NovelToon NovelToon
Ishen World

Ishen World

Status: sedang berlangsung
Genre:Menjadi Pengusaha / Fantasi Isekai / Anime
Popularitas:65
Nilai: 5
Nama Author: A.K. Amrullah

Cerita Mengenai Para Siswa SMA Jepang yang terpanggil ke dunia lain sebagai pahlawan, namun Zetsuya dikeluarkan karena dia dianggap memiliki role yang tidak berguna. Cerita ini mengikuti dua POV, yaitu Zetsuya dan Anggota Party Pahlawan

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon A.K. Amrullah, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Duka dan Harem

Suasana di Penginapan Gerald dan Lili begitu muram. Lilin-lilin menerangi ruangan dengan cahaya redup, tetapi itu tidak cukup untuk mengusir kegelapan yang menyelimuti hati para pahlawan.

Mereka telah berhasil menaklukkan dungeon 10 lantai dan mencegah dungeon break, tetapi harga yang harus dibayar terlalu mahal. Hanzo dan Sai telah mati, dan Hanabi,yang tak bisa menahan emosinya,telah diusir dari tim setelah memanah Jenderal Lisa Graham.

Di sudut ruangan, Ryunosuke duduk dengan santai, tetapi mulutnya terus melontarkan kata-kata yang menusuk.

"Hah… Kalian lihat? Dua orang mati begitu saja. Yang satu terlalu bodoh, yang satu lagi terlalu lemah."

Wajahnya penuh ejekan, seperti biasa.

"Jujur saja, aku nggak heran kalau ada yang mati. Dunia ini bukan dunia kita. Hukum rimba berlaku. Yang kuat bertahan, yang lemah? Ya, jadi makanan monster."

Tidak ada yang membalasnya. Kouji masih terbaring di tempat tidur, belum sadarkan diri setelah menggunakan Holy Slash. Akari duduk di sampingnya, wajahnya penuh kecemasan.

Di dekat jendela, Putri Sena hanya mendiamkan Ryunosuke. Biasanya, dia akan memberikan teguran tegas, tetapi kali ini dia hanya terdiam, tatapannya kosong.

Bahkan Gojo, yang biasanya vokal, hanya menggertakkan giginya, menahan amarahnya.

Takeshi mengepalkan tangan.

"Ryunosuke, kalau kau hanya ingin bicara sampah, lebih baik diam."

Ryunosuke terkekeh.

"Aku cuma bilang yang sebenarnya. Kau pikir orang-orang di istana Sedressil bakal peduli kalau kita kehilangan beberapa orang? Mereka hanya ingin pahlawan yang bisa bertarung. Kau marah? Silakan. Tapi percuma."

Honoka, sang healer, menunduk, merasa bersalah karena tidak bisa menyelamatkan Hanzo dan Sai. Yui yang biasanya ceria juga tampak kehilangan semangat.

Di tengah keheningan itu, Lisa dan Rey masuk ke dalam ruangan.

Lisa masih menahan sakit dari luka yang dibuat Hanabi, tetapi ekspresinya tetap tegas. Rey, di sisi lain, berjalan sedikit pincang karena patah tulangnya setelah bertarung melawan Ogre Berserker Mutated.

Lisa menatap mereka semua, lalu berkata dengan suara dingin.

"Istirahatlah. Kita akan membahas langkah selanjutnya besok."

Tanpa menunggu tanggapan, dia keluar dari ruangan.

Rey hanya mendengus, menatap Ryunosuke dengan tajam sebelum ikut pergi.

Ryunosuke tersenyum sinis.

"Lihat? Bahkan mereka juga nggak bisa berbuat apa-apa."

Suasana kembali hening.

Di luar, Desa Eldoria terasa sunyi. Langit gelap bertabur bintang, tetapi bagi Lisa, tidak ada keindahan yang bisa ia rasakan malam ini.

Di dalam salah satu kamar penginapan, Rey duduk di kursi dengan perban membalut tubuhnya. Patah tulang yang dideritanya masih terasa menyakitkan, tetapi bukan itu yang membuatnya gelisah.

Lisa berdiri di dekat jendela, menatap langit dengan ekspresi penuh penyesalan.

"Rey… seharusnya kita turun tangan lebih awal."

Suara Lisa terdengar lemah, berbeda dari biasanya.

"Kalau saja kita ikut bertarung lebih cepat, Hanzo dan Sai mungkin masih hidup."

Rey menghela napas panjang.

