NovelToon NovelToon
JAGAT ROBOHERO INDONESIA

JAGAT ROBOHERO INDONESIA

Status: sedang berlangsung
Genre:Sistem / Balas Dendam
Popularitas:622
Nilai: 5
Nama Author: morro games

Di tengah reruntuhan kota Jakarta yang hancur, seorang pria tua berlari terengah. Rambutnya memutih, janggut tak terurus, tapi wajahnya jelas—masih menyisakan garis masa muda yang tegas. Dia adalah Jagat. Bukan Jagat yang berusia 17 tahun, melainkan dirinya di masa depan.

Ledakan menggelegar di belakangnya, api menjilat langit malam. Suara teriakan manusia bercampur dengan derap mesin raksasa milik bangsa alien. Mereka, penguasa dari bintang jauh, telah menguasai bumi dua puluh tahun terakhir. Jagat tua bukan lagi pahlawan, melainkan budak. Dipaksa jadi otak di balik mesin perang alien, dipaksa menyerahkan kejeniusannya.

Tapi malam itu, dia melawan.

Di tangannya, sebuah flashdisk kristal berpendar. Tidak terlihat istimewa, tapi di dalamnya terkandung segalanya—pengetahuan, teknologi, dan sebuah AI bernama Nova.

Jagat tua menatap kamera hologram di depannya. Wajahnya penuh debu dan darah, tapi matanya berkilat. “Jagat… kalau kau mendengar ini, berarti aku berhasil. Aku adalah dirimu

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon morro games, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Sinyal darurat di langit kota

Udara pagi belum sempat benar-benar jernih. Bau mesiu masih menempel di aspal jalan, bercampur debu dan asap yang belum tuntas disapu angin laut. Suara sirene jauh memantul di dinding gedung—panik tapi teratur. Kota belum sadar bahwa pagi ini bukan pagi biasa.

Di langit atas pelabuhan timur, bayangan logam mengilat perlahan menembus awan. Arka One meluncur dengan mode siluman aktif setengah, hanya memantulkan cahaya tipis seperti kilat di balik awan. Nova mengatur jalur lintasan—suara AI-nya dingin tapi bergetar oleh intensitas.

Nova: “Sinkronisasi status armor 1.1, stabil. Deteksi suhu permukaan tubuh Jagat: 37.9. Adrenalin naik 46 %. Tegangan otot ekstremitas: overlimit 12 %.”

Jagat menghela napas di dalam helmnya. Wajahnya basah oleh keringat, tapi pandangannya tajam menembus HUD transparan yang memantulkan ikon-ikon merah.

Jagat: “Bagaimana dengan rumah?”

Celine: “Masih dalam tekanan. Tim Angsa Induk bertahan di posisi perimeter, tapi sinyal intersep menunjukkan barisan Beta-Bara Hitam sudah menembus gang pertama.”

Jantung Jagat berdebar. Ia menatap ke arah barat—bayangan perumahan di sana seperti miniatur kelabu di antara asap. Ia ingin terbang langsung, tapi mesin di punggungnya masih dingin, energi belum penuh.

Jagat: “Aktifkan jalur manual. Aku berangkat sekarang.”

Nova: “Perhatian: energi inti hanya 62 %. Risiko tinggi jika meluncur tanpa recharging.”

Jagat: “Kalau aku tunggu penuh, mereka bisa mati.”

Sayap kecil di punggungnya membuka, semburan api biru meledak dari nozzle. Asap menebal, tanah di bawahnya meledak kecil, debu menari. Jagat melesat ke langit—seperti peluru baja yang ditembakkan langsung dari amarah.

Di bawah sana, gang-gang sempit bergema oleh suara logam berat. Tim Angsa Induk berlari di antara pagar seng dan motor warga. Wajah mereka tegang, tapi gerakannya disiplin. Pelindung dada hitam dengan emblem Angsa Emas di bahu kiri mereka berkilau terkena pantulan matahari.

“Lindungi warga sipil! Rumah target dua puluh meter lagi!”

