Kecelakaan maut yang menimpa sahabat baiknya, membuat Dara Asa Nirwana terpaksa menjalani nikah kontrak dengan Dante Alvarendra pria yang paling ia benci.
Hal itu Dara lakukan demi memenuhi wasiat terakhir almarhumah untuk menjaga putra semata wayang sahabatnya.
Bagaimanakah lika-liku perjalanan lernikahan kontrak antara Dara dan Dante?
Cerita selengkapnya hanya ada di novel Nikah Kontrak.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Irma, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Chapter - 20
Dante mendorong troli belanja yang didalamnya terdapat Dion dan setumpuk belanjaan Dara, dengan sabar ia mengikuti istrinya dari belakang. "Kau ingat ya, Nak. Kau harus terbiasa dengan ini, karena hanya Tuhan dan wanita itu sendirilah yang tahu kapan waktu berbelanja selesai," bisik Dante pada putranya.
Dara yang mendengar itu langsung menoleh dengan wajah kesal. "Ngomong apa kamu barusan?"
Dante memasang wajah polos sembari melihat sekeliling. "Kita hanya sedang berdiskusi mengenai ide berkemah. Bagaimana menurutmu?"
"Berkemah?" Dara berpikir sejenak. "Kau mau berkemah dimana?"
"Ada tempat berkemah yang bagus di Bogor, disana ada air terjunnya juga."
Tidak ada salahnya mengenalkan Dion pada alam, hitung-hitung menjadi kenang-kenangan jika nanti Dion sudah tidak lagi bersamanya, pikir Dara. "Oke. Aku selesaikan dulu belanjaanya ya."
"Masih berapa lagi?" tanya Dante.
"Cuma tinggal popok dan susu Dion," jawab Dara penuh semangat, ia sudah tidak sabar berlibur bersama Dion dan ... Juga Dante tentunya.
Dante mengeluarkan kartu kredit dari dompetnya, kemudian ia mengulurkan kepada Dara. "Kau ke kasir saja dulu, biar aku yang ambil popo dan susunya."
Dara memandangi kartu tersebut, ia berpikir jika Dante baru saja di pecat, karirnya selama ini juga tidak begitu bagus, di tambah mobil bututnya yang rewel.
"Aku tidak semiskin yang kau pikirkan, ayo pakailah!" Dante menarik paksa tangan Dara kemudian menaruhnya di telapak tangan Dara.
Dante dan Dara masih sama-sama enggan menggunakan uang yang di wariskan Max dan Yulia untuk Dion. Selama ini mereka masih menggunakan uang pribadi mereka bahkan untuk kebutuhan Dion.
"Baiklah," Dara pun mendorong troli menuju kasir, sementara Dante mencari popok dan susu anaknya barulah menyusul Dara dan Dion ke kasir.
Tak ada drama mengenai mobil sempit atau mobil tua, hari ini mereka sepakat menggunakan mobil Max karena belanjaan mereka cukup banyak.
Sekembalinya mereka ke rumah, Dara dan Dante membagi tugas. Dara menyiapkan aneka perbekalan, sementara Dante menyiapkan perlengkapan berkemah dan kebutuhan Dion.
"Bagaimana sudah selesai?" Dante selesai lebih dahulu sehingga ia menawarkan bantukan kepada Dara.
"Tinggal di masukan ke tempat makan," jawab Dara meniriskan buah yang baru saja ia cuci.
"Baiklah biar aku saja yang melanjutkan, kau kemasi barang-barangmu."
Dengan senang hati ia berlalu meninggalkan dapur, ia mengecup pipi Dion saat melewati anaknya yang tengah duduk di kursi bayi di dapur. "Tunggu sebentar ya."
Dante melirik ke arah Dara yang sudah menaiki tangga. "Papa berani bertaruh, tidak akan sebentar."
"DANTE, BICARA APA KAU KEPADA DIOOOON?" teriak Dara dari lantai dua.
'Rupanya telinganya selebar gajah,' batin Dante.
Selesai berkemas, mereka bertiga bertolak menuju perkemahan Bogor. Dion begitu riang melihat air sungai yang jernih dan menyegarkan. Dante mengajaknya bermain-main di sana sementara Dara masih sibuk merapihkan barang-barang bawaan.
Dara tersenyum menatap mereka berdua, akankah suatu hari nanti Dion akan mengingat kebersamaan mereka ini, ia meninggalkan beres-beresnya dan berlari menghampiri mereka.
"Ayo tersenyum," Dara mengarahkan kamera pada dirinya dan juga pada pria tampan dibelakangnya.
Dante tersenyum, dan Dion tertawa riang. Bagi Dara tak masalah jika Dion tak mengingatnya yang, ia akan tetap terus mengingat dan menyimpan kenangan ini selamanya.
Dante menyipratkan air ke arah Dara, seketika wanita itu berbalik dan membalasnya. Dara bukan hanya membalas Dante melainkan turut menyiram Dion, hal itu membuat tawa Dion semakin lepas.
"Ayo kita balas Mama," Sembari memegang Dion dengan dengan erat, Dante membalas Dara.
