Seorang pria tampan yang tidak sengaja bertemu dengan wanita cantik namun jutek , pertemuan pertama mereka membuat si pria sangat penasaran ,sampai pada akhirnya mereka jadi sering bertemu karna sesuatu,kira kira apa yah alasan mereka sering bertemu,dan apa yang terjadi diantara mereka?
yuk ikuti ceritanya ❤️
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon iqueena, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 20 Ternyata Aku Mencintainya
Tiga hari kemudian.
Kelvin tidak berada di rumah sakit. Seorang perawat tengah menemani Wilona di ruang perawatannya.
Perawat itu memang di sewa khusus oleh Mamah Kelvin untuk menjaga dan menemani Wilona selama Kelvin kembali bekerja.
Kini, Wilona dirawat di kamar perawatan VIP. Ruangan itu sangat luas, dilengkapi televisi, tempat tidur yang nyaman, dan sofa empuk untuk penjaga.
Semua fasilitas itu sudah jelas merupakan permintaan langsung dari Kelvin. Ia ingin Wilona dirawat di tempat yang paling nyaman
Sementara itu di sisi lain.
Kelvin sudah kembali ke kantor. Perusahaannya bergerak di bidang teknologi informasi dan solusi digital untuk korporat, terutama pengembangan software dan sistem keamanan data.
Meskipun Kelvin tampak fokus pada layar laptopnya, pikirannya tak lepas dari Wilona. Wajahnya sesekali menegang, sesekali termenung. Kekhawatiran itu masih menghantui.
Tak lama, pintu ruangannya diketuk, lalu terbuka perlahan. Dion, asisten pribadinya, masuk sambil membawa map berisi beberapa dokumen.
"Permisi, Pak. Ini beberapa berkas yang perlu Bapak tandatangani", ujar Dion sambil meletakkannya di meja.
"Dan, pukul 14.00 nanti, Bapak ada rapat dengan salah satu investor utama dari Korea Selatan. Mereka tertarik untuk kolaborasi dalam pengembangan sistem baru kita".
Kelvin hanya mengangguk, lalu mulai membaca satu per satu berkas yang diberikan oleh Dion. Setelah memastikan semua isinya sesuai, ia menandatanganinya satu demi satu dengan teliti.
Tepat pada pukul 14.00. Pintu ruangannya diketuk lagi. Dion kembali masuk, kali ini dia tidak sendirian. Seorang pria tinggi dengan penampilan rapi, wajah tampan, dan kharisma kuat berjalan di belakangnya. Jas hitam yang dikenakannya tampak pas dan mahal, mempertegas kesan bahwa dia bukan orang biasa.
Di belakang pria itu, seorang wanita muda yang tampak cerdas, mengenakan setelan kerja dan membawa tablet, ikut masuk. Ia adalah penerjemah pribadi sang tamu.
"Pak Kelvin, ini Tuan Han Jiwoon perwakilan dari SeonTech Corporation Korea. Dan di belakang beliau, Grace. Penerjemah yang akan mendampingi selama pertemuan", ucap Dion memperkenalkan.
Kelvin berdiri dan menyambut Jiwoon dengan jabatan tangan hangat.
"Senang bertemu dengan Anda, Tuan Jiwoon. Terima kasih sudah datang langsung", ujar Kelvin dengan sopan.
Jiwoon tersenyum dan membalas dengan bahasa Korea, lalu Nara segera menerjemahkannya dengan cepat.
"Tuan Jiwoon juga senang bisa bertemu langsung dengan Anda, dan ia menghargai sambutan hangat dari tim Arkadia.”
Mereka pun dipersilakan duduk di ruang pertemuan kecil di dalam kantor Kelvin. Di sana, kopi hangat dan dokumen presentasi telah disiapkan. Sebuah layar monitor besar menampilkan materi kerja sama antara Arkadia SoftTech dan SeonTech Corporation
Pertemuan itu berlangsung cukup lama. Diskusi mereka mengenai potensi kerja sama dalam bidang teknologi keamanan digital berjalan lancar dan penuh antusiasme.
Tiga jam pun berlalu, dan tepat pukul 18.05, pertemuan resmi itu berakhir.
Kelvin dan Han Jiwoon berdiri, lalu saling menjabat tangan dengan hangat, menandai kesepakatan awal yang menjanjikan.
Di belakang Jiwoon, Grace, sang penerjemah juga bangkit dari tempat duduknya, memberi anggukan sopan kepada Kelvin dan timnya
Keduanya kemudian beranjak meninggalkan ruang pertemuan, didampingi oleh Dion. Raut wajah Jiwoon dan Grace tampak puas, menunjukkan bahwa pertemuan tersebut telah memenuhi ekspektasi mereka.
