NovelToon NovelToon
BALAS DENDAM RATU MAFIA

BALAS DENDAM RATU MAFIA

Status: sedang berlangsung
Genre:Kehidupan di Kantor / Identitas Tersembunyi / CEO / Bullying dan Balas Dendam / Mafia / Balas dendam pengganti
Popularitas:6.7k
Nilai: 5
Nama Author: Archiemorarty

Ketika Violetta Quinn, saudari kembar yang lembut dan penurut, ditemukan tak sadarkan diri akibat percobaan bunuh diri, Victoria Thompson tak bisa menerima kenyataan itu begitu saja. Tidak ada yang tahu alasan di balik keputusasaan Violetta, hanya satu kenangan samar dari sang ibu: malam sebelum tragedi, Violetta pulang kerja sambil menangis dan berkata bahwa ia 'Tidak sanggup lagi'.

Didorong rasa bersalah dan amarah, Victoria memutuskan untuk menyamar menggantikan Violetta di tempat kerjanya. Namun pencarian kebenaran itu justru membawanya ke dalam dunia gelap yang selama ini Victoria pimpin sendiri; Black Viper. Jaringan mafia yang terkenal kejam.

Di sanalah Victoria berhadapan dengan Julius Lemington, pemilik perusahaan yang ternyata klien tetap sindikat Victoria. Tapi ketika Julius mulai mencurigai identitas Victoria, permainan berbahaya pun dimulai.

Victoria masuk dalam obsesi Julius.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Archiemorarty, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

BAB 3. BERUBAH

Dua hari.

Hanya dua hari sejak Victoria melangkahkan kaki ke dalam gedung kaca megah itu dengan identitas yang bukan miliknya, dan ia sudah mencium bau busuk yang bersembunyi di balik aroma parfum mahal serta tumpukan laporan keuangan yang tertata rapi di meja-meja.

Pagi itu, cahaya mentari menembus tirai putih di ruang kerja yang didekor dengan gaya minimalis. Meja kerja 'Violetta Quinn' tampak seperti baru saja dirombak: bersih, tapi terlalu bersih. Tidak ada secarik memo, tidak ada post-it warna-warni yang biasanya menempel di layar komputer seperti foto-foto kenangan masa lalu.

Victoria menatap meja itu, matanya menyipit.

Kemarin sore, ia ingat jelas ada satu map kuning dengan cap 'Client Research' di atas meja. Isinya ... laporan awal tentang klien baru yang sedang ditangani Violetta sebelum 'kecelakaan' itu terjadi. Tapi kini, map itu lenyap seolah ditelan udara.

Victoria membuka laci satu per satu. Kosong.

Laci ketiga, hanya ada satu bolpoin, sebuah lip balm, dan secarik kertas berisi coretan yang hampir tak terbaca.

'Jangan percayai siapa pun.'

Tulisan tangan itu membuat tengkuknya dingin.

Victoria menatapnya cukup lama, seolah huruf-huruf di kertas itu bisa memberinya arah. Tapi Victoria tahu satu hal; adik kembarnya tidak pernah menulis pesan seperti itu tanpa alasan. Atau itu pesan dari orang lain?

"Pagi, Violetta."

Sebuah suara ceria memecah lamunannya. Kelly, sahabat baik Violetta, sekaligus kepala divisi pemasaran ... menyapanya dengan senyum lebar sambil memegang dua gelas kopi.

"Pagi juga," Victoria membalas, meniru nada lembut khas adiknya, menyambut kopi itu dengan senyum yang dibuat-buat. "Kau baik sekali membawakanku kopi."

"Tentu saja! Kau kelihatan belum sepenuhnya pulih. Setelah kecelakaan itu, siapa pun pasti butuh sedikit kafein untuk bertahan di sini." Kelly tertawa pelan, tapi ada sesuatu di balik tawanya, terlalu manis, seperti madu yang bisa menjerat semut sampai mati lemas.

Victoria mengangguk samar. "Ya, aku ... masih menyesuaikan diri."