"Itu bukan tugas kita, Lisa. Kita hanya mengawasi mereka, memastikan mereka tumbuh menjadi pejuang yang lebih kuat."

Lisa menggigit bibirnya, matanya berkaca-kaca.

"Tapi mereka hanya anak-anak, Rey. Kita ini veteran. Kita tahu betapa kejamnya dunia ini. Kalau kita turun tangan lebih awal, kalau kita melindungi mereka sedikit saja, mereka tidak akan mati sia-sia."

Rey terdiam. Ia juga merasakan hal yang sama, tetapi tugas mereka bukan untuk bertarung dalam setiap pertempuran.

Lisa mengepalkan tangannya.

"Aku tidak akan melupakan ini, Rey. Aku tidak akan melupakan bagaimana Hanzo dan Sai mati di depan kita."

Rey akhirnya menatap Lisa dengan mata yang penuh beban.

"Kita tidak bisa mengubah masa lalu, Lisa. Yang bisa kita lakukan hanyalah memastikan tidak ada lagi yang mati setelah ini."

Lisa menghela napas, lalu menutup matanya sejenak.

"Aku harap kita benar-benar bisa melakukan itu..."

Di Tengah Malam...

Angin dingin berhembus melewati penginapan Gerald dan Lili, membuat jendela bergetar pelan.

Di dalam salah satu kamar, Kouji mulai bergerak, napasnya tidak lagi berat seperti sebelumnya.

Akari, yang tertidur di sampingnya, tiba-tiba terbangun dan melihat wajahnya.

"Kouji...?"

Mata Kouji perlahan terbuka. Pandangannya masih buram, tetapi satu hal yang ia rasakan dengan jelas,tubuhnya terasa sangat lelah.

Akari menatapnya dengan campuran kelegaan dan kekhawatiran.

"Kau akhirnya sadar…"

Suara Akari terdengar lembut, penuh kelegaan. Kouji mencoba menggerakkan tubuhnya, tapi rasa lelah masih begitu nyata.

"Berapa lama aku pingsan?"

Akari tersenyum kecil.

"Seharian penuh. Kau membuat kami semua khawatir, tahu?"

Kouji mengerutkan kening. Ia mengingat pertempuran tadi,Holy Slash yang menguras mana dan membuatnya kehilangan kesadaran.

"Maaf… sudah merepotkan."

Akari menggeleng, lalu menggenggam tangan Kouji dengan erat.

"Bukan itu… Aku hanya… Aku takut sesuatu terjadi padamu."

Kouji menatap wajah Akari. Wajah gadis itu terlihat begitu serius, berbeda dari biasanya.

"Aku tahu kau kuat, Kouji. Tapi tetap saja, kalau kau terus bertarung seperti ini tanpa memikirkan dirimu sendiri… aku…"

Akari menggigit bibirnya.

"Aku tidak mau kehilanganmu."

Hening.

Jantung Kouji berdetak lebih cepat.

"Akari…"

Tanpa sadar, tangan Kouji yang satu lagi mengangkat wajah Akari sedikit, jari-jarinya menyentuh pipi gadis itu. Akari membeku, wajahnya mulai memerah.

"Aku baik-baik saja, Akari. Aku tidak akan mati semudah itu."

Akari masih menatapnya, seolah ingin mengatakan sesuatu. Tapi tepat saat itu,

BRAK!

Pintu kamar terbuka lebar, membuat mereka berdua terlonjak kaget.

"Kouji! Kau sudah sadar?!"

Yui masuk dengan ekspresi penuh kegembiraan, sama sekali tidak menyadari momen yang baru saja terjadi.

Akari langsung melepaskan genggaman tangannya dengan wajah yang merah padam.

"Y-Yui! Kenapa kau masuk tanpa mengetuk?!"

Yui mendekat dengan cepat dan langsung memeluk Kouji, membuat Akari semakin kesal.

"Syukurlah kau tidak mati! Aku benar-benar khawatir!"

Kouji berusaha duduk tegak, wajahnya agak kaget dengan tindakan Yui.

"Eh… terima kasih, Yui, tapi…"

"Aku pikir aku akan kehilangan pria yang aku suka!" kata Yui

Akari langsung membeku, sementara Kouji tersedak udara.

"A-Apa?!"

Yui tersenyum polos.

"Kenapa kaget? Aku memang suka padamu sejak lama, Kouji."

Akari menatap Yui dengan ekspresi "serius, sekarang?", sementara Kouji hanya bisa menghela napas pasrah.

"Kenapa aku merasa pusing lagi…?"