“Beta-Unit sudah menurunkan dua Robo 1.0 di ujung gang!”

“Tutup formasi, formasi ‘sayap’!”

Dentuman senjata otomatis meledak—duar! duar! duar!—peluru menembus dinding warung dan memecahkan kaca jendela rumah warga. Ibu-ibu menjerit dari dalam, anak-anak menangis.

Di dalam rumah kontrakan, Ibu Jagat memeluk Nadia erat-erat. Tubuh kecil itu bergetar.

“Bu, kenapa rame banget?”

“Tenang, sayang… itu cuma latihan… cuma latihan.”

Tapi matanya menatap pintu yang sudah bergetar karena hantaman.

Satu anggota Angsa berlutut di depan rumah, memasang energy-field projector portable. Cahaya biru berbentuk kubah tipis terbentuk, melindungi bagian depan rumah.

“Perisai aktif! Tapi cuma tahan tiga menit!”

“Tiga menit cukup! Pastikan target aman!”

Dari balik asap, Robo 1.0 Hybrid—versi tempur Beta—melangkah keluar. Dua meter lebih tinggi dari manusia, membawa rotary gun di bahu dan shock lance di tangan. Matanya merah menyala.

“Target: prioritas dua. Tangkap hidup-hidup.”

Duarrrr! peluru menghantam perisai energi. Kubah biru bergetar, suara listrik memekik.

Tim Angsa membalas tembakan dengan assault rifle E-pulse.

“Guntur-1 ke Induk, posisi kami terkepung! Minta dukungan udara, cepat!”

“Negatif! Bravo Unit dihadang di jalur utama!”

“Sial!”

Sersan Dewa—komandan lapangan tim Angsa Induk—menatap anak buahnya satu per satu. Keringat bercampur darah di pelipisnya.

“Jangan mundur! Kita bukan cuma pengawal—kita tameng!”

“Tapi pak, energi perisai tinggal 20 %! Mereka bawa shock-launcher!”

“Selama kita masih berdiri, mereka gak nyentuh keluarga itu! Fokus!”

Ledakan berikutnya memecahkan jendela ruang tamu. Ibu Jagat berteriak. Nadia menangis keras. Dua anggota Angsa masuk, menutupi mereka dengan tubuh sendiri.

“Bu, di bawah meja! Sekarang!”

Di langit, sinyal darurat tim Angsa masuk ke sistem Nova.

Nova: “Sinyal distress diterima. Lokasi rumah: koordinat –6.905, 109.677. Estimasi kehancuran 70 %. Tim Angsa dalam kondisi kritis.”

Jagat: “Aku lihat asapnya…”

Kamera HUD menyorot area target: kobaran api di antara rumah. Dua unit musuh berdiri di depan gang, menembak ke segala arah.

Celine: “Jagat, kita bisa menembus dengan mode Tank. Tapi sistem pendingin belum siap.”

Jagat: “Kalau bukan sekarang, kapan lagi?”

Ia menurunkan ketinggian, udara di sekelilingnya bergetar hebat.

Dari udara, Robo Hero Jagat menukik tajam. Sayap di punggung terbuka, membentuk siluet burung logam di langit pagi. Di HUD-nya, satu ikon baru berwarna merah berkedip.

Nova: “Peringatan—aktivasi Switch Module Tank memerlukan sinkronisasi langsung.”

Jagat: “Aku siap.”

Celine: “Konfirmasi biometrik: Jagat Baskara.”

Jagat: “Switch Tank—AKTIFKAN!”

Langit bergetar. Modul berat berwarna hitam baja ditembakkan dari Arka One, menembus awan seperti meteor biru. Udara panas menggelegak, sirene otomatis kota berbunyi. Penduduk menengadah; di langit, ada cahaya seperti petir membentuk sosok manusia baja yang turun.

Jagat menggenggam tinjunya.

“Tunggu, Bu… Nadia… aku datang.”

Ia menunduk, lalu meluncur. Suara mesin pendorong bergemuruh memecah langit pagi yang kelabu. Udara berdesing, aspal di bawahnya bergetar, daun-daun beterbangan ketika Robohero 1.1 menukik bagaikan meteor baja.

