NovelToon NovelToon
Dion (1)

Dion (1)

Status: tamat
Genre:Romantis / Tamat / Cintapertama / Anak Yatim Piatu / Cinta pada Pandangan Pertama / Cinta Murni / Anak Lelaki/Pria Miskin
Popularitas:1.6k
Nilai: 5
Nama Author: K. Hariara

Selama empat generasi keluarga Dion mengalami fenomena 'tading maetek' atau ditinggal mati oleh orang tua pada usia dini. Tapi seorang yatim juga sama seperti manusia lainnya, mereka jatuh cinta. Dion menaruh hati pada seorang gadis dari keluarga berada dan berusia lebih tua. Cintanya berbalas tapi perbedaan strata sosial dan ekonomi membuat hubungan mereka mendapat penolakan dari ibu sang gadis. Dengan sedikit yang ia miliki, Dion tak cuma menghadapi stigma tapi juga perubahan zaman yang menuntut adaptasi, determinasi dan tantangan moral.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon K. Hariara, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 20: Wina, Wina dan Wina

Setelah makan malam, Wina beres-beres di kamarnya karena kemarin ia belum sempat membongkar travel bag yang ia gunakan dari Jakarta. Ia menyisihkan dua helai gaun yang ia beli untuk Mbak Sari dan Mbak Ria sebagai oleh-oleh.

Ia juga memisahkan kemeja yang ia belikan untuk Dion. Teringat akan kekasihnya itu, Wina membuka tas jinjing yang ia gunakan tadi pagi dan mengeluarkan buku harian cokelat tebal yang diambil dari laci meja Dion.

Hatinya bergejolak karena pertentangan moral. Ia merasa tak berhak membaca buku yang sangat pribadi itu. Tapi di sisi lain, ia sangat penasaran dan ingin mengenal Dion lebih jauh.

Sejenak ia memandangi buku itu dan membuka halaman-halaman yang diisi oleh tulisan tangan Dion.

Wina langsung mencari halaman terakhir yang ditulis oleh Dion, yakni 16 Desember 1999 yang merupakan tanggal ulang tahun Wina. Tulisan Dion berupa ucapan syukur dan doa serta ungkapan optimisme membuat Wina terharu. Ia kemudian menutup buku harian itu.

Tapi Wina kemudian teringat pada cerita Dion soal cinta monyet. Hatinya kembali panas akibat cemburu. Tanpa pertimbangan lagi, Wina membuka kembali buku harian itu mulai dari halaman pertama. Ia sedikit kecewa karena Dion mulai menulis pada Oktober 1994.

Dion hanya menulis kalau sedang mood saja. Terlihat dari lompatan-lompatan tanggal penulisan. Kadang dalam sebulan hanya sekali bahkan ada yang melompat dua bulan. Kebanyakan isi buku harian Dion adalah doa-doa yang dituangkan dalam tulisan.

“Berarti Dion hanya menuliskan hal yang penting saja,” pikir Wina sambil membalik-balikkan halaman mencari tulisan mengenai cinta monyet.

Beberapa kali Wina mendapati tulisan Dion mengomentari teman-teman cewek sekolahnya. Tapi bukan komentar kasmaran.

Hati Wina berdegub ketika akhirnya menemukan yang ia cari. Sebuah esai panjang berbahasa Inggris yang mulanya berisi curahan hati kesepian itu kemudian dilanjutkan dengan ungkapan bahagia karena Dion berbincang dengan seorang gadis bernama Miranda atau Mira.

Pada halaman-halaman berikut Dion tidak menyinggung Mira dalam tulisannya. Wina yang masih penasaran melanjutkan pencariannya. “Pasti ada sesuatu di sini,” pikirnya.

Hati Wina kembali memanas ketika membaca tulisan mengenai Mira pada Oktober 1995. Dituliskan, Dion merasa senang akhirnya punya waktu banyak bertemu dengan Mira karena keduanya terpilih sebagai panitia perayaan keagamaan di sekolahnya.

Hati Wina semakin panas ketika Dion menuliskan tentang Mira yang ketakutan memegangi tangannya ketika menonton film horor di bioskop bersama teman-teman mereka.

“Ih, pecicilan nih cewek. Pasti cuma pura-pura takut tuh!” Wina berkomentar dengan emosi.

Di beberapa halaman berikut, Dion juga menulis bagaimana Mira yang biasanya galak hanya diam saja ketika mereka berdua dikunci di ruang kelas dengan sengaja oleh teman-teman Dion yang memang mendorong keduanya agar jadian.

“Halah, pasti sudah diskenariokan oleh perempuan itu,” ujar Wina yang masih emosi.

Dion juga menuliskan pada suatu kesempatan suaranya menjadi serak karena memenuhi permintaan Mira untuk menemaninya menyanyi duet sepanjang sore di rumahnya.

Tapi hati Wina jadi lega juga ketika di bulan Februari 1996, Dion menuliskan dia tak yakin dengan perasaannya. Too much to handle, tulis Dion mengomentari sifat Mira yang suka ngambek dan memaksakan kehendak.

“Rasa lu dicuekin Dion ku!” seru Wina merasa menang dalam hati.

Di bulan berikut, Maret 1996, dituliskan Dion mengalami mimpi basah setiap hari pada bulan itu.

“Padahal sejak SMP frekuensinya hanya 2-3 kali dalam seminggu. Yang ini pasti karena film porno minggu lalu,” tulis Dion yang kemudian menjelaskan ia diajak oleh teman-teman mahasiswa indekos menonton film dewasa di salah satu bioskop kumuh, pesing, dan kotor di pinggiran kota.

