Sebuah rumah kosong di pinggiran kota menyimpan sebuah misteri akan adanya arwah gentayangan dan memberikan teror kepada para penghuni baru melalui kejadian-kejadian yang mengerikan.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Richy211, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 13
Nana menutup mata sambil menghitung angka 1 hingga 20 dan Sari tampak berjalan mencari tempat persembunyian.
Akhirnya Sari memilih untuk bersembunyi di belakang perosotan yang kebetulan tertutupi oleh tembok.
"Ah mendingan aku ngumpet di sini aja pasti Kak Nana nggak bakalan lihat," ucap Sari sambil terkekeh.
"Oke kakak sudah selesai menghitung dan mau nyari kamu!" Teriak Nana.
Satu demi satu tempat ia datangi guna menemukan sang adik yang sedang bersembunyi. Dengan cekatan, Nana berjalan cepat dan berusaha menemukan tempat persembunyian Sari yang entah dimana.
Nana pun akhirnya mencari adiknya sampai ke belakang ke rumah alias tempat dimana pohon jati itu berada. Ia yang jarang pergi ke belakang pun merasakan aura yang berbeda saat berada di sana. Sampai lah ia tepat di pohon jati itu dan mencari Sari, sebab Nana mengira mungkin adiknya bersembunyi di pohon itu apalagi ukuran batang pohonnya lumayan besar.
"Pasti Sari sembunyi di pohon ini?"Pikirnya dalam hati.
Nana pun memberanikan diri untuk melihat pohon jati itu lebih dekat dan memegang batang pohon jati itu. Namun tiba-tiba tangan Nana dipegang oleh sesuatu dengan erat hingga ia tak bisa melepaskannya.
"Tolong lepasin Nana....Tolong.....!" Suara teriakan Nana terdengar hingga di telinga Bu Sri yang kebetulan sedang memasak di dapur.
Bu Sri yang mendengar teriakan suara Nana langsung berlari lewat pintu belakang rumah. Betapa terkejutnya ia saat mendapati tangan Nana menyentuh pohon jati itu.
"Bu tolongin Nana, kenapa tanganku nggak bisa dilepas!" Katanya seraya hampir menangis.
"Tenang Nak, ibu akan bantu kamu," kata Bu Sri sambil berusaha melepaskan tangan Nana yang menempel erat pada pohon jati itu dan seolah tidak mau lepas.
Nana pun mencoba untuk terdiam dan memercayai perkataan ibunya kalau ia pasti bisa melepaskan tangannya dari pohon jati itu.
Namun, rupanya usaha Bu Sri tampak sia-sia karena berulang kali ia mencoba melepas tangan Nana tetap saja tidak bisa.
Dengan raut muka cemas, ia pun akhirnya memanggil suaminya Pak Sugiono yang masih asyik berkebun di depan rumah.
"Nana tunggu di sini sebentar ya, ibu mau panggil bapak untuk bantu melepaskan tanganmu," ucap Bu Sri dengan raut muka sedih.
Bu Sri berlari ke depan rumah dan memanggil suaminya.
"Pak tolong bantu Nana! Tangannya menempel di pohon jati itu dan nggak bisa dilepas," kata Bu Sri.
Pak Sugiono kaget bukan main dan bergegas untuk membantu anaknya yang masih tertahan di belakang rumah.
"Sabar ya Nak, bapak akan mencoba untuk melepaskan tanganmu yang menempel di pohon jati ini,"ucapnya.
Muka Nana tampak ketakutan dan lama-lama terlihat pucat karena dia tak mau jika tangannya harus terus menerus menempel di sana.
Pak Sugiono pun sempat melakukan komunikasi di dalam hati kepada arwah pohon jati itu agar mau melepaskan tangan anaknya yang menempel.
"Tolong, lepaskan anak saya. Dia tidak tahu menahu soal Anda, jadi jangan mengusik anak saya!" Gumam Pak Sugiono dalam hati.
Untung saja, saat Pak Sugiono mencoba untuk berkomunikasi dengan arwah wanita itu, dia mau melepaskan tangannya, sehingga tangan Nana pun bisa terlepas.
Saat tangan Nana sudah terlepas, ia pun langsung memeluk ibunya dengan tubuh penuh keringat yang menetes dan muka pucat pasih.
Bu Sri lantas memapah Nana masuk ke dalam rumah dan menyuruhnya duduk di kursi sambil diberikan air minum.
"Maafkan Ibu ya Nak!" Ucap Bu Sri sambil memeluk Nana dengan erat.
