Cerita yang memberikan inspirasi untuk wanita diluar sana, yang merasa dunia sedang sangat mengecewakannya.
Dia kehilangan support system,nama baik dan harapan.
Beruntungnya gadis bernama Britania Jasmine ini menjadikan kekecewaan terbesar dalam hidupnya sebagai cambukan untuk meng-upgrade dirinya menjadi wanita yang jauh lebih baik.
Meski dalam prosesnya tidak lah mudah, label janda yang melekat dalam dirinya membuatnya kesulitan untuk mendapat tempat dihati masyarakat. Banyak yang memandangnya sebelah mata, padahal prestasi yang ia raih jauh lebih banyak dan bisa di katakan dia sudah bisa menjadi gadis yang sempurna.
Label buruk itu terus saja mengacaukan mental dan hidupnya,
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Yazh, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Alasan Bri bertahan
Devanda mengulas senyum tipisnya, ia tidak enak kalau harus meminta uang langsung pada Brii. Dan baru saja Briella selesai mentransfer sejumlah uang pada Rayyan, laki-laki itu muncul dari balik pintu. Dia dan Devanda memang punya akses ke apartemen Briella karena ia sering membutuhkan mereka sewaktu-waktu.
"Kak Bri, ini lo buat apa transfer uang ke Gue? Gue belum jadwalnya bayar kuliah lagian bulan ini gaji Gue turun kok," ucapnya heran, alisnya bertaut.
"Hehh, gue transfer buat bayar SPP Devanda sama Zetta sekalian. Gue lupa, besok udah mulai UTS kalau Dia nggak bayar Dia nggak bisa ikutan. Besok lo ke sekolahnya yaa? Tolong bayarin."
"Ohh, ok, kalau gitu Lo pulang aja, Dev. Belajar sana... Gue yang temenin Kak Bri di sini..." Devanda menurut dan Briella memberikan kunci mobilnya untuk dibawa pulang karena hujan di luar masih sangat deras.
Sebadung-badungnya mereka di masa lalu, Briella selalu memaksa mereka untuk tidak menyepelekan pelajaran. Ia ingin mereka menjadi orang yang berpendidikan tinggi dan beradab, mereka laki-laki yang harus bisa bertanggung jawab dengan semua yang mereka lakukan. Britania ingin memberi mereka harapan yang tinggi agar tidak ada lagi yang akan menyepelekan mereka nantinya, seperti yang kitia tahu, kebanyakan orang di luar sana hanya bisa menghargai dan mengakui keberadaan orang-orang yang good looking dan good rekening.
"Ray, kamu baru pulang? Makan dulu yukk, aku udah delivery tadi..." Rayyan mengangguk kemudian beranjak dari duduknya ke kamar mandi.
Beberapa menit kemudian Rayyan selesai dengan ritual mandinya yang kilat.
"Kak Brii, ada t-shirt nggak? Baju Gue basah nih..." teriaknya seraya berjalan ke arah Britania dengan topless.
"Ada Ray, bentar yaa gue ambilin..."
"Awwww......" pekik Britania keras, karena lampu tiba-tiba padam. Tidak pernah ada seperti ini sebelumnya. Ini kawasan elit, tidak pernah ada pemadaman seperti ini harusnya.
"Kak Briii.. tunggu di situ, jangan jalan lagi, gue yang kesitu." Rayyan terus berjalan ke arah Britania sambil meraba-raba dalam keadaan gelap gulita, hanya ada sedikit cahaya dari kilatan petir yang menyambar. "Rayyy..." Briella memeluknya erat saat tangannya sudah berhasil menjangkau tubuh laki-laki itu, dan kini wajahnya tepat bersandar di dada bidang Rayyan yang topless itu. Rasa takut yang menguasai dirinya membuat ia tak peduli lagi kalau posisinya tidak aman untuk Rayyan.
