Ara yang melarikan diri ke luar negeri, tidak sengaja menyaksikan pembunuhan terhadap bosnya saat bekerja, dan itu membuatnya menjadi tawanan pria yang kejam, bahkan lebih kejam dari orang orang di masa lalunya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon siti tyna, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
18
"Aduh"
Ara berguling ke samping dan memegang kepalanya yang terbentur lantai, dia bernasib baik karena ada karpet mewah berbulu tebal di bawahnya, kalau tidak mungkin dia akan gegar otak, kemudian ara bangun dengan wajah kesal.
"kenapa kau tidur di sini?"
Tanyanya dengan suara di tekan, tangannya menggosok bagian kepala yang terasa berdenyut.
Ian yang juga duduk dengan hanya menggunakan boxer hitam menatap tajam pada ara, pria itu akan membuka mulut ingin mengucapkan sesuatu, tapi mulutnya hanya bisa ternganga melihat penampilan istrinya yang duduk seperti model yang sedang mengiklankan pakaian dalam, bahu yang tersingkap, bagian paha juga tersingkap, rambut yang acak acakan yang seharusnya tampak mengerikan, tapi malah terlihat sexy di mata ian, pria itu meneguk liur.
"huh, dasar"
Ara bangkit sambil mendengus kesal, dia berjalan ke arah toilet dengan bibir di manyunkan, baru saja dia akan menggenggam handle pintu tubuhnya melayang ke udara lalu dengan gerakan kilat dia sudah terhempas ke kasur.
"akhh, sial emhh"
Mata ara melotot, tangannya dengan lincah mendorong bahu kekar ian, tapi ian tidak kalah cepat menangkap tangan ara dang menguncinya di atas kepala.
Ara terus meronta dan menghindar, tapi sepertinya ian bukanlah lawan yang mudah bagi ara, dia benar benar terkunci di bawah kungkungan ian.
ciuman ian semakin panas dan menuntut, bahkan tampa tau malu pria itu menempelkan bagian sensitif tubuh mereka, dan itu membuat wajah ara memanas karena rasa malu dan marah.
"stop, stop, gila ya"
Marah ara saat ciuman mereka terlepas, tapi ara kembali ketakutan saat melihat mata ian menggelap, dia tidak terlalu bodoh untuk mengerti dari tatapan pria itu.
"kak am, te..tenang ya"
ara berkata lembut, berharap pria di atasnya itu bisa tenang, kini rasa takut mulai menguasai diri ara, padahal dia hanya memaki pria itu sedikit tadi.
"kau duluan yang menggodaku"
Napas ian semakin memberat, matanya menatap bibir basah ara, lalu menyapu setiap sisi wajah gadis itu, kulit wajah ara terlihat agak kusam, walaupun begitu gadis itu tetap terlihat cantik, dan telapak tangan ara terasa kasar, jauh berbeda dengan tangan mia yang halus.
"ma..mana ada"
Jawab ara tergagap, apa lagi ian semakin menunduk.
"lepas, please"
Kini ara mencoba memasang wajah memelas, tapi ian tidak ada tanda tanda akan menyerah.
"ara, tenanglah"
Bisik ian mencoba menenangkan gadis itu, baru kali ini ia memanggil nama ara, dan itu hanya untuk mencoba menaklukkannya, sangat terasa kalau tubuh itu gemetar, dia tidak bisa mundur sekarang, lagi pula mereka sudah menikah, dan dia berhak.
"akhhh lepas, lepas"
Ara meronta dan berteriak seperti orang kesurupan, dia tidak akan terkecoh dengan suara lembut ian, dia benar benar belum siap.
"kau mesum, pergi cari wanita lain, aku tidak sudi melakukannya denganmu, lepas sialan"
Maki ara tampa berpikir.
Tapi itu berhasil membuat ian melepaskannya.
Wajah ian menggelap, lalu ia pergi ke kamar mandi dan menutup pintu dengan kasar.
Sedangkan ara langsung menyeret kopernya dan hendak keluar kamar, ia berdecak saat memutar handle pintu yang ternyata terkunci.
"mana kuncinya?"
