NovelToon NovelToon
Pesona Cinta CEO Tampan

Pesona Cinta CEO Tampan

Status: sedang berlangsung
Genre:Cinta Terlarang / Cinta pada Pandangan Pertama
Popularitas:2.5k
Nilai: 5
Nama Author: Mira j

Maura, gadis lugu dari kampung dengan mimpi besar di kota, bekerja sebagai pengasuh nenek dari seorang milyader muda bernama Shaka Prawira. Tak disangka, Maura juga ternyata mahasiswi di universitas milik Shaka. Di balik sikap dinginnya, Shaka menyimpan perhatian mendalam dan mulai jatuh cinta pada Maura—meski ia sudah memiliki tunangan. Terjebak dalam cinta segitiga, Maura harus memilih antara impian dan perasaannya, sementara Shaka berkata,

"Aku sangat menyukaimu, Maura. Aku ingin kau ada saat aku membutuhkanku."

“ anda sudah bertunangan tuan ,saya tidak mau menyakiti hati wanita lain .”

“ Kau tidak akan menyakitinya sayang ,Thalita urusanku ”.

Namun, apakah cinta mampu mengalahkan janji dan status?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Mira j, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

bab 15

Setelah menyelesaikan urusannya dengan dingin dan tegas, Shaka memandangi Dio sejenak. Tatapannya tajam tapi penuh kepercayaan.

“Bereskan semuanya. Jangan sisakan satu jejak pun,” perintahnya pelan namun penuh tekanan.

Dio mengangguk mantap. “Siap, Tuan Shaka.”

Tanpa menunggu lebih lama, Shaka melangkah keluar dari gudang tua itu. Udara malam menerpa wajahnya begitu ia membuka pintu besar yang berdecit pelan. Di luar, mobil sport hitamnya sudah menanti. Ia masuk, menutup pintu, dan menyalakan mesin. Dentuman halus suara mesin seolah mencerminkan amarah yang kini mulai mereda dalam dirinya.

Tujuannya hanya satu: Mansion Oma Margaret.

Entah karena janjinya kepada sang nenek atau karena ada sesuatu yang lain... sesuatu yang membuatnya ingin segera berada di sana malam ini.

Sesampainya di depan mansion, Shaka memarkir mobil dengan tenang. Bangunan besar itu tampak lengang. Ia melangkah masuk melewati ruang keluarga yang remang-remang. Hanya ada beberapa penjaga yang masih berjaga di sudut-sudut rumah, memberi hormat singkat saat ia lewat.

Langkahnya berat, tubuhnya lelah, pikirannya penuh, namun hatinya justru terasa lebih tenang saat menjejakkan kaki di rumah ini.

Shaka menaiki tangga menuju lantai dua. Saat melewati kamar Oma, ia menghentikan langkah, membuka sedikit pintunya. Neneknya tertidur dengan tenang di bawah cahaya lampu tidur yang hangat.

Ia tersenyum tipis, menutup pintu kamar neneknya saat matanya tertarik ke ujung lorong—ke arah kamar Maura. Entah dorongan dari mana, kakinya bergerak sendiri, melangkah pelan menuju pintu kayu yang tertutup itu.

Saat tangannya menyentuh gagang pintu, ia tertegun sejenak.

“Tak di kunci ….ceroboh?” pikirnya heran.

Perlahan, ia mendorong pintu itu dan mendapati ruangan remang-remang dengan cahaya lampu tidur yang temaram. Maura tertidur pulas di atas ranjang, wajahnya damai tertimpa cahaya lembut Selimut tersampir rapi hingga ke dadanya, rambutnya terurai, menambah kesan tenang yang membuat dada Shaka terasa sesak oleh perasaan yang tak bisa ia tolak lagi.

Tanpa suara, ia masuk, menutup pintu perlahan.

Matanya tak lepas dari wajah Maura. Hatinya bergetar... ada keinginan untuk mendekati, untuk selalu ada di dekat gadis itu. Tanpa pikir panjang, ia melepaskan jas dan kemejanya, menyisakan hanya celana boxer. Ia kemudian menyibak sedikit selimut dan perlahan masuk ke balik kehangatannya.rasa capek nya tak dapat ditolerir lagi.

Tubuhnya mendekat, lengannya menyelimuti tubuh mungil Maura. Dekapan itu membuat Maura menggeliat kecil, seakan mencari sumber hangat yang baru hadir di dekatnya. Ia tak terbangun, hanya bergumam kecil dan semakin menenggelamkan dirinya dalam pelukan Shaka.