Ledakan kecil terjadi di gang depan rumah Jagat.

Tim Angsa Induk yang bertahan di garis depan menatap ke atas ketika bayangan logam besar melesat melewati mereka.

“Astaga... itu apa?”

“Elang sudah datang,” suara Dewa, komandan lapangan, serak tapi lega.

Ketika Jagat mendarat, tanah bergetar.

Beton pecah, debu naik tinggi.

Satu unit Robo 1.0 Hybrid yang sedang menodongkan senjata ke arah rumah terpental beberapa meter akibat hempasan gelombang udara.

Jagat berdiri di antara api dan puing, tubuhnya dilapisi logam biru keperakan.

Lampu helm menyala tajam.

Xeline: “Target prioritas: dua unit aktif, lima pasif. Semua dilengkapi senjata berat.”

Jagat: “Kita bereskan cepat.”

Duar! Duar! Duar!

Suara tembakan dari kedua sisi bergema keras. Peluru menghantam dinding, memantul dari armor Jagat seperti hujan batu.

Ia melangkah maju, setiap injakan kakinya meninggalkan retakan di aspal.

Satu Robo 1.0 menyerbu, meluncurkan misil kecil dari bahu.

Jagat berputar cepat—BAM!—pukulan telapak tangannya menghancurkan rudal di udara, meledak di atas mereka seperti kembang api neraka.

“Xeline, beri aku kontrol penuh.”

Xeline: “Otorisasi disetujui. Mode Tank Manual.”

Jagat merunduk, menarik tangan kanan ke belakang. Pelat baja di lengan terbuka—cahaya merah menyala di dalam rongga mekanik.

WHUMMM—DUARRR!

Tinju besi menghantam perut musuh, melubangi armor lawan sampai ke rangka dalam.

Robo 1.0 itu terpental, menabrak tembok dan roboh dengan suara berderak.

Namun belum sempat ia bernapas, dari ujung gang muncul sosok besar—lebih tinggi, lebih berat, dengan core berwarna merah menyala.

Itu bukan unit biasa.

Itu Bos Tim Alfa: model hibrid yang digabung dari sisa desain proyek lama ayahnya.

Nova: “Identifikasi positif. Ini... modifikasi ilegal dari Proyek Baskara-03. Basis datanya... hasil curian dua tahun lalu.”

Jagat: “Jadi itu peninggalan ayahku yang diselewengkan…”

Nova: “Benar.”

Robo itu menatap Jagat, seolah mengerti siapa di hadapannya.

Suara berat keluar dari speaker dada logamnya:

“Subjek 001 terdeteksi. Perintah: tangkap hidup-hidup.”

Jagat: “Hidup-hidup, huh? Kalau bisa.”

Pertarungan pecah.

Dua sosok baja saling menghantam, logam beradu logam, percikan api dan suara listrik menyambar udara.

Benturan pertama membuat dinding gang retak, jendela rumah pecah bersamaan.

BRAKK! Jagat dipukul mundur, menghantam mobil parkir.

Zzzzzttt! Arus listrik menjalar di tubuhnya.

Xeline: “Perisai depan turun 40%. Sistem hidrolik kiri overload!”

Jagat: “Kembalikan daya dari sayap cadangan!”

Ia melompat, menggeser posisinya dengan dorongan punggung. Sayap tank terbuka—dua knalpot plasma menyembur kuat, meluncurkan tubuhnya ke depan.

Tinju Jagat menabrak dada musuh BAMMM!, logam bergemuruh keras.

Namun bos Robo 1.0 itu menahan, mencengkeram tangan Jagat dan memutarnya—suara sendi baja berderit tajam.

“Sial!”

Nova: “Output lawan 122%. Ia menggunakan inti energi ganda!”

Jagat mendorong paksa, menendang keras hingga mereka terpisah.

Tanah di antara mereka hancur.

Di langit, Arka One berputar pelan, memantau dari atas.