Pak Sugiono yang melihat keadaan anaknya pun juga merasa sangat iba karena ia harus mendapat gangguan dari arwah wanita itu.
Di sisi lain, Pak Sugiono merasa tenang karena untungnya arwah wanita itu tidak sampai menunjukkan wujudnya kepada Nana. Pasalnya, jika sampai hal ini terjadi, dia pasti bisa pingsan di tempat dan mengalami kejadian seperti Riko.
Sementara Sari yang masih bersembunyi di perosotan sekolah pun lama-lama bosan karena sang kakak tak urung jua menemukannya. Ia pun lalu masuk ke rumah dan ikut kaget saat melihat kakaknya tampak pucat dengan tubuh lemah.
"Lho, kenapa kakak sudah di rumah? Nana masih sembunyi di perosotan Kak!" Ucap Sari.
"Memangnya kalian main apa tadi?" Tanya Bu Sri.
"Kami main petak umpet Bu, tapi Kak Nana malahan tidak muncul-muncul, jadi aku masuk ke dalam rumah. Terus Kak Nana kenapa mukanya pucat sekali?" Sari balik bertanya.
Namun Bu Sri mencoba menutupi kejadian yang terjadi pada Nana agar dia tak lantas membuat adiknya pun ikut panik.
"Kak Nana cuma masuk angin dan kecapean, nanti sebentar lagi juga sembuh. Oh ya lain kali jangan main petak umpet lagi ya? Terus kalian jangan coba mendekati pohon jati yang ada di belakang rumah kita itu," jawab Bu Sri panjang lebar.
"Memangnya kenapa bu kita nggak boleh mendekati pohon jati itu? Apa di situ ada hantunya?" Sari terus bertanya tiada henti.
"Bukan Nak, hanya saja kami khawatir kalian bisa kejatuhan ranting pohon jati itu karena besar sekali," Bu Sari terpaksa berbohong demi ketenangan anaknya di rumah ini.
Lain halnya dengan Nana, usianya sudah hampir 15 tahun membuatnya merasa kalau ibunya seolah sedang menyembunyikan sesuatu darinya. Terlebih lagi, Nana dengan terang-terangan ia pernah melihat hantu perempuan yang sedang duduk di ayunan kala itu.
Anehnya, kenapa hanya Nana yang pernah melihat penampakan arwah wanita itu, sedangkan penghuni rumah lain tidak. Apa mungkin Nana ini mempunyai kelebihan khusus yang tidak dimiliki oleh anggota keluarga lain?
Sari akhirnya menemani kakaknya di kamar karena Bu Sri harus melanjutkan acara memasaknya yang tadi sempat tertunda.
"Sari, kamu temenin Kak Nana di kamar ya biar bisa istirahat. Ibu mau melanjutkan acara memasak dulu," kata Bu Sri.
"Iya Bu," jawab Sari.
"Yuk Kak, kita main di kamar saja. Aku juga mau main sama boneka beruang yang dibeli di pasar tadi," ajak Sari kepada kakaknya.
Nana pun mengangguk pelan dan mengikuti adiknya untuk masuk ke dalam kamar. Di kamar, Nana berbaring dan Sari menemaninya sambil bermain boneka. Melihat adiknya bermain, ia pun seolah tersenyum dan ikut merasa bahagia.
Dalam hati yang paling dalam, Nana pun juga tidak ingin jika adiknya harus merasakan ketakutan dengan kehadiran makhluk tak kasat mata yang ada di rumah ini.
Pak Sugiono yang sempat pergi keluar rumah karena harus membereskan pekerjaan berkebunnya pun kini kembali ke rumah dan menengok istrinya yang ada di dapur.
"Bu, gimana keadaan Nana? Apakah dia baik-baik saja?"
"Alhamdulillah Pak, Nana tidak apa-apa, sekarang dia sedang di kamar bersama Sari," kata Bu Sri.
"Syukurlah bu, bapak benar-benar tidak menyangka kenapa arwah itu berani menyentuh anak kita. Bapak takut kalau dia menginginkan anak kita bu?" Kata Pak Sugiono dengan raut muka cemas.
"Hush, jangan ngomong sembarangan Pak.
Lebih baik kita berpikiran positif dan banyak berdoa kepada Allah agar keluarga kita terlindungi dari makhluk yang ingin berniat jahat," Bu Sri mencoba mengingatkan suaminya.
Pak Sugiono hanya mengangguk pelan dan lantas pergi meninggalkan istrinya di dapur.