Shaka terdiam. Senyum lembut terbentuk di bibirnya saat merasakan tubuh Maura merespons kehadirannya. Dikecupnya lembut kening maura , ia ingin lebih tapi ia rasa kantuk sudah menyerang nya.

Ia memejamkan mata... dan untuk pertama kalinya malam itu, ia merasa benar-benar tenang.

Di balik dekapan hangat dan napas Maura yang lembut, Shaka akhirnya tertidur dengan rasa nyaman dan tenang .

Maura mengerjap pelan. Tidurnya terasa begitu nyenyak dan hangat... lebih hangat dari biasanya. Tanpa sadar, ia mengeratkan pelukannya, tubuhnya semakin menempel ke sumber hangat itu. Tapi… ada yang aneh. Gulingnya... kok keras? Dan... berotot?

Alis Maura bertaut. Perlahan, ia membuka mata—dan pandangannya langsung jatuh pada sebuah rahang tegas yang hanya berjarak beberapa senti dari wajahnya.

"SHAKKK..AA….!!" teriaknya spontan.

Shaka langsung tersentak bangun, rambutnya berantakan dan mata masih setengah sadar. "Ap—apa?! Ada apa ,Maura ?!!"

Maura menjerit sambil menarik selimut menutupi wajahnya. "SHAAAKAAAA!!! NGAPAIN KAMU DI SINIII?!!!"

Shaka mengedip bingung, lalu menguap. "Eh... aku juga bingung. Tadi malem aku jalan, terus... tau-tau nyasar ke sini..."

"NYASAR? KE TEMPAT TIDUR AKU?!" Maura menatapnya tak percaya sambil merapat ke ujung ranjang.

Shaka malah menggaruk kepalanya santai, lalu tersenyum nakal. "Sumpah, kamu kayak guling empuk... aku nggak tahan."

"GILA!" Maura memukuli bantal dan melemparkannya ke arah Shaka. "Keluar, sekarang! Atau aku teriak Oma!!"

Shaka langsung bangkit sambil tertawa kecil, mengambil bajunya di lantai. "Oke, oke... tapi tenang, aku nggak ngapa-ngapain. Cuma peluk, sumpah..!"

"GULING PALAKAU!" teriak Maura, melempar bantal  ke arah Shaka yang sudah melesat keluar dari kamar sambil tertawa geli.

Begitu pintu tertutup, Maura menutup wajahnya dengan bantal. “Ya Tuhan… kenapa cowok itu bisa nyebelin dan manis dalam waktu bersamaan sih?!”

Suara teriakan Maura masih menggema saat Oma Margaret membuka pintu hendak keluar kamar. Ia baru saja selesai mandi dan berniat keluar untuk jalan-jalan pagi, tapi langkahnya terhenti ketika melihat pemandangan yang benar-benar membuat jantungnya hampir copot.

"SHAKA! Astaga anak ini !!" teriak Oma kaget, melihat cucunya keluar dari kamar Maura hanya dengan boxer dan baju di tangan.

Shaka langsung terperanjat, matanya membesar. "Oma?! Ini nggak kayak yang Oma pikir!"

Oma mengangkat alisnya tinggi-tinggi, "Oh, Jadi kamu sering keluar kamar cewek dan cuma pakai boxer kayak begini?! APA YANG KAMU LAKUKAN PADA MAURA?!"

Maura yang mendengar suara Oma dari dalam kamar langsung berlari ke pintu, wajahnya pucat pasi. Melihat Oma berdiri di depan kamar dengan wajah syok dan Shaka masih setengah telanjang, Maura spontan menjerit, "Ya ampun Omaaaa, nggak seperti itu! Sumpah!"

"Maura! Kamu... kamu tidur  bareng Shaka?" Mata Oma nyaris keluar dari tempatnya.

"Bukan gitu, Oma! Aku tidur duluan, pintunya nggak dikunci… dia masuk sendiri… dia cuma peluk doang—aku juga baru sadar pas bangun!" kata Maura panik sambil mengibaskan tangan.

Shaka buru-buru menyela, "Sumpah Oma, aku habis urusan bisnis, capek, jalan lewat lorong, pas lewat kamar maura tidak terkunci,lihat maura tidur enak banget   terus kayak ada magnet narik aku buat masuk. Aku ngantuk banget. Aku cuma tidur! Beneran ….oma, Maura."