"Gue hubungi bagian keamanan di bawah dulu yaa?" Satu tangan Rayyan meraih ponsel di sakunya, sedangkan satunya lagi merengkuh Britania dalam pelukannya.
Selama beberapa menit mereka masih nyaman berpelukan, namun sudah berpindah duduk di sofa. "Kak Bri... mau sambil duduk nggak? Ini kayaknya lama deh, tiang listrik di seberang tersambar petir kata petugas di bawah."
"Gue nggak ada lilin, Ray, nggak pernah mati lampu soalnya. Hiks... Kita bakal gelap-gelapan sampai pagi nih?" cicit Britaniaa, suaranya bergetar. Sering berinteraksi dengan Rayyan tidak lagi membuat Brii canggung kalau harus memeluknya seperti sekarang. Rayyan pun terlihat nyaman, hanya ingin menenangkannya seperti biasanya.
"Gue emergency lamp yaa?"
"Nggak! Aku takut, udah, pake hape aja yaa?"
"Udah malam banget, Kak, baterai ponsel udah mau habis ini. Tidur duluan sana Gue jagain di sini yaa?"
"Temenin tidur yaaa, gue mana berani sih, Rayyy... Ayokk temenin di dalam," pinta Britania, suara rengekannya membuat Rayyan makin tak tega membiarkan kakak angkatnya itu terus ketakutan.
Rayyan menurut untuk menemaninya di kamar. "Mau Gue peluk juga tidurnya Kak, hmm...?" kata Rayyan sambil terkekeh, ada sedikit nada menggoda namun tetap menghormati.
Wajah Britania yang menciut memalukan sedikit tertolong malam ini karena mati lampu. Ia sungguh sangat ketakutan dalam keadaan seperti ini. Wajahnya pasti sangat jelek tak terkondisikan karena takut, bukan lagi si Britania most wanted kantor.
Kalau yang melihat Bri sebagai wanita sempurna tanpa cela, berarti mereka belum pernah melihat Britania saat tengah berada dalam keadaan hujan dan gelap. Satu-satunya hal yang masih belum bisa Britania kalahkan adalah rasa takut pada hujan dan petir, sekrang ditambah lagi mati listrik.
"Iyyaa lah, mau..." sebenarnya Britania tengah meringis di hadapan Rayyan saat ini, entah dia menyadari atau tidak. Rayyan menuntunnya pelan memanfaatkan penerangan dari ponsel yang sudah mulai low battery untuk merebahkan tubuh mereka di atas tempat tidur.
Setelahnya dia pun ikut merebahkan diri di sebelah Bri. Lebih dulu Britania menyingkirkan teddy bear yang selalu menemani tidurnya tiap malam. Hingga ia bisa leluasa untuk merapatkan tubuhnya pada Rayyan, memeluk tubuh kekarnya erat-erat agar bisa tidur tanpa ketakutan. Bisa Britania rasakan juga tangan Rayyan menyusup di bawah lehernya, membuatnya makin nyaman bersandar.
'Kenapa Lo nguji Gue kayak gini, kak Briii...?' gumam Rayyan dalam hatinya, sebuah dilema yang tak terucapkan. Dia bukan yang mati rasa seperti Briella bilang, Tetap saja ada desiran aneh dalam dirinya tiap kali berinteraksi terlalu dekat seperti itu dengan Britania. Namun ia kelewat pandai menyikapinya.
Tak butuh waktu lama Brii sudah terlelap dalam dekapan Rayyan. Hanya dia dan Devanda laki-laki yang bisa memeluknya seperti ini, satu lagi, Nathan juga sekarang bisa. Tiga sosok pria yang tidak membuat Brii merasa terancam, tiga ikatan yang berbeda, namun semua memberinya rasa aman diwaktu yang tepat.
***
Hembusan angin pagi membawa sia-sia aroma hujan semalam, udara sekitar menjadi lebih lembab dari biasanya karena hujan memang turun semalaman sampai pagi.
