Ditipu tidak membuat kadar cintanya berkurang malah semakin bertambah, apalagi setelah tau kejadian yang sebenarnya semakin menggunung rasa cintanya untuk Nathan, satu-satunya lelaki yang pernah memilikinya secara utuh.
Berharap cintanya terbalas? mengangankan saja Joana Sharoon tidak pernah, walaupun telah hadir buah cinta.. yang merupakan kelemahan mereka berdua.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Base Fams, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
◉ 22
"Aku masih tidak percaya jika kau melamar-ku. Dan bagaimana bisa cincin pemberianmu sangat pas di jariku?" Joana menelengkan kepalanya. Menatap pria yang beberapa saat lalu telah resmi menjadi kekasihnya.
"Entahlah. Aku hanya menerka-nerka ketika aku memesannya. Apakah kau menyukainya?"
"Tentu saja. Aku menyukai cincinnya." Joana menatap cincinnya. "Ini sangat indah Nathan. Kenapa kau mendadak melamar-ku?" Joana menatap kekasihnya lagi.
"Aku sudah mengatakannya tadi, perlukah aku mengulanginya?" Joana mengangguk sambil tersenyum. "Karena aku mencintaimu, Joana. Aku ingin memilikimu, seutuhnya."
"Ya Tuhan, kau membuat jantungku meledak, Nathan."
"Artinya kau menyukainya."
"Sangat. Aku menyukai kau mengatakan perasaanmu dan melamar-ku di depan Mommy. Kau tau, kau sangat gentle, Nathan. Tindakanmu yang tiba-tiba, membuatku dan Mommy bahkan Nichole terkejut. Dan yang tidak pernah aku duga, kau sudah mempersiapkan semua. Meskipun tidak ada makan malam romantis, atau seikat bunga, kejutan-mu sangat indah Nathan. Terimakasih." Dirasakannya rengkuhan Nathan semakin mengerat. Keduanya mendadak terdiam, hanya hembusan napas mereka yang terdengar.
Ditatapnya kekasihnya itu dengan tatapan dalam. Tangannya terulur, menyentuh wajah Joana. Tanpa sadar, Nathan memainkan ibu jarinya di kulit halus Joana, dan manik birunya terpaku pada bibir merah jambu itu yang sedikit terbuka..
Nathan memindai tatapannya, menatap lagi manik indah milik Joana yang menatapnya dengan gugup. Dihirupnya aroma manis vanila yang menguar dari tubuh Joana, semakin membuat Nathan kehilangan kendalinya. Sumpah demi apapun, Nathan ingin memesrai bibir Joana, meneguk rasa manis yang ada pada gadisnya itu. Nathan memajukan wajahnya, hingga tidak ada lagi jarak yang tersisa.
"Tu-tunggu." Joana mendorong tubuh Nathan, ia beranjak lalu melangkah mundur untuk mengamankan jantungnya.
Jantungnya berdetak lebih cepat, tetapi ia menjaga suaranya agar tetap terdengar tenang. "Sebaiknya kita masuk, Nathan. Mommy pasti sedang menungguku di kamar. Ya itu pasti. Lagipula, aku juga sudah mengantuk." Joana berpura-pura menguap untuk menyakini Nathan.
Nathan tergelak, diraihnya tangan Joana. "Apa kau gugup?"
"Ti-tidak.." Elaknya, "aku sungguh mengantuk. Ayo kita masuk." Joana menarik tangan Nathan, mengabaikan suara tawa pria itu. Calon suaminya sedang menertawakannya, Ia harus menulikan pendengaran, agar tidak terpancing. "Ini kamarku," Joana membuka pintu kamarnya. "Semoga kau tidur dengan nyaman. Selamat malam." Joana tersentak, tangannya di cekal Nathan. "Ada apa?" Tanyanya gugup. Nathan menarik tangannya perlahan, hingga tubuh mereka saling berdekatan. Joana khawatir jika Ibu dan Nichole keluar dari kamar lalu melihat mereka seperti ini.
"Kau tidak memberikan aku kecupan selamat malam?" Bisik Nathan didekat bibir Joana membuat gadis itu terkesiap, pipinya pun terasa panas.
"Aku... "
Cup..
Satu kecupan mendarat pas di bibirnya. Joana tersentak, matanya membulat sempurna. Yang diberikan pria itu hanya kecupan, tapi membuat 'bumm' jantungnya meledak.
Nathan tersenyum, "selamat malam juga Mi Amore. Semoga kau memimpikan aku, memimpikan kita."
.
.
.
