NovelToon NovelToon
Noktah Merah

Noktah Merah

Status: tamat
Genre:Romantis / Patahhati / Tamat
Popularitas:13.2M
Nilai: 4.9
Nama Author: Asri Faris

Mencintaimu seperti menggenggam bara api. Semakin dalam aku menautkan hati ini semakin nyata rasa sakit yang dirasakan, dan itu membuat aku semakin sadar, tidak ada ruang sedikitpun di hatimu untukku. Aku begitu sangat mencintainya, tapi tidak untuk dia, dia bahkan tidak pernah melihat kesungguhan aku sedikit saja.


Nabila maharani bagai menelan pil pahit dalam hidupnya, di malam pengantin yang begitu bahagia, ia disuguhkan dengan takdir atas kehancuran dirinya. Ternoda di malam pengantin, sesuatu yang ia jaga terenggut paksa oleh sahabat sekaligus adik iparnya. Bisma maulana ikhsan kamil, ada apa denganmu???

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Asri Faris, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Part 18

"Bila, sudah makan?" tanya Bisma berbasa-basi, hal yang cukup sederhana, namun begitu berarti untuk orang yang mencintai.

Bila tidak menjawab pun tidak menoleh. Ia terlalu sibuk dengan dunianya sendiri, entah sedang mengerjakan apa di laptopnya, yang Bisma lihat, perempuan itu cukup serius menatap layar monitor.

"Bila!" seru Bisma sekali lagi, namun tetap tidak ada jawaban. Karena perempuan itu hanya diam, Bisma pun nekat menghampiri dan memberanikan diri menyentuh lengannya.

"Bil," panggilnya begitu lembut, namun karena sentuhan tangan itu, Bila refleks berteriak langsung berdiri dari duduk.

"Astaghfirullah ... tenang, Bila. Aku tidak akan menyakitimu," tuturnya lembut. Tangan pria itu mengkode di depan dada, isyarat istrinya untuk tidak histeris.

"Sudah kubilang jangan terlalu dekat, jangan berani menyentuhku sejengkal pun!" hardik Bila marah.

"Ya, aku minta maaf, tadi aku memanggilmu tapi kamu terlalu fokus, bahkan tidak menyahut," sesal Bisma sendu.

"Aku memakai earphone, mana aku dengar, lain kali jangan membuat aku kaget!" ketus perempuan itu seraya melangkah keluar kamar.

"Maaf, Bila, aku hanya ingin mengajakmu makan di luar, Mama juga mengundang kita untuk makan malam di rumahnya, apakah kamu bersedia?" Bisma mengekor istrinya menuju beranda.

"Aku belum terlalu lapar, kamu bisa berangkat sendiri. Sudah kubilang jangan memberi perhatian padaku, karena aku tidak akan merubah perasaanku untukmu."

"Merubah ataupun tidak, itu memang hak oportunis kamu, Bila. Aku hanya ingin melakukan yang terbaik, bertanggung jawab untukmu dan anak kita." Entah mengapa Bila selalu merasa risih saat Bisma menyebut anak kita, mendadak moodnya benar-benar buruk.

"Sudah petang, jangan di beranda, dingin, ini juga sedang waktu maghrib sebaiknya kita masuk."

Bila memutar bola mata jengah, apa yang disampaikan dari mulutnya memang benar dan untuk kebaikan, namun semua hal yang terlontar dari bibirnya selalu tak bisa diterima dengan baik oleh Bila, rasa benci itu telah menutup kebaikan yang lainnya.

"Bila, aku tunggu di bilik kamar." Bisma menyodorkan mukena ke hadapan istrinya, yang artinya pria itu menunggu untuk menunaikan sholat bersama.

Bila mendongak, menatap ragu mukena di tangannya, ia tidak lekas mengambil, membuat Bisma menaruhnya di samping perempuan itu duduk.

"Jangan menunda kebaikan, aku hanyalah seorang pendosa yang tidak pantas membimbingmu, namun aku sedang belajar untuk menjadi yang terbaik untuk rumah tangga kita dan jalan hidup kita," jelas Bisma sebelum akhirnya berbalik dan melangkah menjauh.