Seperti alarm, Bri bangun pukul lima tepat, matanya mengerjap pelan mencari keberadaan Rayyan yang sudah tidak ada di sampingnya. Dia pasti sudah pergi karena harus bekerja. Sebagai bodyguard, dia sudah harus standby jam 6 pagi di rumah majikannya.
Tapi tidak, cowok itu belum meninggalkan appartemen Brii, ia tengah berjalan kembali dari arah dapur.
"Kak Briii... udah gue bikinin sarapann yaa di meja, Gue harus otw sekarang. Listriknya udah nyala lagi jadi Lo nggak perlu khawatir. Gue pergi dulu yaa?" ujarnya seraya mengusap puncak kepala Britania penuh perhatian seperti biasa.
"Iyyaa, thanks yaa, kamu sarapan juga, Rayy... Sama nanti ke sekolahnya Devanda, bayar tagihannya yaa jangan lupa?"
"Siap, Kak... Bye."
Belakangan ini Rayyan jadi sering berlaku sangat manis pada Britania. Biasanya memang dia tipe yang pintar ngethreat cewek, tapi itu tidak mempan untuk Britania. Bagi Britania, kedekatan mereka yaa sewajarnya seorang kakak dan adik saja. Apalagi mereka sudah terbiasa hidup bersama selama beberapa tahun terakhir, dengan kedekatan emosional yang tinggi.
***
Lagi-lagi Britania harus mengawal pengiriman hari ini, tidak adanya Brianda dan Nathan membuatnya makin keteteran. Olivia pun jadi ia paksa untuk lembur karena mereka bersama Birru harus mengecek ke perusahaan mitra juga tentang komplain minggu lalu.
"Sayanggg... nggak usah lembur. Nanti Aku telepon Galang untuk handle semuanya..." perintah Nathan yang menghubungi Britania di telepon tadi siang. Ada nada khawatir yang jelas dalam suaranya, mengingatkan Brii pada perhatian yang pernah ia rasakan dari masa lalu yang berbeda.
"Bukannya kamu suka menyuruhku mengawal pengiriman ya, Mas?" balas Britania terkikik, mengingat dulu Nathan adalah bos yang gemar menyiksanya dengan pekerjaan. Nathan di seberang sana hanya mendecih pelan, keras kepalanya membuatnya sedikit frustrasi, namun ia tahu itu salah satu bagian dari pesona wanitanya.
"Nggak apa-apa, Mas, Aku bisa kok. Aku ditemenin Oliv jugaa, lagian yang harus ke perusahaan mitra kan harus Aku sama Birru sendiri biar tahu persis produk yang akan dikirim biar nggak ada komplain lagi..."
"Ya sudahh, tapi jangan berduaan sama Birru doang yaa? Terus... harus udah pulang sebelum jam 22.00 okayy?" tegas Nathan, melampiaskan kecemburuan yang tak bisa ia sembunyikan.
"Siap... Kamu cepat selesaikan kerjaan di situ yaa. Aku mau kerja lagi."
Briella harus bersyukur hari ini pekerjannya lancar, selesai tepat waktu. Jadi tugasnya sebagai budak korporat juga bisa segera berakhir. Jam lima sore Bri sudah bersiap pulang dari perusahaan mitra bersama Birru.
"Gue antar Brii, Lo nggak bawa mobil kan?" tawar Birru di depan area parkir. Brii menoleh, lalu menggeleng pelan.
"Nggak usah, Ruu, adik aku jemput bentar lagi..."
Sebelum pulang tadi Brii sudah meminta Devanda menjemputnya sore ini, sekalian ia ingin mampir ke rumah singgah. Dan sekalian juga ingin menuruti Nathan utnuk tidak berduaan dengan Biruu.
_____________
"Kamu UTS-nya gimana? Aman?" Devanda yang baru saja menyiapkan makanan yang mereka beli lantas menoleh riang pada Briella.
