Rania Kirana seorang penjual cilok berprinsip dari kontrakan sederhana, terpaksa menerima tawaran pernikahan kontrak dari Abimana Sanjaya seorang CEO S.T.G. Group yang dingin dan sangat logis.
Syarat Rania hanya satu jaminan perawatan ibunya yang sakit.
Abimana, yang ingin menghindari pernikahan yang diatur keluarganya dan ancaman bisnis, menjadikan Rania 'istri kontrak' dengan batasan ketat, terutama Pasal 7 yaitu tidak ada hubungan fisik atau emosional.
Bagaimana kelanjutannya yukkk Kepoin!!!!
FOLLOW ME :
IG : Lala_Syalala13
FB : Lala Syalala13
FN : Lala_Syalala
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon lala_syalala, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
PKCD BAB 17_Proyek Bali
Rania disambut dengan ramah, tetapi ia merasakan tatapan sinis dari beberapa manajer yang mungkin meremehkan seorang 'istri mendadak' yang tidak memiliki latar belakang bisnis.
Mereka berkeliling dan Abimana menjelaskan detail teknis tentang konsep eco-resort, sistem pengolahan air limbah dan penggunaan material lokal.
Rania mendengarkan dengan penuh perhatian, ia tidak menyela tetapi matanya yang tajam memperhatikan setiap detail.
Saat Abimana sedang berbicara dengan Kepala Arsitek, Rendra mendekati Rania.
"Nyonya anda terlihat tertarik, apakah ada yang ingin anda tanyakan?" bisik Rendra.
"Ya Rendra saya perhatikan di bagian belakang ada area yang sangat luas, tapi kelihatannya dibiarkan begitu saja, itu area apa?" tanya Rania sambil menunjuk ke peta tata letak proyek.
Rendra melihat peta. "Oh itu adalah lahan yang harus dibiarkan, itu adalah lahan basah yang merupakan ekosistem alami untuk burung air. Tuan Abimana memutuskan untuk tidak menyentuhnya agar proyek ini tetap eco-friendly." jawab Rendra.
Tak lama kemudian Abimana menghampiri Rania. "Bagaimana nyonya Sanjaya? Terlalu teknis untuk mu?" tanya Abimana.
"Tidak Abi ini sangat menarik, saya kagum dengan detail perencanaan Anda." jawab Rania.
Lalu ia mengajukan pertanyaan yang sudah ia siapkan dari tadi yang ingin dia tanyakan.
"Abi tadi Rendra bilang area lahan basah di belakang itu harus dibiarkan kosong untuk ekosistem burung air dan itu keputusan yang sangat bertanggung jawab, tapi aku melihat ada beberapa pekerja di sana yang membawa hasil panen warga seperti sayuran dan beberapa ikan," kata Rania.
"Jika area itu merupakan ekosistem alami, kenapa tidak sekalian dijadikan sumber daya untuk resort ini?" ucap Rania dengan tanya.
Abimana mengerutkan keningnya. "Maksud mu?"
"Resor kamu ini mengusung konsep eco-resort, bukan? Dan kamu pasti akan mengimpor banyak bahan makanan mahal, kenapa tidak bekerja sama dengan warga sekitar yang memiliki hasil panen di lahan basah itu? Kamu bisa membangun kemitraan warga menyediakan bahan makanan organik seperti sayuran dan ikan air tawar hasil budidaya tradisional dan resort kamu menjamin pembeliannya. Itu akan mengurangi biaya impor, mendukung ekonomi lokal dan menjadikan resort mu benar-benar sustainable," jelas Rania, suaranya tenang dan logis.
Kepala Arsitek dan Manajer Proyek yang mendengarnya tercengang, mereka yang hanya berpikir dalam kerangka desain dan anggaran besar, tidak pernah memikirkan detail sederhana ini.
Abimana menatap Rania matanya yang dingin kini dipenuhi rasa terkejut yang nyata, ia seorang CSO berpendidikan Harvard telah merencanakan proyek $200$ juta ini selama setahun dan ia melewatkan sebuah ide sustainability yang sangat sederhana dan brilian yang datang dari seorang penjual cilok.
"Rania... itu ide yang bagus malah lebih dari bagus." kata Abimana suaranya dipenuhi apresiasi luar biasa.
"Ini hanya logistik sederhana Abi, di warung kopi kita harus tahu cara memanfaatkan setiap sumber daya seperti mengimpor sayur dari jauh, padahal ada yang organik di halaman belakang itu tidak efisien," jawab Rania, kembali ke filosofi hidupnya.
