Flower Florencia hidup dalam tekanan—dari keluarganya yang selalu menuntut kesempurnaan hingga lingkungan universitas yang membuatnya merasa terasing. Di ambang keputusasaan, ia memilih mengakhiri hidupnya, namun takdir berkata lain.
Kim Anderson, seorang dokter tampan dan kaya, menjadi penyelamatnya. Ia bukan hanya menyelamatkan nyawa Flower, tetapi juga perlahan menjadi tempat perlindungannya. Di saat semua orang mengabaikannya, Kim selalu ada—menghibur, mendukung, dan membantunya bangkit dari keterpurukan.
Namun, semakin Flower bergantung padanya, semakin jelas bahwa Kim menyimpan sesuatu. Ada alasan di balik perhatiannya yang begitu besar, sesuatu yang ia sembunyikan rapat-rapat. Apakah itu sekadar belas kasih, atau ada rahasia masa lalu yang mengikat mereka berdua?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon linda huang, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 16
Di saat suasana sepi, tiba-tiba saja suara hentakan pintu terdengar.
Brak!
Semua mata langsung menoleh ke arah pintu, menatap terkejut pada sosok Flower yang melangkah masuk dengan cepat dan penuh amarah. Wajahnya tegang, matanya memancarkan kemarahan yang selama ini ia pendam.
Zoanna, yang duduk di sofa mewah dengan angkuh, mengangkat alisnya dengan tatapan sinis. "Akhirnya kau pulang!" ucapnya, seolah kedatangan Flower adalah suatu hal yang mengganggu kedamaian rumah itu.
Wilson, yang sejak tadi bersandar santai di kursi, kini menyeringai mengejek. "Bekerja sama dengan pria lain melawan orang sendiri, Flower, kau cukup hebat," sindirnya tajam, nada suaranya sarat dengan ketidakpercayaan.
Alan, yang duduk di sebelah Wilson, ikut tersenyum sinis. "Bukankah kau ada dukungan dari dokter itu? Kenapa... kini kau kembali? Apakah sudah menyesal?" tanyanya, seolah menunggu Flower mengakui kekalahannya.
Flower berhenti di tengah ruangan, menatap mereka dengan mata membara. Dadanya naik-turun menahan emosi. Ia muak dengan cara mereka memandangnya seolah ia hanya duri dalam daging.
"Flower, jangan berulah lagi. Jauhkan dirimu dari pria itu. Dia hanya dokter dan sudah berani ikut campur dan menggodamu!" ketus Yohanes, suara beratnya menggema di ruangan yang sunyi. Matanya menatap tajam penuh amarah dan penghinaan.
Flower tertawa kecil, tetapi tidak ada sedikit pun keceriaan di dalamnya. "Kalian satu per satu menghakimiku. Hebat sekali," balasnya sarkastik, bibirnya melengkung pahit. "Sejak kapan kalian peduli pada apa yang kulakukan?"
Zoanna tiba-tiba berdiri dari sofa, tatapannya semakin tajam dan penuh kemarahan. "Flower, jangan bersikap kurang ajar di sini! Dasar tidak tahu diri!" bentaknya dengan nada tinggi, menunjukkan kekesalannya yang memuncak.
"Apa salahku?" suara Flower bergetar karena amarah yang ditahannya. "Kenapa kalian ingin mengirimku ke luar negeri? Apakah dengan cara ini kalian membuangku? Aku bukan boneka atau hewan yang bisa kalian singkirkan seenaknya!" lanjutnya, matanya menyapu wajah orang-orang yang selama ini menyakitinya.
Alan menyeringai, matanya memancarkan penghinaan yang dalam. "Baru pergi beberapa hari, sudah berani meninggikan suaramu. Luar biasa," ejeknya, seolah Flower hanyalah gadis kecil yang patut dicemooh.
Flower menggeleng pelan, perasaannya campur aduk antara marah dan kecewa. "Apa artinya keluarga ini? Kalian menganggapku sebagai orang luar. Demi anak angkat kalian, kalian menyingkirkan anak sendiri. Sungguh menyedihkan," suaranya lirih namun menusuk, membuat suasana semakin tegang.