Tim Angsa masih terlibat pertempuran sengit di gang belakang, melindungi warga dan mengevakuasi Ibu Jagat serta Nadia.

Suara radio bersahutan:

“Tim Angsa Induk ke Elang, posisi keluarga aman tapi perimeter hancur!”

“Tahan, saya tangani ini!”

Jagat menatap lawannya yang mulai mengisi ulang energi, dada logamnya berdenyut merah.

Nova: “Kita butuh kejutan.”

Jagat: “Waktunya coba modul baru.”

Nova: “Eksperimen 1.2 belum diuji di lapangan.”

Jagat: “Kita uji sekarang.”

Armor Jagat berubah. Pelat-pelat tangki di bahu membuka, memperlihatkan tabung tekanan dan pipa plasma yang menyala biru.

Uap panas keluar dari punggungnya seperti naga logam yang bangkit.

Robo musuh menyerang duluan.

Langkahnya berat tapi cepat, membawa lance energy panjang yang bergetar.

Jagat menunduk, menghindar—SWIING!—tembok di belakangnya terbelah.

Ia berputar, memukul balik.

DUARRR!

Benturan keras menggetarkan gang. Suara logam patah dan percikan api beterbangan.

Jagat maju, satu dua langkah, lalu meneriakkan:

“Xeline—Hammer Pulse!”

Senjata di lengannya terbuka penuh. Cahaya biru membentuk palu energi besar di depan lengan.

Satu ayunan.

BOOMMMM!

Gelombang kejut meledak, menghantam Robo musuh, menghancurkan bagian helm dan bahunya sekaligus.

Tubuh lawan terpental ke tembok, meledak sebagian, tapi masih berdiri dengan kaki gemetar.

“Masih mau berdiri?” Jagat menarik napas berat.

Nova: “Energi utama lawan menurun 60%. Tapi dia masih berfungsi.”

Robo musuh meraih shock-lance yang terlempar, menusuk ke arah Jagat dengan gerakan terakhirnya.

Jagat menangkis, menahan dengan kedua tangan, lalu menghentak maju—menekan hingga logam itu retak.

“Sampaikan pada yang kirim kamu—aku bukan anak kecil lagi!”

Tinju terakhirnya menghantam inti dada lawan.

Duarrr!

Ledakan biru memekakkan telinga.

Tubuh raksasa itu jatuh. Logam beratnya menghantam tanah, menimbulkan debu tinggi.

Jagat berdiri di tengah asap, nafas terengah.

Armor-nya penuh goresan, tapi masih berdiri tegak.

Nova: “Ancaman utama netral. Tapi koordinat rumah masih berstatus merah.”

Jagat: “Aku tahu.”

Ia menatap ke arah barat—di sana, kepulan asap dari rumahnya membumbung tinggi.

Jagat: “Tahan sebentar lagi, Bu. Aku pulang.”

Langit di atas kota berubah warna merah keemasan, pantulan api dan sinar pagi bertemu.

Dan di antara asap serta reruntuhan, sosok Robohero melangkah perlahan menuju arah rumah—dengan langkah berat, tapi penuh tekad.

Udara pagi berubah menjadi warna tembaga. Debu dan asap masih menempel di baju orang-orang yang berlarian.

Suara sirene polisi menggema di kejauhan, tapi tak ada satu pun yang berani mendekat ke arah timur kota—ke tempat di mana semua orang tahu ada pertempuran yang bahkan mesin pun bisa mati ketakutan.

Jagat berlari.

Langkahnya berat tapi pasti, setiap hentakan kaki diiringi dengung mesin armor yang terluka. Sayap belakangnya sudah patah sebagian, helmnya retak di sisi kiri.

Namun matanya—di balik HUD biru—tetap menatap lurus ke depan.

Nova: “Suhu internal menurun cepat. Energi cadangan tinggal 32%.”

Jagat: “Cukup buat sampai rumah?”

Xeline: “Kalau kamu nggak nekat nabrak tank lagi, iya.”