Pada tulisannya, Dion juga menceritakan curhatannya pada Andi mengenai frekuensi mimpi basah yang terlalu sering. Andi kemudian menyarankan agar Dion sering onani untuk mengosongkan testisnya.

Tulisan yang tentunya membuat Wina tertawa terbahak-bahak. “Ternyata puber itu adalah masa yang sulit buat lelaki,” pikir Wina.

Wina yang mulai ngeres memeriksa halaman-halaman berikut berharap menemukan tulisan mengenai pengalaman Dion tentang onani. Tapi ia tak menemukannya.

Juni di tahun yang sama, Dion menuliskan rasa senangnya magang di sebuah hotel berbintang. Selain mendapat makan gratis, Dion juga mendapat banyak uang tips dari tetamu.

Pada bulan-bulan berikut, Dion yang sudah duduk di bangku kelas 3 banyak menulis tentang rasa sepinya dan keluhan mengenai keuangannya. Dion yang sering melewatkan makan pagi karena harus berhemat.

Ternyata pamannya menghentikan kiriman uang bulanan dengan alasan hasil panen kurang baik atau ada keperluan mendadak karena dua kakak sepupu tertua Dion juga sedang kuliah.

Di halaman berikutnya, Dion mengeluhkan harus melawan kantuk di sekolah karena ia sering menerima side job sebagai tenaga kasual di banquet departement salah satu hotel hingga tengah malam. Ia sering melakukannya karena kekurangan uang.

“Kasihan banget Dion,” gumam Wina membaca keluh kesah yang tertuang di buku itu.

Di bulan-bulan berikut, Dion juga beberapa kali menyebutkan seorang perempuan bernama “Mel”. Wina yang penasaran berusaha mencari keterangan mengenai perempuan itu tapi tak menemukannya.

“Senyuman yang mengingatkanku pada ibu. Tapi kalian berdua tidak nyata,” tulis Dion membuat Wina beranggapan bahwa sosok “Mel” hanyalah khayalan atau setidaknya figur publik.

Juni 1997, Dion menuliskan perasaan sedihnya di hari wisuda karena ia hanya sendirian pada acara itu. Berbeda dengan teman-temannya yang merayakan hari penamatan bersama keluarga mereka.

“Yang paling menyedihkan dari kesendirian bukanlah ketika harus menjalani hal berat seorang diri. Justru ketika tidak memiliki seseorang untuk merayakan hari bahagia. Tidak ada hari bahagia bila kamu seorang diri,” tulis Dion.

Tulisan itu membuat Wina menitikkan air mata. Ia kagum bagaimana Dion bisa menjalani hari-hari beratnya.

Wina lalu menutup buku harian itu lalu memikirkan Dion. Tapi entah kenapa, pikirannya justru dipenuhi rasa cemburu pada kisah Dion bersama Mira. Wina ingin kembali ke masa lalu dan melakukan balas dendam.

Ia ingin melakukan banyak hal bersama Sony, pacar masa SMA-nya untuk membalas Dion. Wina memang tak memiliki banyak kesempatan untuk beraktivitas bersama Sony. Yang mereka lakukan hanyalah ngobrol di kantin atau bicara lewat telepon secara sembunyi-sembunyi karena ibu Wina dengan tegas melarangnya pacaran pada masa SMA.

“Aku tak pernah nonton bioskop bersama Sony, nyanyi bareng, jalan-jalan. Sialan kau Mira merebut Dion dariku,” pikir Wina yang sedang kacau balau.

“Tapi kenapa aku balas dendam pada Dion? Bukannya mereka tidak ada hubungan?” tanya Wina dalam hati ketika pikirannya mulai jernih. Wina menjadi merasa malu sendiri. Ia mengakui kalau ia mulai terobsesi untuk memiliki Dion hanya untuk dirinya sepenuhnya.

Wina kemudian kembali membaca buku harian Dion. Meskipun masih didominasi oleh doa pengharapan, juga terdapat beberapa cerita menarik dan lucu yang membuat Wina tertawa. Tapi ia tak menemukan hadirnya tokoh wanita di kisah Dion hingga 8 Mei 1999.

Di halaman itu Dion berkisah sehari sebelumnya ia bertemu dengan seorang gadis secantik bidadari. Wajah Wina dipenuhi senyuman semringah karena yakin bahwa gadis secantik bidadari yang dimaksud Dion pada tulisan adalah dirinya.

Halaman-halaman terakhir dari buku harian itu adalah favoritnya, karena semuanya melulu mengenai Wina, Wina dan Wina.

Tulisan-tulisan itu adalah kalimat-kalimat romantis, harapan, pujian setinggi langit. Wina tak bisa menahan tawa membaca Dion yang galau, takut dan merindu pada minggu-minggu pertama sejak perkenalan mereka.

“Jadi aku benar-benar adalah cinta pertamanya. Dion yang tampan tapi lugu, polos, sederhana luar-dalam hanya milikku seorang,” gumam Wina berbangga hati dan berbunga-bunga.

Seusai membaca buku itu, Wina pun dihinggapi rasa bersalah. Bagaimanapun seseorang tak seharusnya membaca buku harian orang lain tanpa ijin, meskipun ia adalah kekasih pemuda itu.

Wina lalu mengambil sebuah pulpen dan menuliskan sesuatu pada buku itu.

1
Anonymous
Bikin baper... /Drool//Drool//Drool/
Desi Natalia
Ingin baca lagi!
Type2Diabetes
Terharu...
Anonymous
/Drool//Drool//Smile//Smile/
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!