Ara celingak celinguk, kesana kemari mencari kunci, ia membuka laci, lemari, menyingkap bantal, selimut bahkan melihat ke dalam tong sampah yang terlihat kosong.
brakk
Dengan marah ara menendang pintu toilet.
"mana kuncinya?"
Brakk
"mana"
Brakk
"manaaa"
Teriak ara dengan kuat, bahkan matanya sampai terpejam, dadanya naik turun karena benar benar kesal, karena tidak ada tanda dia akan menemukan kunci pintu atau ian yang akan segera keluar, ara memutuskan untuk mengganti bathrobe yang ia pakai dengan pakaian biasa dengan cepat, sebelum pria itu keluar dari kamar mandi, berbeda dengan kemarin yang menggunakan jeans pendek, kini ara memakai celana joger panjang dan baju kaos, dia duduk di sofa sambil menyilangkan tangannya.
satu jam kemudian
"kenapa dia sangat la.."
Ceklek
Ara menutup mulutnya rapat saat pintu yang ia pandangi bergerak dan kemudian terbuka lebar, ian keluar dengan handuk di pinggang dan rambut yang terlihat lembab, mata ara menatap otot otot pria itu yang ikut bergerak mengikuti setiap gerakan yang pria itu lakukan.
"di mana kunci kamar?"
Berbeda dengan sikap tadi yang menendang pintu dan berteriak, kini ara bertanya dengan suara dan sikap normal, sepertinya instingnya bisa merasakan bahaya yang akan datang kalau dia bersikap sembarangan lagi.
diam
Ian tidak memperdulikan ara bahkan meliriknya saja tidak, pria itu hanya berjalan ke arah koper dan membukanya untuk mengambil pakaian.
Ara hanya bisa menahan kesal karena tidak di hiraukan, dadanya terasa sesak dengan sikap ian, dia benar benar merasa marah dan kesal, entah bagaimana kehidupan selanjutnya bersama pria yang kini berstatus suami itu, di hari pertama saja, mereka sudah berperang habis habisan.
gadis yang masih labil dan belum sepenuhnya dewasa itu hanya melihat kesalahan ian dan mengabaikan kesalahannya sendiri, begitu juga ian yang selalu membandingkan ara dengan wanita yang di inginkannya, hubungan mereka terlihat tidak ada harapan.
Ara hanya diam menunggu, tidak mungkin pria itu tidak keluar sama sekali dari kamar, dan dia akan menunggu dengan mencoba sabar, rasa lapar yang dari tadi di rasakan semakin membuat mood ara menjadi buruk, bagaimanapun juga ia berusaha menahan, akhirnya gadis itu menangis sesegukan di sofa, padahal selama ini ara hanya menahan jika terluka saat latihan, atau saat di marahi pelatih, jika ada yang tidak sesuai keinginannya atau mendapat tugas yang terlalu berat, gadis itu hanya mengamuk, tapi kali ini ara menangis sesegukan.
Ian yang sedang menata pakaiannya ke dalam lemari menoleh
'gadis yang merasa paling kuat itu akhirnya menangis' Pikir ian.
sesaat kamar itu hanya ada bunyi tangisan, agak lama ara menangis, tangisnya mereda dengan sendirinya setelah melepaskan segala beban yang selama ini tidak bisa ia salurkan, setelah akhirnya berhenti, ara menghela napas panjang untuk mengosongkan rasa sesak di dadanya.
"mana kuncinya?"
Tanya ara sekali lagi.
Kali ini ian menoleh, bukan padanya, tapi ke arah pintu, barulah kemudian mata pria itu beralih ke arah ara.
"apa kau yakin pintunya terkunci?"
Tanya ian, karena seingatnya tadi malam dia tidak mengunci pintu, dan memang tidak ada kunci di sana, karena dia merasa sangat lelah dan ingin cepat mandi dan tidur, ian tiidak terlalu memperhatikannya.
Ara kembali mendekari pintu dan memutar handle lalu mendorongnya, barulah dia sadar kalau tadi dia tidak mendorong pintu dan hanya memutar mutar handlenya saja.
Ara dengan cepat mengambil koper dan menyeretnya keluar.
"nona"
"eh, setan"