Ia mengerang pendek, lalu mempercepat langkah.

Dari udara, Arka One memancarkan garis pandu hologram ke jalan utama: jalur tercepat menuju rumah.

Setiap sudut yang ia lewati meninggalkan jejak kehancuran.

Bangunan berlubang, kabel listrik berasap, dan warga sipil yang bersembunyi di balik mobil.

Beberapa orang sempat menatapnya—seorang sosok baja berjalan di tengah kota—antara takut dan kagum.

Tapi Jagat tak sempat menoleh.

“Bu… Nadia… bertahanlah…”

Di ujung gang perumahan itu, tim Angsa Induk masih bertempur.

Rumah Jagat sudah dikepung asap dan suara senapan otomatis.

Tiga anggota tim berlindung di balik mobil yang terbalik, dua lainnya menembak dari jendela rumah kontrakan sebelah.

“Tim Angsa ke pusat, kami terkepung! Minta dukungan udara!”

“Negatif, semua jalur udara macet—drone Bara Hitam mendominasi langit!”

Peluru menghujani genteng rumah.

Ibu Jagat memeluk Nadia erat di bawah meja, tangannya gemetar.

“Bu, kenapa mereka menembak?!” tangis Nadia tertahan.

“Tenang, Nak. Kakakmu akan datang…”

Satu anggota tim, Kapten Seno, masuk ke ruang tamu dengan napas tersengal.

“Bu, kita harus pindah ke bawah! Rumah ini udah nggak aman.”

“Tapi Jagat—”

“Dia pasti datang. Sekarang, ikut saya.”

Ia menunduk, menarik ibu Jagat dan Nadia ke lorong belakang, melewati dapur dan turun ke ruang bawah tanah kecil yang dulunya tempat penyimpanan.

Ledakan terdengar di luar.

Salah satu anggota tim depan berteriak keras:

“Granat! Tiara, mundur—!”

BOOMMMM!

Panas, cahaya, dan debu menyapu halaman.

Langit di atas rumah Jagat bergetar.

Bayangan besar meluncur dari awan—siluet logam dengan punggung menyala biru, turun menembus asap.

Robohero mendarat di ujung gang, menghancurkan aspal dan membuat debu berputar seperti badai kecil.

Semua orang yang masih hidup di area itu menoleh ke satu arah.

“Elang telah tiba…”

Bisik suara dari radio tim Angsa yang penuh interferensi.

Nova: “Dua belas target bersenjata aktif di area perumahan. Empat unit armor musuh sedang mengarah ke rumah.”

Jagat: “Tandai prioritas.”

Xeline: “Prioritas satu: keluarga. Prioritas dua: eliminasi total.”

BRAAATTTTT!

Peluru menghujani Jagat dari atap rumah sebelah.

Ia menangkis dengan lengan kiri—pelat baja menyalakan percikan api.

Satu tembakan mengenai bahunya, armor tergores, tapi Jagat terus maju.

“Kalian yang ganggu keluargaku… siap tanggung akibatnya.”

Tangannya menyala—senjata palu energi kembali aktif.

Satu ayunan ke tanah:

DUARRR!

Gelombang energi menyapu gang, membuat dua unit musuh terlempar ke udara.

Tim Angsa yang tersisa memanfaatkan momentum itu.

“Serbu! Cover belakang Robohero!”

“Copy! Luncurkan granat asap—!”

Asap putih menyelimuti gang. Di tengah kabut itu, hanya suara langkah logam Jagat dan denting peluru yang memantul.

Zrrrt—Zrrrt—CLANG!

Jagat menebas satu armor musuh dengan bilah energi di lengannya.

Logam terbelah, percikan api menyala, lalu senyap.

Xeline: “Empat tersisa. Sisi barat aman.”

Nova: “Radar mendeteksi sinyal panas dari sisi selatan. Itu kendaraan berat.”

Jagat: “Biar aku urus.”

Dari ujung jalan, satu Robo 1.0 Hybrid lain melangkah.

Tingginya dua kali Jagat, berwarna hitam matte dengan core merah di dada—tanda khas Bara Hitam.