Hanya dua minggu setelah Nathan melamar Joana, akhirnya hari yang dinantikan pun tiba. Hari ini akan menjadi lembaran baru untuk Joana bersama Nathan. Pria yang punya kesan menyebalkan dimatanya ketika mereka pertama kali bertemu, siapa sangka pada akhirnya pria itulah yang berhasil memenangkan hatinya.
Joana tersenyum lebar mencurahkan rasa bahagianya. Dalam hitungan menit, ia akan menyandang nama belakang pujaan hatinya itu. Hidup dan menua bersama dalam suka maupun duka, memiliki anak yang menggemaskan yang senantiasa menjadi pelengkap rumah tangga mereka, itulah impian sederhana Joana.
"Woah.. Kau sangat cantik, Joana." Suara Nichole membuyarkan lamunannya yang sedang membayangkan kehidupannya kelak bersama Nathan. "Coba berputar-lah." Nichole membimbing Joana berputar. Joana begitu saja mengikuti kemauan adiknya itu. Joana terlihat anggun dengan gaun putih yang melekat di tubuh indahnya. Tidak ada sentuhan yang berkilauan di gaunnya, gaun itu terlihat sederhana tapi memberikan kesan elegan. Serta riasan diwajahnya semakin mempertegas kecantikannya. Sempurna. Satu kata yang cocok untuk menggambarkan penampilan Joana kali ini. Kecantikannya terlihat berbeda, auranya keluar dari perasaannya yang sedang berbahagia.
"Lihat dirimu!" Nichole mengarahkan tubuh Joana ke depan cermin dengan posisinya berada di belakang punggung Kakaknya itu. "Kau seperti bidadari, Joana. Cantik dan mengagumkan. Aku sangat yakin priamu itu tidak akan berpaling sedetik pun. Dia akan terpukau." Ucap Nichole tidak menggoda. Ia berkata apa adanya.
"Kau berlebihan, Nichole."
"Aku mengatakan fakta, Joana." Nichole merangkul pundak Joana dari belakang, lalu menempelkan pipinya di pipi Joana. "Aku turut bahagia atasmu saudariku tersayang, semoga kau selalu dilimpahkan kebahagiaan." Katanya sangat tulus.
"Aamiin. Terimakasih, Nichole. Aku sangat menyayangimu." Joana tersenyum dengan menempelkan tangannya di pipi Adiknya itu.
"Aku juga, Joana." Nichole menguraikan pelukannya. Ia berpindah posisi, berdiri di depan Joana. Menatap saudarinya dengan manik berkaca-kaca. Ia ingin menangis, sungguh. Sejak tadi ia menahan desak air matanya agar tidak tumpah karena tidak ingin merusak riasan wajahnya.
"Bagaimana perasaanmu hari ini?"
"Sangat bahagia sampai-sampai perutku melilit, Nichole. Bukan itu saja," Joana memegang dadanya, "jantungku berdebar-debar." Joana mengungkapkan perasaannya dengan jujur membuat senyuman terukir di wajah Nichole. "Oh Nichole apa kau tau cara menghilangkan rasa gugup?"
"Perbanyak doa, Joana." Jawabnya bijak.
"Kenapa nasihat itu tidak cocok diucapkan olehmu?"
"Haish... aku menyesal menjawab pertanyaanmu. Kenapa kau menyebalkan sekali, Joana."
Joana terkikik geli melihat ekspresi kesal Adiknya itu. Pintu di buka dari luar, sontak membuat keduanya menoleh.
"Tuan Gabriel sudah menunggumu, Nak. Sebentar lagi prosesi akan di mulai." Isabella mendekati Joana. Wanita paruh baya itu juga tidak kalah mengagumkan. Meskipun usianya sudah tidak lagi muda, Isabella tetap terlihat cantik.
"Aku bertambah gugup, Mom."
"Itu hal yang biasa sayang. Dulu ketika Mommy dan Daddy menikah, Mommy juga merasakan hal yang sama. Tapi percayalah setelah mengucapkan ikrar kau akan merasa tenang, dan rasa gugup-mu hilang." Sahut Isabella seraya menyentuh tangan putrinya. "Astaga, tanganmu sampai berkeringat seperti ini. Nichole tolong ambilkan tisu." Nichole mematuhi perintah Ibunya, mengambilkan beberapa lembar tisu dari meja rias lalu memberikannya. "Percayalah, semua akan berjalan lancar." Isabella mengusap keringat di tangan Joana penuh perhatian.
"Sudah selesai. Ayo... jangan biarkan calon suamimu menunggu terlalu lama."
Bersama Ibu dan Adiknya, Joana keluar dari ruangan. Gabriel yang sedang duduk pun beranjak. "Apa anda sudah siap, Nona?" Tanya pria paruh baya itu disertai senyuman.
