanjat dari tidurnya. Ia memegang kepalanya yang mulai terasa pusing. Berusaha mengatur nafasnya kembali di tengah detak jantungnya yang terus menggebu.
"Astaga ... Pikiran-ku benar-benar ..."
"Kenapa aku malah bermimpi hal seperti itu dengan Riko?" ucap Laras dalam hati. Ketika melihat dirinya ternyata masih berada di dalam kamar Dina. Dan anak itu, masih tertidur pulas di sebelahnya.
Bersambung ...