Entah ada dorongan yang kuat dari mana, sisi kebaikan yang memang sebenarnya ada pada diri perempuan itu langsung timbul, bergerak menuju kamar mandi untuk mengambil wudhu. Dengan langkah ragu, Bila mendekati sajadah yang telah digelar suaminya. Tiga rakaat ia tunaikan dengan khusuk. Ada perasaan damai di sana. Saat Bisma berbalik, hatinya terenyuh pilu menemukan Bila yang masih bersimpuh tertunduk dengan derai air mata. Perempuan itu menangis dalam doa.

Bisma tertegun, merasakan sesak yang tiba-tiba menyerang. Hatinya sakit, melihat Bila yang begitu terluka dengan keadaan saat ini. Ingin sekali menenangkan, membawa perempuan itu ke dalam pelukan hangatnya, namun keberanian itu ia urungkan, mengingat tersentuh sedikitpun Bila ketakutan, bahkan histeris menghindarinya.

"Bila, aku minta maaf," ucapnya di sela kesedihan. Bila tidak menjawab, perempuan itu langsung berdiri dan meninggalkan ruangan itu begitu saja. Menyendiri dibalik kamar adalah teman yang setia. Banyak hal yang ingin ia ungkapkan, tapi tidak satupun keluar dari mulutnya, setelah sujud berakhir ia sedikit lega telah berbagi dengan Tuhan.

"Kamu belum makan malam? Aku bawakan roti dan segelas susu untukmu." Bisma menaruh nampan itu di nakas. Melirik istrinya yang seperti biasa, tidak berselera mendengarkan celotehan dan perhatiannya.

Bisma tidak boleh mengambil hati atas sikap dingin yang sengaja Bila lakukan. Perlakuan itu memang pantas ia terima, namun ia menjadi sedikit kesal, jika istrinya mulai tidak mendengarkan untuk kesehatannya sendiri. Bisma membuang napas kasar begitu memasuki kamar, menemukan makanan itu masih tetap utuh tak tersentuh.

"Bila, anak kita butuh nutrisi dari ibunya, dia lapar di dalam perutmu, kamu makan walaupun sedikit." Bila menghentikan ibu jarinya yang tengah berbalas pesan, ia melirik sesaat ke arah nakas. Rasanya enggan menyentuh buatannya, namun karena rasa lapar lebih mendominasi, hatinya mengiyakan. Dengan sedikit malas mulai meneguk susu rasa coklat itu yang mulai dingin.

Baru separo isi gelas susu itu berpindah ke dalam perutnya. Tiba-tiba, Bila merasa sesuatu yang bergejolak itu berputar di perutnya. Perempuan itu bergegas menuju kamar mandi dan mengeluarkan apa yang telah ditelan tadi.

Bisma yang cemas, langsung mengekor dan mendapati istrinya muntah-muntah. Tangan pria itu refleks saja terulur mengumpulkan rambut istrinya ke belakang.

"Kamu nggak pa-pa? Maaf, kalau rasa susunya bikin kamu mual, aku hanya mengikuti seleramu dulu." Bisma benar, rasa coklat adalah favoritnya, namun entah mengapa semenjak hamil, Bila tidak begitu menyukai rasa itu.

Bila tidak menyaut, karena banyaknya cairan yang ia muntahkan, membuat tubuhnya lemas dan tidak bertenaga untuk melangkah, ia nyaris ambruk jika tidak segera Bisma menangkapnya dari belakang. Dengan sekali gerakan, pria itu mengangkat tubuh istrinya dan membawa ke ranjang.

Jangan tanyakan perasaan Bila saat ini, andai saja ia punya banyak tenaga, ia ingin turun dan mengumpatinya karena telah lancang menggendongnya. Namun, alih-alih mengomel dan bernada ketus, ia malah dibuat nyaman dengan aroma wangi tubuhnya. Benar-benar menenangkan. Perempuan itu merutuki hatinya yang tidak bisa bersahabat dengan tubuh dan isi kepalanya. Kesel, sebel, benci, tapi mendadak nyaman dengan aroma tubuhnya, apa itu namanya?