"Sudah, Paman." Joana menyelipkan tangannya di lengan Gabriel. Ya pria setengah baya itu diminta Joana menjadi wali nikahnya.
Isabella dan Nichole pergi dahulu memasuki gereja, baru kemudian Joana.
Gereja itu di dekor secara sederhana, namun terlihat elegan. Jika biasanya pernikahan di hadiri banyak undangan, tidak dengan mereka. Mereka melakukan pernikahan tertutup yang hanya di hadiri keluarga Joana. Tidak ada pesta besar-besaran, baik Nathan dan Joana telah sepakat untuk tidak membuat pesta. Hanya makan malam setelahnya.
Di depan altar, Nathan sudah menunggu Joana. Tubuhnya yang proposional dibalut dengan tuxedo berwarna hitam itu semakin membuat pria itu bertambah menawan.
Nathan menarik kedua sudut bibirnya, tatkala melihat Joana masuk ke dalam ruangan gereja bersama Gabriel. Gadis itu berjalan ke arahnya dengan anggun serta senyuman indah membingkai di wajah cantiknya.
Joana mengeratkan pelukannya di tangan Gabriel. Semakin mendekati Nathan, jantungnya berdebar sangat cepat. Bagitu juga Nathan yang sejak tadi tidak mengalihkan pandangannya kepada Joana.
Kini mereka sudah berdiri saling berhadapan, Nathan mengulur tangannya untuk menyambut calon istrinya.
Joana menerima uluran tangan pria itu. Keduanya saling melempar senyuman sebelum keduanya menghadap pastur yang berdiri di belakang mimbar.
"Apa kalian sudah siap?" tanya Pastur.
"Sudah Pendeta." Balas Nathan dan Joana bersamaan. Inti acara sakral dimulai. Di saksikan pendeta berikut Isabella, Nichole, dan Gabriel, keduanya mengikrarkan janji suci pernikahan dengan melibatkan nama Tuhan. Tidak ada kesalahan ketika mengucapkannya hingga prosesi janji pun selesai. Nathan dan Joana resmi menyandang status suami dan istri.
"Selamat atas kalian. Dipersilahkan kedua mempelai untuk berciuman."
Nathan maju satu langkah untuk lebih dekat dengan gadis yang sudah resmi menjadi istrinya. Joana tersipu, gadis itu tertunduk untuk menyembunyikan rona merah di pipinya.
"Kanapa kau menunduk?" Bisik Nathan di dekat telinga Joana. Suara pria itu parau mengusik dirinya semakin membuatnya tidak tenang.
"Aku malu." Akunya sambil melirikkan matanya ke atas, melihat suaminya tersenyum setelah mendengar jawabannya.
Nathan meraup sisi wajah Joana, lalu mengangkat perlahan sehingga keduanya kembali saling menatap. Pria itu tersenyum sebelum akhirnya ia melabuhkan bibirnya di atas bibir Joana.
Joana memejamkan matanya. Membiarkan suaminya memesrai bibirnya sangat lembut. Ia tidak membalas. Ia tengah menikmati ciuman Nathan untuk pertama kalinya. Ini sangat indah, dan terasa memabukkan.
Tepukan tangan terdengar, Nathan melepaskan tautan bibirnya bersamaan itu Joana membuka matanya. Keduanya saling menempelkan kening mereka. Saling melempar senyuman.
"Congrats, untukmu Joana, dan kau juga Kakak Ipar. Tugas kalian setelah ini memproduksi keponakan yang menggemaskan untukku." Ujarnya yang tidak berfilter mendapatkan tatapan horor dari Isabella dan juga Joana. Sedangkan Nathan, pria itu tergelak begitu juga dengan Gabriel yang tersenyum lebar.
"Kenapa kau dan Mommy menatapku seperti itu? apa ucapanku ada yang salah, Kakak ipar?" tanya Nichole mencari pembelaan.
Nathan memberhentikan tawanya, "umm tidak ada yang salah dengan ucapanmu Nichole." Balas Nathan membuat Nichole tersenyum lebar. "Memang seperti itu." Tambah Nathan mengerlingkan matanya ke arah Joana. "Kau jangan khawatir, kami akan berusaha memberikanmu keponakan yang sangat menggemaskan." Tangannya bergerak memeluk pinggang Joana, sangat posesif.
"Nathan!!" Kali ini Nathan yang mendapatkan tatapan horor darinya. Nathan pun kembali tergelak begitu juga yang lainnya.
ehh
joana yaa ... bukan aku /Facepalm/
dia bisa melihat kamu hanya pkaai handuk
tapi
gpp jo.... kan biar gampang ehemnya/Facepalm/
beb pulang beb...🚶♀️🚶♀️🚶♀️