NovelToon NovelToon
Bukan Sekolah Biasa

Bukan Sekolah Biasa

Status: sedang berlangsung
Genre:Action / Fantasi / Sci-Fi / Misteri / Kehidupan di Sekolah/Kampus / Light Novel
Popularitas:1k
Nilai: 5
Nama Author: Vian Nara

Sandy Sandoro, murid pindahan dari SMA Berlian, di paksa masuk ke SMA Sayap Hitam—karena kemampuan anehnya dalam melihat masa depan dan selalu akurat.

Sayap Hitam adalah sekolah buangan yang di cap terburuk dan penuh keanehan. Tapi di balik reputasinya, Sandy menemukan kenyataan yang jauh lebih absurb : murid-murid dengan bakat serta kemampuan aneh, rahasia yang tak bisa dijelaskan, dan suasana yang perlahan mengubah hidupnya.

Ditengah tawa, konflik, dan kehangatan persahabatan yang tak biasa, Sandy terseret dalam misteri yang menyelimuti sekolah ini—misteri yang bisa mengubah masa lalu dan masa depan.

SMA Sayap Hitam bukan tempat biasa. Dan Sandy bukan sekedar murid biasa.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Vian Nara, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

BAB 13 : Obat Terlarang

HOAMM!

Aku menguap di saat pelajaran sejarah di mulai. Sudah tiga hari semenjak Aku, Bora, Alex, Nara, Kak Arlo, dan Kak Alma pergi ke SMK Jangkar Pelita. Belum ada kabar terbaru dari OSIS atau lebih tepatnya dari Kak Alma mengenai informasi keberadaan pasti markas mafia The Bears bersamaan dengan anggota O3PMI.

"Ini membosankan. Aku lebih bisa fokus belajar sejarah ketika sendirian." Aku bergumam.

"Kau mungkin benar. Tapi kau juga mungkin memikirkan hal yang sama denganku, kan? Kau pasti menunggu kabar dari Kak Alma juga–informasi lebih lanjut dari The Bears dan O3PMI." Bora menanggapi perkataanku.

Aku dan Bora duduk satu bangku semenjak aku pindahan ke sekolah serta kelas ini. Meskipun begitu aku belum begitu mengerti dirinya yang bisa tiba-tiba serius dan bercanda. Bahkan wajah riangnya itu masih aku anggap sebuah misteri juga.

"Oh, iya. Apa malam hari kau luang dan tidak akan di marahi jika keluar malam?" Bora bertanya sembari mencatat materi.

"Sepertinya bisa. Toh orang tuaku dan adikku sedang berada di luar kota.. Mereka akan pulang di hari Sabtu atau Minggu." Jawabku sembari menarik pensil di samping telingaku.

TING!TONG!

"Bel tanda istirahat pertama sudah berbunyi. Silahkan semua murid dan guru mengambil istirahat!"

TING!TONG!

"Baiklah, kau sudah sepakat. Malam ini kita berangkatnya." Bora merapihkan peralatan menulisnya.

"Eh, Hari ini juga? Sebentar... Aku belum tahu kita akan pergi kemana?" Tanyaku terkejut.

"Kau akan mengetahuinya nanti. Lagipula aku juga mengajak Nara." Bora kemudian pergi menuju kantin.

"Masih tidak bisa aku pahami. Dia sangat penuh dengan kejutan." Aku kembali bergumam.

"Siapa?" Tanya Nayyara.

"Bora." Jawabku.

"Dia bahkan mendapatkan julukan lelaki misterius di sekolah ini, loh." Kata Nayyara.

"Omong-omong kenapa kamu menghampiriku?" Tanyaku sembari menoleh ke arah Nayyara yang tepat berdiri di belakangku.

"Oh, iya. Aku membuat makan siang. Ayo kita makan bersama!" Nayyara tersenyum.

"Eh? Kamu sengaja?" Aku bertanya heran.

"Bukannya kamu sendiri yang bilang waktu hari Senin "Biarkanlah aku kembali jatuh cinta kepadamu." Jadi aku sudah memikirkan cara agar kamu bisa jatuh cinta kepadaku, salah satunya aku akan membuatmu terpikat dengan masakanku." Ujar Nayyara dengan percaya diri.