Abimana tersenyum, senyum tipis yang tulus yang jarang sekali ia tunjukkan.
"Rendra catat ini, kita harus memasukkan konsep community-based supply chain ini ke dalam draf anggaran secepatnya." seru Abimana.
Sejak saat itu tatapan para manajer proyek berubah, mereka tidak lagi melihat Rania sebagai istri simpanan yang tidak berguna, melainkan sebagai sosok yang memiliki kecerdasan praktis yang unik.
Malam harinya di villa suasana di antara Rania dan Abimana terasa berbeda, ada rasa hormat baru yang muncul dari pihak Abimana.
Abimana duduk di sofa tidak lagi membaca laporan melainkan melihat ke arah laut sedangkan Rania baru selesai mandi dan berjalan keluar dengan pakaian tidurnya.
"Terima kasih atas bantuan mu hari ini Rania.
" ujar Abimana memecah keheningan.
"Kamu menyelamatkan anggaran sustainability kami, ide itu jauh lebih baik daripada yang dihasilkan tim konsultasi kami yang mahal." lanjutnya dengan penuh hormat.
"Aku hanya melihatnya dari sudut pandang pedagang Abi, kamu terlalu fokus pada angka besar dan lupa pada detail kecil di lapangan." jawab Rania sambil duduk di tepi kasur.
"Aku akui kamu punya keunggulan di sana," kata Abimana dia pun menatap Rania.
"Kamu tahu, sebelum bertemu dengan kamu aku sudah menyusun rencana yang sempurna, karier ku pernikahan ku... semuanya terukur dan kamu adalah variabel yang tidak aku masukkan tetapi kamu adalah variabel yang paling membantu." serunya tidak pernah menyangka akan hadirnya Rania.
Rania merasa hatinya menghangat mendengar pujian itu, itu adalah pujian pertama yang tulus bukan bagian dari sandiwara.
"Aku harap kamu tidak menyesal telah memilih variabel yang tidak terukur seperti aku ini Abi." bisik Rania.
"Aku tidak pernah menyesali keputusan yang memberikan hasil positif," jawab Abimana, tetapi tatapannya kali ini bukan tatapan logis.
Ia menatap Rania dengan rasa ingin tahu, seolah ia ingin menganalisis bagaimana gadis sederhana ini bisa membawa begitu banyak perubahan kecil namun signifikan dalam hidupnya yang kaku.
"Rania," panggil Abimana.
Ia bangkit dari sofa dan berjalan mendekat ke kasur dan jarak antara mereka kini hanya satu langkah.
Rania menahan napas. "Ya, Abi?" sahut Rania dengan gugup.
"Aku ingin memberikan Anda sesuatu, ini bukan bagian dari kompensasi tapi ini adalah ucapan terima kasih pribadi ku padamu," kata Abimana.
Ia meraih sebuah kotak beludru kecil dari meja samping.
Ia membukanya dan di dalamnya bukan perhiasan mahal, melainkan sebuah pena eksklusif yang terbuat dari kayu yang diukir halus.
"Ini adalah pena untuk mencatat dan aku perhatikan kamu selalu mencatat detail penting bahkan di warung kopi, maka gunakan ini untuk mencatat ide-ide brilian mu dan jangan biarkan ide itu hilang," kata Abimana.
Rania mengambil pena itu, matanya berkaca-kaca, hadiah itu sangat personal, sangat menghargai dirinya yang sejati.
Ia jauh lebih menyukai pena ini daripada berlian yang ia kenakan saat resepsi.
"Terima kasih Abi, aku akan menggunakannya dengan baik." kata Rania.
"Selamat malam," Abimana membalas.
Ia berbalik dan segera kembali ke sofanya, mengambil kembali laporan-laporannya, kembali ke dunianya yang logis.
Rania berbaring di kasur, ia memegang pena kayu itu erat-erat.
Di kamar itu ia tahu Abimana telah meruntuhkan sedikit temboknya, ia telah melihat sekilas sisi kemanusiaan Abimana, sisi yang menghargai orang lain dan bukan hanya angka.
Rania kini tidak hanya terikat pada Abimana oleh perjanjian hukum dan kebutuhan ibunya, ia juga terikat oleh benih-benih kepedulian dan rasa hormat yang baru saja ditanam di antara mereka.
Dan ia tahu di dalam alur lambat ini benih itu suatu saat akan tumbuh, entah menjadi penyelamat atau perusak sandiwara mereka.
.
.
Cerita Belum Selesai.....
dia guru terbaik dalam kehidupan.
ayak ayak wae...
di tunggu updatenya