"Kamu istirahat dulu, nanti aku belikan dengan rasa yang baru," ucap pria itu seraya memposisikan tempat ternyaman istrinya. Jarak mereka sangat dekat, Bila yang lemas memejamkan mata dengan mengangguk, sementara Bisma sendiri terbuai dengan wajah tenangnya dan lupa untuk beranjak.

"Jangan lihatin aku terus, aku lapar," ucap perempuan itu memiringkan tubuhnya, seraya menarik selimut untuk menutupi wajahnya. Bisma mengulum senyum melihat istrinya yang salah tingkah.

Pria itu tidak lekas beranjak, ia malah duduk di samping Bila dan mencoba membangun komunikasi.

"Mau makan apa? Aku akan membelinya untukmu."

"Pingin makan orang, sana menjauh, jangan terlalu dekat!" usir perempuan itu menyela, kembali bernada ketus. Bisma bergeming, masih betah duduk di bibir ranjang, Bila juga masih setia dengan posisinya. Kalau boleh, Bisma ingin sekali selalu dekat dengannya.

"Pingin masakannya Mbak Lastri, kapan dia balik?" Mendadak Bila merindukan olahan rumahan yang sering dibuat ARTnya itu.

"Mungkin lusa, kemarin bilangnya seminggu, tidak mungkin 'kan menunggu Bik Lastri pulang baru makan."

"Gimana kalau kita makan di luar? Kamu bisa mengunjungi tempat makan yang kamu inginkan?" tawar Bisma cukup antusias. Bila bergeming, ia tidak mengiyakan, atau menolak.

"Aku malas keluar, kamu bisa sendiri. Tolong tinggalkan aku di kamar sendirian."

Tiba-tiba ponsel Bila berdering, sebuah panggilan dari mertuanya. Bila memposisikan dirinya duduk dan segera menerima panggilan itu. Rupanya mertuanya masih menunggu kedatangan menantu dan putranya untuk makan malam bersama. Bila yang sungkan, akhirnya mengiyakan jamuan makan malam itu.

"Mama telfon?" Pria itu jelas kepo. Bila hanya mengangguk sebagai jawaban. Sebenarnya ia malas plus tubuh masih sedikit lemes, namun untuk menghargai itu, Bila memutuskan untuk datang.

Mendadak perempuan itu berpikir ragu, ia cukup khawatir berkunjung ke rumah mertuanya. Bagaimana kalau Mas Gema juga ada di sana, makan dalam satu meja?

.

TBC

1
Cee Suli
part ini bikin nangis🥺🥺
Surati
bagus ceritanya 👍🙏🏻 semangat thor 💪
Wahyunni Winarto
akhirnyaa cinta tdk akan salah memilih untuk pulang🥲🥲
Wahyunni Winarto
nyesekkk sekali😭😭😭
Bundanya Syahdan
ya ampun razik, kamu datang disaat yg tidak tepat nak 😭
Bundanya Syahdan
mana ketemu mantan lagi 😭
Hani Hani89
novelnya judul nya apa yg sama Azmi
Bundanya Syahdan
wah akhirnya bila balik juga, dan langsung ketemu bisma nhhak tuh 😭
Bundanya Syahdan
ayo bisma pepet teroooss 🤭🤣
DozkyCrazy
Luar biasa
Faris Fahmi
percuma menyendiri di pesantren bila
kalo masih memendam kebencian
aturan berkumpul aja sama emak2 tukang gosip, baru maklum kalo masih benci sama bisma
Linda Febri
Luar biasa
Mumun Munawwaroh
itu suamimu bila
gia nasgia
candunya Bisma
Gita mujiati
Luar biasa
Gita mujiati
Lumayan
Idhar Dar
Bagus masih mau lanjutannya
Jumi Nar
Luar biasa
Borahe 🍉🧡
jodohnya Gua Azmi nih. hahaha
Borahe 🍉🧡
haha "kok mau?? "
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!