"Ah, begitu. Tapi tolong jangan katakan dialogku waktu itu. Aku malu jika orang lain mendengarnya." Wajahku sedikit memerah.

Ungkapanku dan janji yang aku buat kembali waktu itu membuat wajah Nayyara setiap harinya ketika aku perhatikan menjadi lebih ceria.

Kami berdua makan siang bersama di atap gedung sekolah. Tempat paling nyaman dan tentram.

Tepat saat kami berdua hampir menuju atap. Dua sosok sudah berada disana.

"Itu Raga dan Vania?" Aku bertanya kepada Nayyara ketika tepat sampai ke atap.

"Iya. Kalo kamu tidak tahu, mereka itu sahabatku dan mereka berdua saling menyukai lalu pacaran." Jawab Nayyara.

"Syukurlah." Kataku mengelus dada.

"Kamu kenapa?" Nayyara memperhatikanku.

"Tidak ada apa-apa. Ayo kita makan!" Jawabku.

Aku membuka wadah bekal yang di bawakan oleh Nayyara dan dengan cepat bau sedap makanan tercium oleh hidungku.

"Kamu kayaknya semangat banget sampai bikin katsu dari daging sapi." Aku mulai menyendok makanannya.

Sangat benar-benar enak. Wajar saja sih, orang yang membuatnya saja chef terkenal.

"Pacaran. Sungguh, aku tidak mengerti cara pikiran manusia zaman sekarang." Nara tiba-tiba di sampingku sembari meminum susu kotak Lomi.

SRUTTT~~~

"Eh, ada Nara. Kamu mau ikut makan bersama kami berdua?" Nayyara menawari.

"Tidak terimakasih. Aku sudah bawa bekal yang akan di makan untuk istirahat kedua." Jawab Nara sembari kembali menyeruput susu kotak yang dia beli.

"Omong-omong Sandy. Kau jadi pergi malam ini, kan?" Nara bertanya.

"Tentu saja." Jawabku singkat.

"Baguslah."

"Kalian ingin kemana malam-malam?" Nayyara penasaran.

"Entahlah. Mungkin pasar malam atau semacamnya. Bora yang mengajak kami berdua." Nara membuang minumannya ke tempat sampah. Dan tempat sampahnya hanya satu.

"Ya, ampun. Kapan manusia di negara ini sadar tentang daur ulang. Sampah saja bisa-bisanya mereka jadikan satu." Nara menepuk jidat.

"Memangnya salah?" Tanyaku.

"Jelas. Hal itu membuat pembakaran sampah yang lebih besar dan juga mempercepat pemanasan global. Selain itu, makhluk hidup lainnya juga bisa terkena dampaknya." Jawab Nara.

"Aku dan Bora sudah di beri tahu oleh Kak Alma bahwa kepastian tentang lokasi markas pusat para mafia itu benar. Burung Pipit yang waktu itu baru saja menyampaikannya tadi." Nara berbisik ke telingaku setelah menjawab pertanyaanku.

"Ada dua anggota O3PMI yang berjaga di sana. Data yang baru keluar menunjukkan satunya si es atau B dan satu lagi memiliki dua kemampuan."

"Dua kemampuan? Tidak mungkin." Kataku sembari berbisik kembali dan terkejut.

"Benar. Kemampuannya adalah duplikat dan imitasi. Dan terakhir Arfy mengirim pesan bahwa sepertinya Bagas akan bergerak di hari Sabtu, yang berarti kita juga akan bergerak." Jelas Nara.

"Apa yang kalian bicarakan, sih? Dari waktu itu kalian selalu berbisik-bisik kalau berbicara di depanku. Kalian sedang membicarakanku, ya?" Nayyara kesal sembari menyuap makanannya.

"Tidak, kok. Ini hanya urusan antar laki-laki saja. Betul kan, Nara?" Aku melirik ke arah Nara.

"Ya, betul. Ada beberapa topik sensitif yang seorang gadis remaja tidak boleh tahu." Nara memperkuat jawabanku.