"Sudah dong, Kak. Thanks yaa. Gue hampir nggak ikut UTS tadi..." jawab Devanda lega dan sangat syukur. Ia sudah ikut kerja paruh waktu sebenarnya namun ternyata upahnya baru akan diberikan minggu depan. Dave tahu sekeras apa Britania membiayai seluruh kebutuhan mereka di rumah singgah. Ia tidak tega lagi kalau masih menjadi bebannya.
"Lain kali kalau aku lupa, kamu ingetin... Zee, kamu bantu ingetin abangmu ini kalau aku lupa bayarin SPP-nya yaa? Di kantor belakangan banyak kerjaan jadi aku kelupaan deh!" Zetta pun tersenyum sembari berpindah duduk disamping Britania.
"Sebenarnya gue inget, Kak, tapi Bang Dev yang melarang gue untuk bilang sama Kak Bri, katanya nggak mau Kak Bri terbebani biaya sekolahnya yang banyak itu," jelas Zetta sedikit menunduk. Sontak ia mendapat tendangan dari kaki Dave, kenapa cewek itu jujur sekali??
Briella berdecis pelan. "Dev... dengerin, kalian itu masih tanggung jawab aku tahu nggak? Kalian bilang aja kalau memang ada masalah. Kalau misal kamu nggak ikut UTS aku bakal kecewa banget lohh. Udah yaa nggak usah mikirin lainnya. Yang penting kalian belajar yang bener buat kejar cita-cita kalian, nggak usah mikirin bayaran sekolah. Lagian aku bisa kayak sekarang juga karena ada kalian. Aku kerja, dan gajiku besar tenang ajaa. Masih sanggup kok buat biayain hidup kita sampai lima tahun kedepan, hahaha. " Britania menekankan diiringi candaan tulus, sebuah janji yang tak akan pernah ia ingkari.
"Iyaa kak, tapi lo juga jangan terlalu keras sama diri lo sendiri. Lo butuh nyenengin diri, bukan cuma mikirin kita doang."
"Dewasa banget ngomongnya, pokoknya tenang aja. Aku akan lebih bahagia lagi kalau bisa teruse menemani kalian tumbuh, melihat kalian sampai bisa dapat apa yang kalian cita-citakan."
Dari arah luar terdengar suara Rayyan yang sedang bersenandung sambil memarkirkan sepedanya. "Eh, night Kak Brii... Baru pulang?"
"Tadi sore, Rayy... Dev jemput aku jadi sekalian main ke sini. Ini udah mau balik, kalian belajar yang rajin yaa. Kalau dapat nilai bagus, aku ajak liburann dehh..."
"Yayy!!"
Semua anak -anak bersorak girang, betapa Britania bahagia melihat tawa mereka semua, itu seperti sebuah kekuatan untuknya. Mereka lah alasannya kuat bertahan di saat-saat terburuknya dulu.
Rayyan yang baru saja pulang, mengikutinya keluar rumah. "Gue antar..." ucapnya, padahal baru beberapa menit lalu dia pulang.
"Kamu kan baru pulang, Ray, istirahat aja sana. Gue berani kok, nggak hujan jugaa."
"Udah malam, Kak Brii... Bahaya cewek cantik pulang sendirian," tegasnya. Seburuk apapun sikapnya di awal pertemuan mereka dulu, kini ia menjadi cowok yang paling menjaga Brii dan semua adik-adiknya.
"Yee, ya udah yukk setirin gih... Nginep yaa? Aku lama nggak denger kamu nyanyi." Rayyan yang mengajarkan Britania bermain gitar dulu. Kalau menyanyi memang Briella suka sejak sebelum mengenalnya dan sempat menjadi penyanyi dari kafe ke kafe juga saat masih melakukan kerja paruh waktu semasa kuliah.