Kelvin pun tersenyum tipis sembari memandang kepergian mereka. Meski lelah, ekspresi puas jelas tergambar di wajahnya. Hari itu, langkah besar untuk masa depan perusahaannya baru saja dimulai.
Kelvin melirik jam di pergelangan tangannya, jarumnya sudah menunjuk ke pukul enam lebih. Seketika pikirannya kembali pada sosok Wilona yang masih terbaring lemah di rumah sakit.
Tanpa pikir panjang, ia bergegas keluar dari ruang rapat, kembali ke ruang kerjanya. Tangannya sibuk membereskan meja, memasukkan ponsel dan barang-barang pribadinya ke dalam tas kerja. Wajahnya terlihat cemas, langkahnya tergesa-gesa.
Sesampainya di basement parkir, Kelvin langsung masuk ke dalam mobil dan menyalakan mesin. Tak sempat berpikir untuk pulang dan membersihkan diri dulu, ia langsung melajukan kendaraannya menuju rumah sakit.
Sepanjang jalan, pikirannya hanya tertuju pada Wilona. Ia berharap saat tiba nanti, Wilona telah sadar dan membuka matanya, dan menyapanya dengan senyuman yang selama ini diam-diam dirindukannya.
Setibanya di rumah sakit, Kelvin memarkir mobilnya dengan cepat lalu berlari menuju lift. Jantungnya berdegup kencang, antara harapan dan ketakutan bercampur jadi satu.
(DING)
Pintu lift terbuka di lantai tempat Wilona dirawat. Kelvin segera melangkah keluar dan berjalan cepat menuju kamar Wilona.
Namun, saat Kelvin membuka pintu kamar itu, yang terdengar hanyalah suara televisi yang menyala pelan dan bunyi mesin detak jantung yang stabil. Tidak ada sapaan, tidak ada senyuman seperti yang ia harapkan.
Harapannya runtuh seketika.
Kelvin menelan ludahnya, lalu melangkah pelan masuk ke dalam kamar. Perawat yang berjaga duduk di sofa sambil melipat majalah yang tadi dibacanya, lalu segera berdiri.
"Permisi, saya tinggal sebentar ya, Pak. Saya keluar dulu," ujar perawat sopan, lalu keluar dan menutup pintu perlahan.
Kini hanya ada mereka berdua.
Wilona masih terbaring, wajahnya pucat dan matanya tertutup rapat. Nafasnya tenang, namun tak menunjukkan tanda-tanda akan segera membuka mata.
Kelvin mendekat, berdiri di sisi ranjang. Matanya memandangi Wilona dengan tatapan sayu, sebelum ia perlahan duduk di kursi di samping tempat tidur.
"Wilona..." bisiknya lirih.
Ia menggenggam tangan Wilona yang dingin.
"Sampai kapan kamu akan terbaring di sini, aku sudah merindukan saat-saat bersamamu"
Sayangnya masih tidak ada jawaban.
Kelvin menghela napas panjang, lalu berdiri. Ia menunduk, menatap Wilona untuk terakhir kali sebelum membalikkan badan.
Kelvin meneteskan air mata dengan membelakangi Wilona, seakan tak mau terlihat rapuh di depan kekasihnya, walaupun saat itu Wilona belum terbangun.
Namun saat satu tangannya mengusap air mata di pipinya.
Tangan Wilona yang tadinya diam perlahan bergerak, menggapai pergelangan tangan Kelvin dan menggenggamnya lemah.
Kelvin tersentak. Ia menoleh dengan cepat.
Pandangan matanya bertemu dengan mata Wilona yang kini terbuka perlahan. Wilona menatapnya, tersenyum samar meski matanya masih tampak berat.
"Kenapa nangis?" gumamnya dengan suara parau.
Kelvin tak bisa menyembunyikan air matanya lagi. Ia langsung kembali duduk di kursi samping ranjang, menggenggam tangan Wilona dengan kedua tangannya.
"Sayang, kamu sadar ... Kamu beneran sadar?" ucapnya terbata.
Wilona tersenyum, masih menatap wajah Kelvin dengan tatapan lembut.
"Aku sudah sadar dari tadi, dokter coba hubungin kamu lewat nomor kantor, tapi katanya, kamu lagi sibuk" bisiknya pelan, dengan suara yang hampir habis.
Kelvin tersenyum, di antara tangisnya, lalu membungkuk dan memeluk Wilona dengan penuh haru.
Kembali Kelvin menegakkan badannya, namun kedua tangannya masih menggenggam erat tangan Wilona.
"Aku bersyukur kamu gak lupa sama aku. Saat kamu koma, aku pikir kamu bakal lupa sama aku sayang" ucapnya dengan diiringi air mata yang tak kunjung berhenti, mengalir di pipinya.
....