"Kalian sangat mencurigakan.. Aku tahu jalan pikiran kalian berdua dasar, bego!" Nayyara kemudian menutup bekal miliknya lalu pergi begitu saja karena kesal.

"Pikiran Nayyara sepertinya berbeda dari apa yang kita bicarakan." Aku merasa bersalah dan menyesal.

"Tidak apa. Dia memang satu dari beberapa murid yang tidak boleh tahu tentang hal ini." Timpal Nara.

"Kenapa dia tidak boleh tahu?" Aku bertanya sangat penasaran.

"Kau tahu Raga?" Tanya Nara.

Aku memberikan jawabanku dengan sebuah anggukan.

"Dia adalah sahabat Nayyara dan Vania, jika kau belum tahu. Singkatnya, Raga adalah anak dari seorang politikus. Jadi dia membantu kita menyembunyikan orang-orang berkemampuan dengan menyakinkan ayahnya agar tidak mengekpos sekolah ini serta sekolah lainnya yang memiliki rumor serupa, tapi dengan syarat jangan pernah libatkan kedua sahabatnya dalam misi kita. Begitulah yang aku dengar." Jelas Nara.

"Jadi begitu. Aku paham sekarang." Kataku puas.

"Selain itu, Nayyara juga di incar oleh anggota O3PMI karena kemampuannya yang bisa menghilangkan benda dan mengembalikannya." Ungkapan Nara membuatku diam mematung.

Hatiku mulai terasa tidak tenang. Jantungku seakan ingin berhenti.

"Kau tidak bercanda, kan!" Aku memegang pundak Nara sembari menatapnya dengan tajam.

"Maka dari itu, jika kau khawatir dengannya—sebisa mungkin kau awasi dia dan kita juga harus mencari cara agar bisa melenyapkan O3PMI serta menemukan serum untuk membuat orang berkemampuan sepertimu bisa kembali hidup normal tanpa kekuatan." Nara melepaskan tanganku yang menempel di pundaknya.

Nara perlahan berjalan meninggalkanku, tapi berhenti sejenak.

"Kemungkinan besar kita adalah generasi yang bisa mengakhiri ini semua, Sandy. Babak terakhir sudah di mulai. Kita Tinggal perlu memperhitungkan saja langkah yang tepat. Nara kemudian benar-benar pergi meninggalkanku sendirian di atap sekolah.

Aku berjalan menuju pembatas atap lalu memandangi pemandangan kota yang indah berhias langit biru dan awan putih sirus. Mataku menatap ke depan dengan seksama.

"Benar kata Nara. Dari apa yang di ceritakan oleh Kak Anastasia, sepertinya kita benar-benar generasi yang akan mengakhiri semua ini." Aku bergumam sendiri.

Aku menghela nafas panjang. Anak rambutku tertiup oleh angin sepoi-sepoi yang menyejukkan.

Semoga kita akan selalu bersama-sama hingga akhir wahai teman-temanku. (Kataku di dalam hati.)

...****************...

Pukul 21.00 WIB. Malam yang dingin.. Sedikit tiupan angin saja bisa sampai menusuk-nusuk tulang.

Suara jangkrik terdengar di mana-mana. Kunang-kunang dengan cahaya miliknya bersinar sangat indah menghiasi malam.

Meskipun sudah sangat sepi dan dingin.. Aku menunggu Bora serta Nara menjemputku.

Aku menunggu tepat di sebuah halte bus yang tidak jauh dari rumah. Tanpa kehangatan di dalam rumah aku harus memakai jaket yang sangat tebal.

"Kapan mereka sampainya?" Aku melihat jam sembari menahan dingin.

"Maaf terlambat!" Bora datang dengan menaiki motor miliknya. N max. begitu juga dengan Nara. Beat.

"Kalian sudah punya SIM? Tanyaku.

"Tentu saja." Jawab Bora.

"Sudah. Perlu kau Ketahui bahwa SIM milikku ini murni tes dengan kemampuanku bukan dengan langsung membayar." Jawab Nara tegas.

Siapa juga yang ingin tahu? (Kataku di dalam hati.)