Victoria duduk kembali di kursi, menatap layar komputer yang menampilkan daftar proyek. Namanya atau tepatnya, nama Violetta, tercantum di tim proyek Lynx Corporation Merger. Tapi anehnya, file laporan dan catatan pertemuan terakhir semuanya menghilang.

Ia menekan tombol search. Tidak ada hasil.

Victoria mengetik ulang lebih cepat, mencoba semua kata kunci yang ia ingat. Tetap nihil.

"Kelly?" panggil Victoria tiba-tiba, menatap perempuan itu. "Kau tahu ke mana berkas merger itu? Yang biasanya aku kerjakan bersama Mark dan Tim?"

Kelly berhenti menyesap kopinya, menatap balik dengan ekspresi bingung, terlalu bingung, bahkan untuk seseorang yang terbiasa dengan ritme kerja cepat.

"Aku? Aku tidak tahu, Violetta. Mungkin kau yang memindahkannya sebelum kecelakaan itu?" jawab Kelly.

"Tapi aku-" Victoria menelan kata-katanya. "Ya, mungkin saja."

Victoria menahan diri. Kalau ia terus menekan, ia akan menimbulkan kecurigaan. Dan dia tidak datang ke sini untuk membuka identitasnya. Ia datang untuk mencari tahu kenapa Violetta mencoba mengakhiri hidupnya, dan apa yang sebenarnya terjadi di balik perusahaan ini.

Jam sepuluh, ruangan besar di lantai dua belas mulai dipenuhi karyawan. Suasana formal tapi tegang, hari presentasi mingguan di depan para atasan. Di hadapan layar besar, Victoria duduk di kursinya, bersiap menyimak. Ia hanya berniat mengamati, bukan tampil. Tapi saat Mark, rekan satu timnya, membuka pembicaraan, sesuatu yang aneh terjadi.

"Baiklah, tim kita sudah menyiapkan konsep kampanye digital untuk Lynx Corp," ujar Mark. "Dan seperti yang kita semua tahu, presentasi ini akan dibawakan oleh ...."

Pria itu berhenti sejenak, lalu menatap ke arah Victoria.

" ... oleh Violetta."

Seluruh kepala menoleh padanya.

Victoria mematung. "Maaf?" suaranya pelan tapi jelas.

Mark mengangkat alis. "Ya. Kau kan yang buat konsepnya. Masa lupa?"

Dia tahu jelas, tak ada satu pun yang pernah memberi tahu tentang ini. Apalagi Violetta yang ia gantikan baru dua hari masuk setelah 'pulang dari rumah sakit.'

"Sepertinya ada kesalahan," Victoria mulai, mencoba terdengar lembut. "Aku tidak diberitahu soal-"

Tiba-tiba, Kelly berdiri dari kursinya. "Guys," katanya cepat, tersenyum manis ke arah semua orang, "Violetta masih dalam masa pemulihan, kalian tahu kan? Setelah kecelakaan itu, dia mengalami sedikit gangguan memori. Aku rasa lebih baik aku yang ambil alih presentasinya, ya?"

Beberapa orang berbisik pelan, sebagian tersenyum sinis.

"Oh, jadi itu alasannya," seseorang berucap lirih tapi cukup keras untuk didengar Victoria.

"Kasihan, tapi seharusnya tidak usah datang kerja dulu kalau belum siap," sahut yang lain.

Victoria duduk diam, menatap layar kosong di depannya.

Kata-kata mereka menusuk, tapi bukan karena sakit. Ia hanya merasa marah, bukan untuk dirinya, tapi untuk Violetta.

Kalau ini yang adiknya hadapi setiap hari di tempat ini ... maka percobaan bunuh diri itu mungkin bukan sekadar 'tekanan kerja.'

Kelly mengambil alih dengan mudah, mempresentasikan slide demi slide seperti seseorang yang memang sudah menunggu momen itu. Ia berbicara lancar, bahkan terlalu lancar, seolah sudah menyiapkan segalanya berhari-hari.

Victoria menatap setiap gerakannya, setiap nada dalam suaranya. Ada sesuatu yang salah.