"Minggir, Yui! Kau mengganggu!"

"Aku yang lebih dulu menyukainya, Akari! Kau yang harus minggir!"

Akari dan Yui berdiri berhadapan, saling tatap dengan api pertempuran di mata mereka.

Udara di dalam kamar berubah panas. Bukan karena sihir api Akari, tapi karena dua gadis ini saling ribut seperti kucing garong.

"Dasar penyihir cahaya sok suci!"

"Dan kau penyihir api sok posesif!"

Mereka semakin mendekat, saling mendorong dahi satu sama lain. Kouji yang duduk di tempat tidur hanya bisa menghela napas panjang.

"Aku baru sadar, kepalaku sakit bukan karena kehabisan mana… tapi karena kalian berdua."

Tapi mereka tidak peduli.

"Aku yang lebih cocok untuk Kouji!" Kata Yui

"Mimpi! Aku yang lebih dulu dekat dengannya!" Kata Akari

"Kouji pasti lebih suka gadis imut sepertiku!" Kata Yui

"Hah?! Aku ini seksi dan kuat! Kouji lebih suka yang seperti itu!" Kata Akari

BRAK!

Kouji menepuk dahinya, sebelum akhirnya mengangkat satu tangan dan berkata dengan nada tenang, seolah menjadi hakim yang akan menentukan hasil perang ini.

"Aku mencintai kalian berdua."

Hening.

Akari dan Yui membeku. Perdebatan mendadak terhenti.

"H-Hah?!"

Akari memandang Kouji dengan mata lebar, wajahnya merah padam.

"Apa yang baru saja kau katakan…?"

Yui juga sama, tapi lebih ke ekspresi senang.

"Jadi… kita berdua menang?"

Kouji berdeham pelan, lalu menutup mata dengan senyum tenang.

"Aku tidak bisa memilih salah satu. Aku ingin kalian berdua."

Impian Harem.

Sebuah fantasi yang selalu ia simpan di dalam hati, akhirnya ia ungkapkan.

Akari mengerutkan dahi.

"Kouji… Kau serius?!"

Kouji mengangguk mantap.

"Tentu saja."

Yui malah terdengar sangat puas.

"Wah! Aku tidak keberatan!"

Akari menatapnya tajam.

"Kenapa kau setuju secepat itu?!"

Yui mengangkat bahu.

"Lebih baik berbagi daripada tidak dapat sama sekali, bukan?"

Akari memegang kepalanya, mencoba memproses situasi ini.

"Aku… tidak tahu harus bilang apa…"

Kouji tersenyum tenang, dalam hati berpikir kalau ini adalah langkah awal menuju impian haremnya.

"Jangan khawatir. Aku akan membuat kalian berdua bahagia."

Akari menatap Kouji dengan mata tidak percaya, suaranya gemetar antara marah dan syok.

"Kau… Kau ingin harem?! Berapa banyak perempuan lagi yang kau mau?!"

Kouji tersenyum canggung, menggaruk kepalanya.

"Yah… kalau boleh jujur… 10 sampai 100."

Hening.

Akari dan Yui terdiam di tempat, seolah baru mendengar sesuatu yang tidak masuk akal.

"SERATUS?! KAU MAU SERATUS ISTRI?!"

Sebuah suara ledakan hampir terdengar di ruangan itu,bukan sihir api Akari, tapi ledakan emosinya.

Yui menatap Kouji dengan ekspresi terkejut, lalu malah tertawa kecil.

"Kau benar-benar rakus, ya?"

Akari menunjuk Kouji dengan tatapan penuh ancaman.

"Dengar, Kouji. Kau itu bukan raja! Ini bukan dunia fantasi dalam novel harem klise!"

Kouji hanya mengangkat bahu.

"Tapi… kita memang di dunia fantasi."

"ITU BUKAN ALASAN!!"

Akari mengguncang bahu Kouji dengan emosi, sementara Yui tertawa geli melihat reaksi mereka.

"Aku rasa ide itu menarik. Kalau aku bisa tetap bersamanya, kenapa tidak?"

Akari menoleh tajam ke Yui.

"Jangan ikut-ikutan mendukung ide gilanya, Yui!"

Kouji tersenyum penuh percaya diri.

"Tenang saja, Akari. Aku akan memperlakukan kalian dengan adil. Setiap istri akan mendapatkan perhatian yang sama!"

"KAU BENAR-BENAR SUDAH GILA!"

Dan malam itu, perang antara harapan harem Kouji dan realita keras dari Akari pun terus berlanjut.

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!