Kevin cuma anak SMA biasa nggak hits, nggak viral, hidup ya gitu-gitu aja. Sampai satu fakta random bikin dia kaget setengah mati. Cindy cewek sejuta fans yang dielu-elukan satu sekolah... ternyata tetangga sebelah kamarnya. Lah, seriusan?
Cindy, cewek berkulit cerah, bermata karamel, berparas cantik dengan senyum semanis buah mangga, bukan heran sekali liat bisa bikin kebawa mimpi!
Dan Kevin, cowo sederhana, dengan muka pas-pasan yang justru dipandang oleh sang malaikat?!
Gimana kisah duo bucin yang dipenuhi momen manis dan asem ini selanjutnya!? daripada penasaran, mending langsung gaskan!
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Proposal, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Serangan Musuh
Kevin menatap buah-buahan segar yang baru saja diterimanya dari kakek. Aroma manis apel dan jeruk memenuhi ruang tamu. "Aku bisa langsung mengantarkan sebagian ke apartemen Cindy," gumamnya sambil mengemas beberapa buah ke dalam kantong plastik.
Tiba-tiba, bel pintu berbunyi nyaring disusul suara melengking yang sangat familiar.
"Keviiin! Buka dooong!"
Darah di tubuh Kevin langsung beku. Tangannya yang sedang memilih apel terbaik berhenti di udara. "Tidak..." Dia memegangi kepala dengan kedua tangan, merasakan sakit kepala yang tiba-tiba muncul.
Dari dapur, Cindy menoleh penuh tanya. "Ada apa?" Suaranya lembut di tengah desis minyak goreng yang sedang memanas.
Kevin berbalik dengan wajah pucat. "Ibu... ibu datang."
Cindy mengerutkan kening. "Ibu? Tapi bukankah ini hari Sabtu? Kamu bilang dia akan datang sore ini."
"Itulah masalahnya," Kevin menghela napas panjang. "Dia selalu datang lebih awal kalau punya rencana tertentu."
Suara bel pintu semakin menjadi-jadi, diselingi ketukan keras. "Keviiin! Ibu tahu kamu ada di dalam!"
Cindy cepat-cepat mematikan kompor. Wajahnya menunjukkan campuran antara panik dan bingung. "Apa yang harus kita lakukan?"
Kevin menggigit bibir bawahnya. Pikirannya berputar kencang mencari solusi. "Kamu harus sembunyi," akhirnya dia memutuskan.
"Di mana?"
"Di kamarku. Cepat!" Kevin menarik lengan Cindy dengan lembut tapi mendesak.
Dengan wajah masih penuh kebingungan, Cindy menurut. Dia bergegas ke kamar Kevin sementara Kevin membereskan sisa-sisa makan siang mereka dengan cepat.
"Jangan keluar sampai aku bilang aman, oke?" bisik Kevin sebelum menutup pintu kamarnya.
Dia menarik napas dalam sebelum membuka pintu depan. Di depan pintu berdiri seorang wanita dengan rambut cokelat pendek yang terlihat sangat muda untuk menjadi ibu seorang anak SMA.
"Kevin! Lama sekali!" Serin, ibunya, langsung menyambar pipi Kevin dan mencubitnya. "Kok tegang sekali wajahmu?"
Kevin mengelak. "Ibu, aku bukan anak kecil lagi."
Serin masuk tanpa diundang, matanya langsung menjelajahi setiap sudut apartemen. "Wah, rapi sekali di sini." Dia berjalan ke meja makan, mengendus-endus udara. "Kamu masak carbonara?"
"Ya, tadi makan siang," jawab Kevin singkat, berusaha menutupi fakta bahwa ada dua piring di wastafel.
Serin berjalan ke sofa, duduk dengan elegan sambil terus mengamati ruangan. "Kulitmu terlihat lebih sehat. Pasti makan makanan bergizi ya?"
Kevin mengangguk sambil berdiri di depan pintu kamarnya, berusaha menghalangi pandangan ibunya. "Iya, aku bisa merawat diri sendiri."
"Benarkah?" Serin menyipitkan mata. "Dulu di rumah kamu tidak pernah bisa membereskan tempat tidurmu sendiri."
Tiba-tiba, suara gemerisik kecil terdengar dari kamar. Kevin berkeringat dingin.
Serin mengangkat alis. "Ada apa itu?"
"Tikus," jawab Kevin cepat.
"Tikus?" Serin berdiri dengan tiba-tiba. "Harus segera dibasmi!"
Sebelum Kevin bisa menghentikannya, Serin sudah berjalan cepat ke arah kamar. "Tunggu, Bu!"