Oma menatap mereka berdua bergantian, lalu menepuk jidatnya keras. "YA TUHHAN… MALAM-MALAM GULINGAN BARENG?! Astaga! SUDAH, SEKARANG KALIAN MANDI DULU! GANTI BAJU! TURUN KE BAWAH! KITA BICARA!"

"Tapi Oma, ini cuma salah paham—"

"NANTI JELASIN di bawah .!" bentak Oma sambil membalik badan dan berjalan menuju dapur sambil ngomel, "Anak zaman sekarang… tidur aja kok nyasar… nyasar kok pas ke kamar  cewek… ngelantur ...bisa hamil nanti ceweknya" sebentar, Oma berhenti berjalan dan berfikir “ hamil …kalau maura hamil ….aku punya cicit …ah senang nya …”. Oma tertawa kecil membayangkan hal itu sambil berjalan menjauh.

Shaka dan Maura hanya bisa saling pandang, wajah mereka merah padam.

**"Ini salah kamu!" bisik Maura sambil mendorong Shaka.

"Aku salah? semalam aku cuma salah kamar doang,tapi nyaman banget.. ?" bisik Shaka kepada maura  dengan senyum nakal.

"SHAKAAAA!!" Teriak Oma Margaret.

"Iya iya mandi! Siap Oma!"

Shaka melangkah ringan ke kamarnya sambil tersenyum-senyum sendiri. Di balik wajah dinginnya, ada sisi usil yang hanya muncul ketika bersama Maura. Entah kenapa, dekat gadis itu membuat hatinya tenang sekaligus ingin terus menggoda.

Sementara itu, di kamar lain, Maura tengah panik setengah mati. Dada berdebar, pikirannya berkecamuk. "Duh, gimana ini... jangan-jangan Oma marah besar dan aku diusir... Astaga, Maura, kamu ceroboh banget sih!" gerutunya sambil menyiramkan air ke wajah.

Setelah rapi dengan pakaian sederhana dan rambut dikuncir rapi, Maura memberanikan diri turun. Langkahnya pelan, penuh ragu. Begitu tiba di ruang makan, Oma Margaret sudah duduk dengan wajah datar tapi penuh wibawa.

Maura menunduk dalam, seperti anak kecil yang ketahuan mencuri kue.

"Selamat pagi, Oma," ucap Maura pelan, duduk di kursi menghadap Oma.

Oma hanya mengangguk kecil, belum mengeluarkan sepatah kata pun. Suasana jadi makin menegangkan bagi Maura.

Tak lama, langkah Shaka terdengar menuruni tangga. Ia muncul dengan jas abu muda yang pas di tubuh atletisnya, rambutnya disisir rapi, dan wajahnya tampak segar.  tak salah kalau ia menjadi  CEO muda idaman banyak wanita.

Maura melirik sekilas, lalu buru-buru menunduk lagi. Wajahnya semakin pucat.

Shaka langsung duduk di samping Oma, dengan senyum tipis yang tak bisa disembunyikan.

"Pagi, Oma," ucapnya santai.

"Pagi , duduk ? Kamu kenapa bisa tidur di kamar maura ?" jawab Oma .sambil menyeruput teh, tatapan tajamnya menghantam Shaka dan Maura bergantian.

Shaka mengangkat alis dan menahan senyum. "Ya… kamar Maura, tapi Oma maura punya magnet yang menarikku,  aku gak tau ingin selalu dekat dengan nya —eh maksud saya... jangan cuma menyalahkan Shaka Oma, maura juga doang ! "

“ Kok jadi aku yang salah “ . maura melirik tajam ke arah Shaka. Sedang yang di lirik hanya tersenyum mengejek maura.

"SHAKA!" tegur Oma, memukul ringan tangan cucunya dengan sendok teh.

"Aduh, Oma. Bercanda," Shaka menyeringai.

Maura hanya bisa menutup wajah dengan tangan. Malu bukan main.

Oma menghela nafas, lalu tatapannya melunak. "Maura, kamu nggak salah. Kamu itu gadis baik. Tapi mulai sekarang, kunci pintu kamar kamu, ya? Jangan biarkan nanti ada orang masuk lagi ke kamarmu pas kamu tidur.  Dan kamu, Shaka..." Ia melirik tajam ke cucunya. "Kalau sampai kejadian seperti ini terulang lagi, Oma yang langsung nikahkan kamu sama maura !"