Terlalu sempurna.

Ketika presentasi berakhir, semua orang bertepuk tangan kecil. Mark menepuk bahu Kelly sambil berkata, "Kerja bagus, seperti biasa."

"Untung ada Kelly, jika tidak, kita semua akan dimarahi atasan," ucap salah satu orang di ruangan itu.

"Benar, beruntun kita punya rekan kerja sebaik dia," sahut lainnya.

Kelly hanya tersenyum dan menatap sekilas ke arah Victoria. Tatapan itu lembut, tapi bagi Victoria, lembut itu beracun.

Waktu makan siang tiba.

Kantin perusahaan, yang penuh dengan bau kopi dan suara peralatan makan, terasa sesak. Victoria berdiri di antrean, mencoba menjaga peran sebagai Violetta, lembut, ramah, sedikit kikuk.

Namun sejak ia masuk, ada hal lain yang ia rasakan.

Tatapan.

Beberapa karyawan memandangnya dengan cara yang berbeda: ada yang menatap iba, ada yang tersenyum sinis, dan sebagian hanya berbisik sambil menunduk.

Ia berusaha mengabaikan, tapi lalu bahunya ditabrak keras dari belakang.

Nampan di tangannya hampir jatuh, sup di dalam mangkuk berguncang sampai menumpah ke tepi.

"Hei!" seru Victoria spontan, menoleh.

Tiga orang berdiri di belakangnya, mengenakan seragam yang sama. Salah satunya, seorang perempuan berambut pirang keabu-abuan, menatap Victoria dengan pura-pura kaget.

"Ups, maaf, Violetta. Aku tidak lihat," kata perempuan itu. Tapi nada suaranya jelas-jelas mengejek.

Victoria menatap mereka tajam, tapi sebelum ia sempat membuka mulut, suara lain terdengar dari belakang.

"Cukup."

Kelly.

Ia datang, berdiri di samping Victoria, wajahnya menegang namun tetap tersenyum. "Kalau kalian punya waktu luang untuk menabrak orang, mungkin lebih baik kalian gunakan untuk menyelesaikan laporan minggu lalu. Ingat, Mr. Clifford tidak suka keterlambatan."

Nada lembutnya seperti cambuk yang disamarkan menjadi pita.

"Minta maaf ke Violetta," perintah Kelly.

Ketiga orang itu langsung minta maaf, wajah mereka berubah canggung. "Maaf, Violetta. Kami tidak sengaja."

Victoria hanya diam, memerhatikan semuanya.

Gerakan Kelly. Nada suara mereka. Reaksi sekitar.

Seolah semua orang di ruangan ini tahu sesuatu yang tidak ia tahu.

Kelly menepuk bahunya. "Ayo, makan siang. Aku tahu kau lapar. Jangan hiraukan mereka."

Victoria mengangguk pelan, mengikuti langkah Kelly menuju meja prasmanan. Tapi dalam kepalanya, setiap detik terasa seperti permainan catur, dan Kelly, entah kenapa, mulai terlihat seperti pemain yang terlalu piawai memindahkan bidaknya.

"Jadi, kau benar-benar tidak ingat apa pun?" tanya Kelly sambil mengambil salad dari mangkuk besar.

Victoria pura-pura menunduk ragu. "Hanya potongan kecil ... seperti aku sedang menonton film yang rusak."

Kelly tersenyum simpati. "Kasihan. Tapi tenang saja, semua orang di sini mendukungmu. Dan hari-hari akan semakin menyenangkan dengan adanya dirimu, Violetta."

Kalimat itu terdengar manis, tapi Victoria bisa mendengar sarkasme tipis di antara katanya. Ada sesuatu di balik ucapan itu.

Saat mereka berjalan mencari tempat duduk, Victoria mendengar seseorang memanggil.

"Violetta?!"

David melambaikan tangan dari seberang ruangan. Senyumnya hangat, seperti anak anjing yang bertemu majikannya.

Victoria berbalik hendak melangkah ke arahnya, tapi dalam satu detik, sesuatu terjadi.