Tapi sudah terlambat. Serin membuka pintu kamar dengan gerakan dramatis.
Di dalam, terlihat Cindy sedang berdiri kaku di samping tempat tidur, wajahnya merah padam.
"Ah... halo, Bu," Cindy mengangkat tangan kecil, suaranya nyaris tidak terdengar.
Suasana menjadi sunyi sejenak.
Serin memutar tubuhnya perlahan ke arah Kevin, senyum lebar mulai mengembang di wajahnya. "Kevin sayang..."
Kevin merasa dunia berputar. Dia tahu persis apa yang akan terjadi selanjutnya.
"Jangan bilang apa-apa, Bu," pintanya dengan suara parau.
Tapi Serin sudah tidak bisa dihentikan. Matanya berbinar seperti anak kecil yang dapat hadiah. "Kamu punya pacar! Dan dia cantik sekali!"
"Bukan pacar!" bantah Kevin dengan suara tinggi.
"Teman sekamar?" Serin berkedip penuh arti.
"Bukan!"
Cindy yang masih berdiri di samping tempat tidur menundukkan kepala, telinganya merah menyala.
Serin mengabaikan protes Kevin dan langsung mendekati Cindy. "Aduh, kamu cantik sekali! Namamu siapa, Sayang?"
"C-Cindy, Bu," jawab Cindy dengan suara kecil.
"Cindy! Nama yang indah!" Serin memegang tangan Cindy dengan antusias. "Kamu sudah berapa lama tinggal di sini?"
Kevin menyela. "Bu, dia tidak tinggal di sini. Dia cuma tetangga yang sedang membantu aku masak."
Serin mengabaikannya. "Oh, kamu yang membuat carbonara tadi? Enak sekali baunya!"
Cindy mengangguk malu-malu. "Terima kasih, Bu."
Kevin menarik napas dalam. Ini adalah mimpi buruk yang menjadi kenyataan.
Serin tiba-tiba memegang tangan Kevin dan Cindy, menyatukannya. "Ibu sangat senang Kevin punya teman dekat seperti kamu, Cindy."
"Bu, tolong..." Kevin mencoba melepaskan genggaman ibunya.
"Kamu harus sering-sering datang ke rumah kami!" Serin terus berbicara dengan semangat. "Aku akan masakkan makanan enak untukmu!"
Cindy hanya bisa mengangguk, wajahnya masih merah seperti tomat.
Kevin menutup mata sejenak, berusaha menenangkan diri. Ketika dia membuka matanya lagi, ibunya sudah mengeluarkan ponsel.
"Ayo berfoto bersama! Untuk ayahmu!"
"TIDAK!" teriak Kevin, tapi sekali lagi, terlambat.
Suara shutter kamera mengisi ruangan, mengabadikan momen memalukan ini untuk selamanya.
Kevin merasakan hidupnya berakhir di sini. Di depan Cindy, gadis yang selama ini berusaha dia tunjukkan kalau dia bisa mandiri.
Dan sekarang ibunya yang super memalukan ini datang dan merusak segalanya.
Dia hanya bisa menatap langit-langit, berdoa agar bumi terbuka dan menelannya bulat-bulat.
Tapi yang terjadi malah...
"Cindy sayang, kamu harus cerita semua tentang Kevin ke ibu!" Serin sudah duduk nyaman di sofa, menarik Cindy duduk di sebelahnya.
Kevin memandang ibunya dengan mata berkaca-kaca. "Bu... tolong..."
Tapi Serin sudah tidak bisa didengar lagi. Dia sibuk menginterogasi Cindy tentang kebiasaan Kevin, sambil sesekali mengeluarkan tawa nyaring.
Cindy yang awalnya malu-malu, perlahan mulai nyaman dan bahkan tersenyum kecil menjawab pertanyaan Serin.
Kevin perlahan merosot ke lantai, bersandar di dinding. Dia baru saja menyadari sesuatu yang mengerikan...
Ibunya dan Cindy ternyata cocok.
Ini adalah awal dari akhir hidupnya.
Dia bisa membayangkan masa depannya diinterogasi oleh dua perempuan ini, difoto memalukan, dan menjadi bahan cerita untuk keluarga besarnya.
Dengan pandangan kosong, Kevin menatap langit-langit.
"Tuhan... kenapa aku?"
Di sofa, Serin dan Cindy sedang asyik berbincang seperti teman lama, sesekali melemparkan pandangan ke arah Kevin yang tergeletak lesu di lantai.
Dan untuk pertama kalinya sejak tinggal sendiri, Kevin benar-benar merasa...
Dia rindu kesendiriannya.