Shaka terkekeh. "Bener Oma ,kalau gitu aku akan masuk lagi ke kamar maura .."

"SHAKAA….?!"

Suara Oma dan Maura melengking bersamaan, membuat burung-burung di taman belakang pun terbang kaget.

Shaka langsung mengangkat kedua tangannya. "Oke, oke! Bercanda! Sumpah, Oma, Maura—itu hanya candaan!"

Oma memelototi cucunya. "Candaanmu itu bisa bikin jantung Oma copot, tahu!"

Lalu dengan nada lebih serius, wajahnya mengeras.

"Dengar, Shaka. Kamu itu sudah punya tunangan. Kalau kamu memang ada niat serius dengan Maura, kamu harus lepaskan dulu tunanganmu. Oma tidak akan biarkan Maura disakiti. Dia bukan mainanmu."

Shaka menunduk sebentar. Sorot matanya berubah tenang dan dalam. Ia tahu, perkataan Oma bukan sekadar nasihat. Itu peringatan keras. Dan... mungkin, rasa bersalah itu mulai muncul.

Maura yang sejak tadi diam, memberanikan diri membuka suara dengan suara pelan, agak gemetar.

"Oma... berarti saya nggak dipecat, kan?"

Oma Margaret menoleh cepat. Wajahnya langsung melembut. "Siapa yang mau memecat kamu, sayang? Jangan berpikir macam-macam. Ini semua salah Shaka. Kalau ada apa-apa, dia yang harus tanggung jawab, bukan kamu."

Maura langsung menghembuskan napas lega. Sebuah senyuman merekah di wajahnya. Ia mengangguk perlahan.

"Terima kasih, Oma..." katanya lirih.

Dalam hati, Maura sangat bersyukur. Ia masih bisa bekerja. Masih bisa mengirim uang ke kampung untuk kedua orang tuanya. Pekerjaan ini bukan hanya penting, tapi sangat berarti bagi hidupnya.

Shaka melihat ekspresi lega Maura, dan tanpa sadar, senyum tipis muncul di wajahnya.

Tapi matanya menatap serius ke arah Oma. Ada keputusan besar yang mulai menggelayut dalam benaknya.

Setelah sarapan selesai, Oma Margaret menatap Shaka sambil menyeruput teh hangatnya.

"Shaka, antar Maura ke kampus hari ini."

Shaka mengangkat alis. "Aku?"

Oma mengangguk mantap. "Ya, kamu. Sekalian minta maaf karena semalam bikin dia kaget hampir setengah mati."

Maura yang sedang merapikan gelas langsung tersedak kecil, lalu cepat-cepat meneguk air.

"Oma... nggak usah repot-repot, saya bisa naik ojek online aja..."

"Tidak," potong Oma cepat. "Hari ini kamu diantar Shaka. Titik."

Shaka berdiri sambil mengambil kunci mobilnya.

"Ayo, Nona Maura. Sebelum Oma menyuruh kita berangkat naik andong sekalian."

Maura menghela napas, wajahnya sedikit merah karena canggung, tapi akhirnya menurut. Ia berjalan di belakang Shaka, menunduk saat beberapa pelayan tersenyum geli melihat mereka.

Di mobil sport hitam yang melaju mulus, suasana sempat hening. Sampai akhirnya Shaka membuka suara.

"Tadi kamu kelihatan lega banget waktu tahu Oma nggak bakal pecat kamu."

Maura tersenyum tipis, memandangi jalan.

"Tentu saja. Pekerjaan ini penting buat saya... buat keluarga saya."

Shaka melirik sekilas, lalu kembali menatap ke depan.

"Kalau begitu, pertahankan baik-baik. maura ,aku begitu nyaman dengan kamu apa ngak sebaiknya Oma tau ? "

Nada suaranya setengah bercanda, setengah serius.

Maura melihat Shaka dengan banyak pertanyaan di  wajah nya.

“ aku tidak mau siapapun tau tentang hubungan ini, kamu masih bersama tunanganmu. Aku merasa bersalah telah merusak hubungan kalian .” 

“ Baiklah ,aku akan melakukan yang terbaik untuk hubungan kita .kamu percaya padaku kan? “

Maura mengguk kan kepala dan tersenyum ke arah Shaka .Mereka melesat memecah pagi yang cerah menuju aktivitas mereka masing masing . 

1
Petir Luhur
lanjutkan
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!