“Target ditemukan,” suara mekanis dari speaker. “Eliminasi prioritas.”

Jagat melangkah maju, tanah bergetar setiap langkahnya.

Dua raksasa logam berhadapan di jalan sempit yang hanya muat satu mobil.

Warga sipil yang melihat dari jauh menutup telinga.

Jagat: “Nova, overclock 120 persen.”

Nova: “Itu akan membakar sistem.”

Jagat: “Aku nggak peduli.”

Sistem armor bergetar keras. Cahaya biru dari sendi-sendi meledak terang.

Zzzrrrtttt! Suara listrik bergemuruh.

Keduanya menyerang serentak.

DUARR!

Benturan pertama menghancurkan dinding rumah di kiri-kanan mereka.

ZLAKK! Jagat menahan pukulan logam, membalas dengan tebasan siku ke leher musuh.

Sparks beterbangan. Core merah musuh berdenyut makin kuat.

“Nova!”

Nova: “Overheat 78 persen—kalau lanjut, armor bisa runtuh!”

Jagat: “Tutup semua limit! Aku nggak akan biarkan mereka nyentuh keluargaku!”

BOOM! BOOM! BOOM!

Serangkaian pukulan beruntun—Jagat menekan musuh sampai robo hitam itu mundur ke dinding rumah kosong.

Ia menarik energi dari bahunya ke lengan kanan, membentuk palu plasma biru.

“Ini… buat Ayah, dan keluargaku.”

Palu menghantam core lawan.

ZRAAKKKK—BOOOOMMMM!!!

Suara ledakan mengguncang seluruh kompleks.

Gelombang panas menyapu jalan. Kaca-kaca rumah pecah berhamburan.

Robo hitam itu hancur, jatuh berlutut sebelum akhirnya meledak jadi pecahan logam membara.

Asap tebal menutupi pandangan.

Jagat berdiri di tengah kobaran api, nafasnya berat, armor-nya penuh goresan hitam.

Suara Nova terdengar lirih di helm.

Nova: “Area bersih. Semua target di sektor rumah dinetralkan.”

Jagat: “Bagus…”

Ia menatap rumahnya. Setengah atap hancur, dinding depan berlubang.

Tapi dari reruntuhan, suara batuk dan teriakan kecil terdengar.

Nadia.

Jagat berlari. Menyingkirkan batu bata dan pecahan kaca dengan tangan telanjang logam.

Satu per satu, ia membuka jalan masuk.

“Bu! Nadia! Ini aku!”

“Jagat… kamu…?”

“Semua sudah berakhir. Sekarang aman.”

Ibu Jagat menangis di pelukannya. Nadia memeluk kaki armor logam itu, kotor tapi hangat.

Nova: “Misi penyelamatan sukses. Semua keluarga selamat.”

Xeline: “Tapi radar mendeteksi gerakan jauh di utara kota.”

Jagat: “Bara Hitam belum selesai.”

Jagat menatap langit.

Arka One melayang di atas awan, menurunkan sinar biru lembut ke arah rumah.

Di kejauhan, awan hitam bergerak—di dalamnya kilat merah menyala samar.

Nova: “Sinyal energi asing terdeteksi. Polanya… bukan manusia.”

Jagat: “Jadi… mereka sudah datang?”

Nova: “Invasi awal, Jagat. Ini baru permulaan.”

Jagat menggenggam tangannya. Sayap mekaniknya menutup pelan, membentuk siluet manusia logam yang berdiri di depan rumahnya yang hancur.

Angin meniup debu dan daun kering, membawa aroma besi dan darah.

“Kalau ini permulaan…”

“Maka aku akan jadi akhirnya.”

1
Aanirji R.
Lanjutin si jagat
TeguhVerse: makasih, ini lagi kejar 20 bab, semoga klar 4 hari
total 1 replies
Grindelwald1
Duh, jleb banget!
Dani M04 <3
Suka alur ceritanya.
Bonsai Boy
Mengejutkan sekali!
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!