__________
Sekarang Rayyan tengah menikmati mi yang Briella buatkan untuknya, dan Brii sendiri sedang memainkan gitar di sebelahnya dengan cukup piawai.
"Dev bilang ke gue katanya pengin kerja, Kak... Dia udah bisa berpikir lebih dewasa dari Zetta sekarang. Dia nggak mau bikin Lo kerja terlalu keras hanya untuk membiayai mereka katanya." tiba-tiba saja Rayyan berujar, kali ini tidak sedang meledek atau mengajaknya becanda, sorot matanya serius.
"Hmm... kamu bilangin yaa ke dia. Aku nggak ijinin Dia kerja selama belum lulus dari SMA gitu, Dia ingin masuk militer jadi harus dapat nilai bagus juga. Lagian aku seneng kok kerja gini, nggak merasa terbebani sama sekali, kalian itu justru penyemangat aku buat kerja keras. Kalau nggak buat kalian, buat siappa lagi coba?" Balas Brii menjelaskan, ia hanya ingin anak-anak itu berhenti meraasa menjadi bebannya, karena sebetulnya bagi dia, mereka adalah sumber kekuatan tak kasat mata untuknya tetap hidup dengan baik.
Rayyan meletakkan mangkuk bekas makannya di wastafel untuk dia cuci, setelahnya dia mengambil alih gitar yang Briella pegang dan mulai memainkannya.
Suaranya mengalun merdu, lembut di telinga dan membuat Britania sangat nyaman sampai mata pun ikut terpejam menikmati petikan gitar yang Rayyan mainkan. Suasana malam yang sepi mendukung untuk mereka deep talk sebelum tidur.
"Rayy, kamu nggak punya pacar?" Rayyan tertawa kecil mendengar Brii tiba-tiba bertanya seperti itu.
"Gue mau pacaran kalau Lo udah nikah," jawabnya santai.
"Kok gitu? Kalau aku nggak nikah berarti kamu juga nggak akan pacaran?" tanya Britania lagi sembari menelengkan kepala di depannya.
"Nggak... kalau perlu selamanya kayak gini juga nggak masalah, Kak," jawabnya mantap, kini Rayyan menyimpan gitar di sofa sebelahnya. Kemudian badannya beralih menghadap Britania, tangannya terulur merapikan rambut di dahi Briella dan mengusap pelan puncak kepalanya.
"Kak Brii... Lo sekarang adalah orang yang paling penting buat Gue. Nggak akan ada yang bisa gantiin posisi itu. Gue nggak tahu entah kapan Lo bisa menerima kehadiran laki-laki dalam hidup Lo, yang sanggup melindungi dan menjaga Lo. Jadi selama itu juga gue akan selalu ada buat Lo, nggak akan ada waktu buat Gue pacaran." Suara Rayyan begitu tulus, penuh dengan rasa memiliki, layaknya sebuah beban yang ia pikul dengan lapang dada.
Kedua sisi sudut bibir Britania terangkat tinggi, membentuk senyuman lebar yang menawan. "Thanks yaa..." malam ini Bri dibuat baper sekaligus bangga olehnya lagi. Dia tidak hanya dianugerahi kemampuan ngethreat cewek dengan baik tapi sekaligus juga mempunyai wajah yang sebelas duabelas dengan Kim Tae Hyung. Brii yang penggila artis korea tentu saja sangat excited padanya.
Meski dalam hatinya, itu tak berarti apa-apa, ia hanya bangga dengan perubahan dalam diri Rayyan. Britaniaa tahu persis bagaimana sulitnya hidup Rayyan dulu, hingga membawanya menjadi seorang pecandu. Terlihat jelas dari sikap anak itu saat mereka pertama bertemu, untung saja saat itu Brii tidak menyerah membiarkannya mati OD.
Alhamdulillah. Akhirnya 20 bab. Gimana? Kalian masih mengikuti cerita ini kan? Janlup like dan komennya. terima kasih.