"Tanpa keluarga ini kau tidak akan bisa bertahan, Flower!" Alan melanjutkan dengan nada mencemooh. "Dokter itu hanya mempermainkanmu. Jangan bodoh!"
Mata Flower membelalak, amarahnya memuncak. "Dia hanya mempermainkanku?" ulangnya dengan nada tajam. "Lalu, kalian apa? Keluargaku sendiri tapi ingin menyingkirkanku. Apakah aku harus percaya pada kalian? Sejak kecil kalian telah mengabaikanku. Aku seperti anak tiri di rumah sendiri!" suaranya meninggi, menggema di seluruh ruangan.
"Diam!" bentak Zoanna. "Flower, kalau kau bisa dewasa seperti kakakmu, maka kau tidak akan seperti ini!"
Flower tertawa sinis, lalu memandang tajam ke arah Zoanna. "Kalau begitu hapus saja namaku dari keluarga ini agar aku tidak menyusahkan kalian. Dan kalian tidak perlu lagi ikut campur dalam urusanku!" ucapnya, penuh ketegasan.
Yohanes mengepalkan tangannya, berusaha menahan amarahnya yang meluap. "Flower, sejak kapan kau berani bicara seperti ini? Kurang ajar sekali! Apakah dokter itu yang mengajarmu? Papa bisa saja menjatuhkannya dalam sekejap!" kecamnya penuh ancaman.
"Terserah!" Flower menantang mereka dengan pandangan dingin. "Setidaknya dokter Kim lebih baik daripada kalian."
Cici, yang sejak tadi diam, mencoba mengambil peran sebagai penengah. "Flower, jangan bicara seperti itu," ucapnya dengan suara lembut yang jelas-jelas hanya pura-pura.
Wilson, yang mulai kehilangan kesabaran, menatapnya tajam. "Coba kau ulangi!" tantangnya, nada suaranya mengandung peringatan berbahaya.
Flower melangkah ke depan, berdiri di bawah foto keluarga besar yang tergantung di dinding. Dalam foto itu, ia tampak duduk di pangkuan ayahnya saat masih kecil—saat ia masih berharap dicintai dan dianggap bagian dari mereka. Tapi kini, ilusi itu hancur berkeping-keping.
"Dokter Kim tidak seperti Papa dan Mama yang tidak peduli pada anaknya sendiri," kata Flower tegas, suaranya bergetar karena emosi yang meluap. "Dokter Kim tidak seperti kedua kakakku yang berusaha menyingkirkan aku."
Tanpa ragu, Flower menurunkan foto besar itu dari dinding. Ia memandanginya sejenak, seolah memastikan semua kenangan pahit yang tersimpan di dalamnya.
"Foto ini tidak ada arti sama sekali," ucapnya lirih, namun penuh kepastian.
Lalu, dengan gerakan tiba-tiba, ia membanting foto tersebut ke lantai. Prang! Bingkai kaca itu pecah berkeping-keping, suara retakannya menggema di seluruh ruangan, menciptakan keheningan yang mencekam.
Semua orang membeku, terkejut oleh tindakan nekat Flower.
"Apa lagi yang kau ingin lakukan? Tidak perlu selalu mencari perhatian," sindir Wilson, meskipun nada suaranya kini terdengar jauh lebih tegang.
Flower menarik napas dalam, lalu mengangkat wajahnya yang penuh keberanian. "Maksudku adalah, keluarga ini bukan keluargaku lagi," katanya dengan penuh tekad. "Jadi, sudah saatnya kita putuskan semua!"
terimakasih untuk kejujuran muu 😍😍😍 ..
sally mending mundur saja.. percuma kan memaksakan kehendak...
kim gak mau jadi jangan di paksa
ka Lin bikin penasaran aja ihhh 😒😒😒
penasaran satu hall apakah Flower akan pergi dari Kim atau bertahan sama kim 🤨