Sebuah dorongan dari belakang, cukup kuat untuk membuatnya kehilangan keseimbangan.

Crash!

Isi nampan di tangan Victoria tumpah, saus, nasi, minuman, semuanya menodai blouse putihnya yang rapi.

Suara dentingan sendok dan gelas membuat seluruh ruangan menoleh.

Victoria membeku. Di belakangnya, Kelly tampak kaget, mulutnya terbuka.

"Ya Tuhan, Violetta! Aku tidak sengaja! Kau tiba-tiba berhenti!" kata Kelly panik, mencoba menyeka pakaian Victoria dengan tisu.

Semua mata kini tertuju pada mereka. Beberapa orang menahan tawa.

David berdiri, tapi Victoria menahannya dengan anggukan kecil.

"Tidak apa-apa, Kelly," katanya lembut, menatap sahabat adiknya itu. "Aku tahu kau tidak sengaja."

Namun dalam tatapan matanya, ada sesuatu yang Kelly tidak sadari. Victoria menatap tajam, penuh kalkulasi ke perempuan di depannya yang dikenal sebagai malaikat DeLuca.

Karena Victoria ingat dengan jelas: Kelly tadi berjalan di samping Victoria, bukan di belakangnya.

Bagaimana mungkin dia bisa 'tidak sengaja menabrak dari belakang' seperti tadi?

Victoria menahan diri untuk tidak tersenyum. Dalam benaknya, satu kalimat muncul.

Mainan baru.

Victoria memungut tasnya perlahan. "Aku ke toilet dulu," katanya dengan nada sendu. "Aku harus bersihkan ini."

Kelly tampak bersalah. "Biarkan aku-"

"Tidak, aku bisa sendiri," potong Victoria.

Victoria melangkah pergi, meninggalkan kerumunan yang masih berbisik-bisik.

Toilet wanita di lantai lima sunyi.

Victoria berdiri di depan cermin, menatap bayangannya sendiri. Bukan Violetta yang lembut, tapi diri Victoria sendiri; dingin, tajam, dengan senyum tipis yang berbahaya.

Ia mengeluarkan ponsel dari tasnya dan menekan satu nomor cepat.

Suara di seberang sana terdengar familiar, hangat tapi tegas.

"Ya, Vivi?"

"Aiden."

"Kenapa suaramu begitu senang? Kau menemukan sesuatu?" tanya Aiden.

Victoria menatap noda di bajunya, lalu menatap bayangannya sendiri di cermin.

"Bisa kau bawakan pakaian bersih untukku ke kantor? Dan mungkin sedikit sabar," pinta Victoria.

"Pakaian, bisa. Tapi sabar? Itu mahal," canda Aiden.

"Tentu saja," jawab Victoria pelan, suaranya bergetar menahan tawa kecil. "Aku hanya ingin kau tahu, aku rasa aku baru saja menemukan mainan baru."

Hening sejenak di seberang sana. Lalu Aiden tertawa pendek, getir.

"Baiklah. Kalau kau sudah mengeluarkan kalimat itu, aku tahu seseorang akan berakhir berlutut," ujar Aiden.

"Ya," jawab Victoria, suaranya serak menahan gairah permainan. "Dan aku tak sabar melihatnya."

Victoria keluar dari toilet, masih sibuk berbicara dengan Aiden melalui ponselnya. Senyum tipis masih tergambar di wajah gadis itu.

Namun karena terlalu larut dalam pikirannya, ia tidak menyadari seseorang berjalan dari arah berlawanan.

Bruk!

Tubuhnya menabrak seseorang cukup keras hingga ponselnya hampir terlepas.

"Maaf, aku-"

Ucapan itu terhenti.

Pria itu berdiri tegak di depannya. Sekitar tiga puluh lima tahun, tinggi, dengan setelan abu-abu gelap yang terlihat mahal. Rambutnya disisir rapi ke belakang, wajahnya simetris, tapi bukan itu yang mencuri perhatian Victoria, melainkan sorot matanya. Dingin, tajam, seperti pisau yang baru diasah.

