Hubungan antara dua orang yang saling mencintai tentu saja akan lebih membahagiakan jika ada restu kedua orang tua di dalamnya. Namun, bagaimana akhirnya jika setelah semua usaha dilakukan, tapi tetap saja tidak ada kata restu untuk hubungannya?
Ini tentang Arasellia. Gadis dari kalangan biasa yang selalu kesulitan mendapatkan restu dalam setiap menjalin hubungan.
"Kalau pada dasarnya mereka udah nggak suka sama aku, mau aku kasih mereka uang semiliar juga nggak akan mengubah apa pun."
"Kalau misal berubah, emang kamu punya uang semiliar?"
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Vin Shine, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Balikan?
Tak ada raut sendu yang tergambar di wajah Ara layaknya orang baru putus cinta. Gadis itu benar-benar pandai menyembunyikan suasana hatinya. Matanya yang bengkak sudah ia kompres dengan sendok yang sebelumnya sudah didiamkan di lemari pendingin. Dan ya! Itu berhasil. Terbukti Gusti yang duduk berseberangan dengannya dan hanya terhalang meja makan tidak melayangkan tatapan menyelidik.
Tiga puluh menit setelah adiknya berangkat sekolah, Ara pun menyambar mini ranselnya untuk bergegas berangkat bekerja usai dirinya selesai mencuci piring bekas sarapan seluruh anggota keluarganya.
Tak butuh waktu lama, kini Ara sudah sampai di restoran dan menyapa salah satu temannya yang tampaknya juga baru sampai. "Hai, Lin. Lemes amat pagi-pagi."
"Nyeh! Gimana nggak lemes tahun baru nggak dapet cuti." Linda mendengkus sebal. Hancur sudah angan-angannya menghabiskan malam tahun baru bersama Vino, kekasih barunya.
"Ooo ...." Ara membulatkan bibir sambil manggut-manggut tidak jelas.
Maklum saja, ini sudah mau memasuki minggu kedua bulan Desember. Pastilah banyak karyawan yang ingin mendapatkan cuti tahun baru. Namun, tidak bagi Ara. Gadis itu tidak ada niatan untuk mengajukan cuti. Tidak ada rencana apa-apa di dalam kamusnya apalagi setelah kini ia menyandang status jomlo. Lebih baik waktunya digunakan untuk mengais rupiah. Terlebih jika momen-momen tertentu, seperti tahun baru, bonusnya lumayan tinggi.
Ara meregangkan tubuhnya setelah seharian bekerja. Badannya terasa pegal. Belum lagi otot-otot wajahnya juga terasa kaku karena harus tersenyum setiap melayani pengunjung restoran. Usai meneguk air mineral yang ia bawa dari rumah, Ara lantas bergegas pulang.
Tepat ketika ia keluar dari restoran, dilihatnya Keyla yang baru datang menghampirinya dengan kening berkerut.
"Lhoh, Ra, kamu masuk? Kirain bakalan izin buat ke rumah sakit."
"Hah? Ngapain juga ke rumah sakit?" Ara tampak keheranan.
"Kamu nggak tahu?"
Keyla yang terlalu bertele-tele membuat Ara tidak sabar. "Apaan, sih, Key, ngomong yang jelas."
Keyla lantas menggiring Ara menyingkir dari depan pintu karena banyak karyawan shift malam mulai berdatangan. "Semalem Elang kecelakaan. Kamu nggak dikabarin?"
"K-kecelakaan?" Ara hampir tersedak ludahnya sendiri. Wajahnya seketika memucat mengingat kejadian kemarin sore. Mungkinkah Elang kecelakaan sehabis bertemu dengannya? Jika benar, maka Ara akan merasa sangat bersalah.
"Ra!" Keyla menepuk bahu sahabatnya.
Ara mengerjap-ngerjapkan mata untuk mengembalikan kesadarannya. "Kamu tahu dia dirawat di mana?"
Keyla tak menjawab. Ia justru mengerutkan keningnya semakin dalam dengan pandangan menyelidik. "Kalian lagi berantem?"
"Kita udah putus." Ara berkata setelah terdiam beberapa saat.
"APA? KAPAN? KOK BISA?" cecar Keyla dengan bola mata membulat sempurna.
Ara menghela napas pelan, lalu menarik tangan Keyla menjauh lebih lagi agar tidak ada yang mencuri dengar. "Semalem." Dan sebelum Keyla kembali membuka suara, Ara dengan cepat memotong, "Jangan banyak nanya dulu. Menurut kamu aku jenguk nggak?"
Keyla ikut-ikutan bingung.
Kedua gadis itu kini sama-sama menampilkan raut gelisah.
"Elang hubungin kamu nggak?"
Lagi-lagi, Ara hanya bisa meneguk ludah Dia merasa sangat bodoh untuk kali ini. Sejak kemarin, setelah memutuskan hubungannya dengan Elang, ia tidak membuka ponselnya. Dan kini, saat ia menyalakan benda pipih itu ratusan panggilan dan juga pesan dari Elang kontan memenuhi layar.
"Key, power bank," titahnya melihat baterai ponselnya tersisa 8%.
Kegelisahan semakin jelas di wajah lelah Ara setelah membaca keseluruhan pesan Elang yang intinya laki-laki itu ingin bertemu dengannya. "Temuin nggak, Key?" Ara meminta pendapat lagi.
"Temuin aja, deh, Ra, daripada pulang ke rumah juga pasti kepikiran," ujar Keyla.
...............
Dengan membawa sebuah kantong plastik berisi kue sus, Ara menaiki lift menuju lantai di mana sang mantan kekasih dirawat. Jantungnya berdebar kencang begitu ia sudah berdiri di depan pintu ruangan yang letaknya paling ujung. Ragu-ragu tangannya mengetuk dengan hati harap-harap cemas.
Wajah tidak bersahabat Bu Rini menyambutnya. Sementara Ara yang sudah lelah tidak mau ambil pusing. Dia hanya ingin menemui Elang. Masa bodoh dengan wanita itu. "Sore, Bu. Bolehkah saya bertemu dengan Mas Elang?"
"Masuk, Ra." Elang yang menjawab dari dalam sana. Sedangkan Bu Rini tetap memilih bungkam sambil berlalu, meninggalkan Elang dan Ara.
Ara terdiam sesaat mengamati setiap jengkal tubuh Elang. Ada beberapa perban yang membebat tangan serta kaki laki-laki itu. "Kenapa bisa kecelakaan?" tanyanya sambil menaruh makanan yang ia bawa di nakas. "Kue buat kamu, Mas."
"Lagi apes aja." Elang tersenyum tipis. "Makasih, ya, Ra, udah mau dateng nengokin. Bawa makanan lagi. Bikin kamu repot aja."
"Santai aja." Ara balas tersenyum, meski matanya terus menghindari tatapan Elang.
"Ra." Tanpa permisi Elang sudah menggenggam tangan Ara.
Ara menolehkan kepala, menatap Elang sehingga pandangan mereka bertemu.
"Ayo, kita balikan. Aku nggak mau pisah dari kamu." Kini tidak hanya satu, melainkan kedua tangan Elang sudah menggenggam kedua tangan Ara. Memberikan rasa nyaman dan hangat seperti yang sudah-sudah.
Ara bergeming. Hanya dengan begini saja hatinya gamang. Ah, hati perempuan memang mudah sekali berubah-rubah. Semudah kita membolak-balik telapak tangan.
"Kamu nggak perlu jawab sekarang. Kapan pun itu, aku bakalan nunggu."
jujur aku seneng omanya mati
🙈🙈🙈