"Kau akan di bonceng olehku." Bora menyerahkan helm keduanya yang telah dia bawa.

"Kita akan kemana?" Tanyaku yang sedari pagi sangat penasaran.

"Ke sebuah tempat di mana para preman berkumpul." Jawab Bora setelah aku naik ke motornya.

"APA?!" Aku terkejut.

"Pegangan!"

GRUNG!GRUNG!

Motor yang kami naiki melaju cepat melewati jalanan yang sudah mulai kosong.

"Kau sudah gila, ya?! Kenapa kita harus ke tempat para preman berada?!" Aku bertanya dengan suara yang kencang karena angin membuat suaraku tidak jelas.

"Ada sebuah Obat yang sangat berbahaya!" Jawab Bora sama sepertiku.

"APA?!" Aku kembali berseru.

"Dia bilang ada obat berbahaya!" Nara membantuku mendapatkan jawaban.

"Omong-omong.. Untuk ada apa dengan obat itu?!" Nara bertanya kepada Bora.

"Singkatnya obat itu bisa memberikan kemampuan yang sama seperti yang orang berkemampuan miliki!" Jawab Bora dengan suara yang keras.

"Hah?!" Nara tidak mendengar jelas.

Wajar saja. Kami menjalankan motor dengan sangat cepat menuju ke tempat tujuan agar lebih cepat.

"Kita bahas ini saat sudah sampai di lokasi!" Teriak Bora.

Kami perlu menempuh jarak beberapa kilometer dan membutuhkan waktu cukup lama untuk tiba di lokasi tersebut.

Dunia malam sangatlah berbeda dengan dunia siang. Orang mabuk, penjahat dan macam lainnya keluar di waktu ini.

"Kita sudah sampai." Bora melepas helm miliknya.

Tempat yang kami tuju terletak di tersembunyi antara gedung-gedung tinggi. Tempat orang-orang untuk minum-minuman keras dan berpesta riang dengan sangat gila serta berjudi. Bar.

"Ini sebuah bar?" Nara mengerutkan dahinya.

"Akan aku jelaskan semuanya. Singkatnya.. Aku menemukan sebuah obat yang bisa membuat penggunanya mendapatkan kemampuan seperti orang berkemampuan. Dan lebih parah lagi obat ini di edar luaskan." Bora menjelaskan secara singkat, jelas, padat.

"Tidak mungkin!" Wajah Nara Berubah serius.

"Memang tidak mungkin, tapi waktu itu aku tidak sengaja melihat mereka bereaksi dengan obat tersebut." Tambah Bora.

"Lihat ini! Aku membeli obat kuat dari warung terpencil di sana." Seorang preman menunjuk ke arah tempat yang dia beli.

Kebetulan sekali Bora sedang duduk terdiam di sebuah lapangan kosong dan mendengar percakapan serta tingkah laku para preman.

"Halah, obat kuat dari mananya? Kalo benar coba buktikan!" Pinta Teman preman.

Bora yang mendengarnya kemudian diam-diam memperhatikan gerak-gerik para preman.

"Baiklah!" Preman yang membeli obat tablet tersebut meminum obatnya.

GLEK!

Semenit, dua menit tidak terjadi apa-apa, tapi ketika memasuki waktu sepuluh menit...

"Tuh, kan apa aku bilang? Obat kuat itu tidak ada." Teman-teman preman tertawa.

"DIAM!" Preman yang meminum obat mengayunkan tangannya ke udara.

WUSH!

Sebuah angin kencang tiba-tiba berhembus kencang meniup para preman lainya hingga terjatuh.

"Tidak mungkin!" Bora terkejut.

Preman yang meminum obat tersebut kemudian tersenyum lebar lalu tertawa keras.

"Sudah aku katakan, bahwa obat ini benar-benar obat kuat." Preman yang meminum obat kembali tertawa lebar.

"Ini memang tidak masuk akal, tapi percayalah bahwa ini benar terjadi." Bora menghela nafas.

"Ini rumit. Sepertinya, lawan kita semakin bertambah." celetukku.

"Tidak mungkin."

"Apa maksudmu, Nara?" Aku bertanya. Bora memperhatikan dengan seksama.