"Kalian menyebalkan sekali," ucap Dara sembari tertawa, pakiannya kini basah kuyup karena ulah Dante dan Dion.
Di tengah keseruan mereka, tiba-tiba saja Dante mendapatkan telepon masuk. "Sebentar," ucap Dante, wajahnya terlihat serius.
Dara mengambil Dion dari tangan Dante, dan membiarkannya sejenak menerima telepon.
"Kau dimana?" tanya Angel dari seberang telepon, suaranya terdengar tidak sabar dan penuh kemarahan. "Sudah tiga puluh menit aku berdiri di depan rumahmu tapi tidak ada orang yang membukakan pintu."
"A-aku.. Sedang di Bogor?" jawab Dante gugup.
"Sedang apa? Apa bersama wanita itu?"
Dante melirik ke arah Dara dan Dion yang tengah bermain air. Dion menatap Dante. "Pa.. Pa... Pa..." ucapnya memanggil Dante.
Belum sempat Dante menjawab Angel sudah terlebih dahulu tahu jawabannya. "Ohh jadi kalian bertiga sedang di Bogor?"
"Ya, kami sedang mengajak Dante bermain." Dante mengakuinya dengan jujur.
"Dante apa yang kamu lakukan ini sungguh keterlaluan, aku ingin meminta kejelasan kepadamu mengenai video yang beredar di sosial media tapi kamunya malah pergi dengan wanita singa itu," teriak Angel hingga Dante menjauhkan handphonenya dari telinganya.
"Video apa?" tanya Dante bingung.
"Video kau membela wanita singa itu dan mengatakan kalau dia istrimu. Kau sungguh keterlaluan Dante, kau sudah banyak membohongiku selama ini."
Dante langsung paham, itu adalah kejadian di toko roti kemarin saat istrinya Axel menyerang Dara. Ternyata ada pengunjung yang merekam kejadian tersebut dan menyebarkannya di sosial media. "Aku bisa jelaskan semuanya," Dante mencoba menenangkan Angel.
Namun Angel tidak mau mendengar penjelasan Dante. "Cukup Dante. Sekarang juga aku minta putus!"
"Putus?" ucap Dante sedikit kencang, hingga Dara dan Dion menoleh.
"Kita bisa bicarakan masalah ini baik-baik," Dante memelankan nada bicaranya.
"Tidak! Aku tidak mau mendengar penjelasanmu lagi, pokoknya mulai detik ini kita putus!!" Angel mematikan sambungan teleponnya.
Tak ingin mengganggu Dante yang sedang galau, Dara membawa Dion kembali ke tenda. "Aku mau gantiin baju Dion dulu ya."
***
Hingga malam hari, setelah makan malam dan Dion sudah tertidur lelap, wajah Dante masih terlihat murung pasca Angel, ia duduk termenung di depan api unggun yang menyala.
Perlahan Dara mendekatinya setelah ia menidurkan Dion di tenda, anak itu terlihat lelah setelah main seharian sehingga bisa dengan mudah Dara tidurkan.
"Dion sudah tidur?" tanya Dante saat Dara duduk di sebelahnya.
Dara mengangguk. "Maafin aku ya, kamu jadi putus sama Angel," ucap Dara penuh rasa bersalah.
"Untuk apa minta maaf? Aku sedih bukan karena putus dengan Angel," ucap Dante.
Dara mengerutkan keningnya, padahal ia minta maaf setulus hatinya. "Kalau bukan karena dia lantas apa? Tadi sore kan kau baru saja di putusin karena kau membelaku ditoko."
"Saat Angel menelepon tadi. Pengacara Max mengirimkan pesan bahwa Dinsos sudah mendapatkan orang tua angkat untuk Dion," Dante tertunduk lemas, itu artinya mereka akan benar-benar kehilangan Dion dalam waktu dekat.
Air mata Dara jatuh tak tertahankan, Dante merengkuh Dara dalam pelukannya, mereka saling berbagi kesedihan dan saling menguatkan satu sama lain.
Perlahan Dante melepaskan pelukannya. "Lebih baik kita temani Dion tidur," ia berdiri, kemudian mengulurkan tangannya membantu Dara bangun.
Semalaman penuh mereka memeluk Dion dengan erat dan berharap waktu berjalan lebih lama.
justru karena kalian udah lama gak punya anak sehingga kalian gak tahu prakteknya dan hanya tahu teorinya aja gitu
pengalaman itulah yang lebih penting dan teori itu gak sama dengan praktek di kenyataannya lhooo
jadi jangan sok keminter atau sok tahu segalanya deeeh
awalnya aja udah gak baik jadi saya kok ikutan sanksi jika Dion akan baik-baik aja di rumahnya Albert dan Cindy yaaak
heeeeeem 🤔🤔🤔🤔
baru beberapa saat yang lalu kamu mengeluh tentang otot pinggangmu eeeeh di depan Dara sok kuat seeeh🤣🤣🤣🏃🏃🏃
pantas aja koper yang akan dibawa Dion banyak banget