Pria menatap Victoria dari kepala sampai kaki, lalu mengerutkan hidung sedikit.

"Kau bau."

Hening.

Suara langkah kaki orang-orang lain di koridor seakan lenyap.

Victoria menatapnya balik tanpa berkedip. Untuk sesaat, ia hampir tertawa, bukan karena ucapan itu lucu, tapi karena pria itu baru saja menyalakan percikan di tengah bara api yang sudah siap menyala.

Pria itu hanya menatapnya sekilas, lalu berjalan pergi tanpa menoleh.

Victoria berdiri diam di koridor, bibirnya melengkung perlahan.

Jika tadi ia berpikir Kelly adalah satu-satunya 'mainan baru' yang menarik, maka pria itu baru saja membuat permainan ini jadi dua kali lebih menyenangkan.

Akan kubuat kalian berlutut di hadapanku, sialan! geram Victoria dalam hati.

1
Miss Typo
awas Julius nanti ditelan Victoria hidup² 🤣
makin seru Victoria luar biasa mendalami peran nya hehe
semoga rencana Julius dan Victoria berhasil
Miss Typo
semangat Victoria kamu pasti bisa 💪
semangat juga thor 💪
Archiemorarty: Siapp 🥰
total 1 replies
Miss Typo
good Victoria
Miss Typo
bisakah Victoria bebas dari Sean yg gila itu, dan kapan waktunya kalau menang bisa?
Sean obsesi bgt ke Victoria
Ima Ima wulandari
Bagus banget
Archiemorarty: Terima kasih udah baca ceritanya kak 🥰
total 1 replies
Jelita S
wah ternyata Victoria lebih licin dari belut y thor🤣🤣🤣🤣🤣
Archiemorarty: Ohh...tentu 🤭
total 1 replies
PengGeng EN SifHa
Q bacanya kok nyesek sampek ulu hati thooorr...

boleh nggak sih ku gempur itu retina si sean thooorr ??😡😡😡😡
Archiemorarty: Silahkan silahkan 🤣
total 1 replies
Jelita S
lnjut thor
Archiemorarty: Siap kakak 🥰
total 1 replies
Miss Typo
hemm semuanya akan berakhir
LB
pada akhirnya mereka tetap lebih bodoh dibandingkan sikopet 😮‍💨
Archiemorarty: Hahahaha...
total 1 replies
Pawon Ana
kenapa para psikopat diberi otak genius sih...🤔😔
Archiemorarty: Karena dia jenius itu makanya jadi sikopet karena gx sesuai kehendak dia jadi cari cara biar bisa sesuai 😌
total 1 replies
Pawon Ana
percayalah jika kau masih bisa bersikap tenang dan berfikir bijak saat berhadapan dengan sumber trauma, itu luar biasa ✌️💪
Archiemorarty: Benarr setujuu 🤭
total 1 replies
Jelita S
lnjut thor😍😍
Archiemorarty: Siap kakak
total 1 replies
Miss Typo
badai baru di mulai dan kapan ya
badai pasti berlalu
Miss Typo
gmn cara menyingkirkan Sean? dan pasti tidak akan mudah dan Victoria semoga kamu bisa menghadapi Sean bersama Julius
Miss Typo: semangat
total 2 replies
Miss Typo
Victoria semangat-semangatnya balas perbuatan Kelly, eh orang yg membuatnya trauma muncul.
semangat Vivi, pelan-pelan pasti kamu bisa .
Julius selalu bantu Vivi biar dia kuat dan bisa menghadapi semuanya
Miss Typo: cemangat juga buat othor 💪
total 2 replies
Pawon Ana
hal yang sulit adalah ketika bertemu dengan seorang atau sesuatu yang pernah menjadi trauma
Archiemorarty: Bener itu...😌
total 6 replies
Jelita S
good job victoria🤣
Deyuni12
misi berlanjuuut
Pawon Ana
ini masih jauh dari jalan untuk menjangkau Sean 😔
Archiemorarty: Ndak juga 🤭
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!