"Misi kita masih tetap sama. Dan justru ini adalah peluang besar untuk bisa membuat semua orang berkemampuan menjadi normal." Jawab Nara.

"Sepertinya aku paham apa yang kau katakan." Ujar Bora.

"Sample obat itu bisa berguna untuk di teliti lebih dalam cara penyebaran zat tersebut yang kemudian bisa diubah ubah menjadi atau membuat kekuatan itu ada ke tidak ada secara permanen. Kesimpulannya aku bisa atau ilmuwan yang bersangkutan di sekolah bisa membuat obat penawarnya." Tambah Nara.

"Kau bisa membuatnya?" Tanyaku.

"Jika aku mengetahui mekanisme obat tersebut dan berhasil mendapatkan sampelnya." Jawab Nara

"Sudah ayo kita segera masuk ke dalam." Nara menghentikan percakapan dan langsung menuju pintu bara yang dijaga oleh seorang berbadan besar dan seram.

"Berapa umur kalian?" Tanya penjaga dengan suaranya yang berat.

"17." Jawab Nara.

"Kalian masih remaja sebaiknya pulang saja dan buat apa kalian datang kemari." Tegas si penjaga.

"Pergi dari sini segera atau kalian akan menyesal." Penjaga itu sudah mengepalkan tangannya kuat-kuat.

"Kita lupa soal ini." Celetuk Nara kepada kami polos.

"Benar sekali. Kita sulit untuk masuk dan mengambil sample obat tersebut jika sudah begini." Kata Bora.

"John, apa kau lihat film kemarin malam? Itu film action yang sangat luar biasa. J-Gy." Seorang pria berbaju rapih menyapa si penjaga.

"Tentu saja! Itu sangat luar biasa keren! Aku sangat menantikan lanjutannya." Si penjaga suram berubah drastis menjadi sangat gembira.

"Apa aku boleh masuk?" Tanya pria berbaju rapih.

"Silahkan!" Ujar si penjaga ramah.

Pintu di buka lalu pria berbaju rapih tersebut masuk ke dalam bar.

Tidak berselang lama. Seorang pria lagi datang.

"Apa kata sandinya?" Tanya si penjaga kembali suram.

"Victoria." Jawab pria itu.

"Aku tidak bisa mendengarmu dan sepertinya kau itu payah. Kau tidak boleh masuk." Si penjaga melirik sinis.

"Aku tahu apa yang harus di lakukan." Aku tersenyum lebar.

"Apa itu?" Bora dan Nara bertanya serentak.

Aku pun meminta mereka berdua untuk mendekat dan membisikkan rencanaku.

"Lumayan juga rencanya." Nara si genius memujiku.

Selang beberapa menit, kami bertiga kembali menghampiri Si penjaga yang menjaga pintu masuk bar.

"Hei, John apa kamu tahu film J-Gy? Lanjutannya akan segera hadir." Kataku dengan memakai baju rapih seperti pria sebelumnya bersamaan dengan Nara dan Bora dan sedikit riasan penyamaran. Kumis palsu dan Wick. Entah kenapa Bora bisa membawa serta memilikinya.

"Apa aku pernah mengenal kalian?" Si penjaga menatap tajam memastikan.

"Dari situs yang aku baca katanya perilisannya bulan depan dan akan menjual tiketnya di tanggal 18 Oktober ini." Nara Sebelumnya dia telah membobol situs resmi film tersebut untuk mendapatkan informasi paling cepat.

"Benar, kah itu. Itu sungguh berita yang sangat luar biasa!" Si penjaga kembali senang.

"Apa kita bertiga boleh masuk?" Tanya Bora.

"Tentu saja, silahkan, silahkan." Si penjaga membiarkan kami lewat.

Kami melewati lorong terlebih dahulu untuk sampai ke ruang utama.

"Tidak aku sangka idemu berhasil." Bora geleng-geleng kepala sembari tertawa dengan wajah riangnya.

"Benar sekali." Ujar Nara.

"Itu hanya trik kecil!" Aku ikut tertawa.

Tawa kami hanya sementara. Saat kami sampai di ruang utama tempat pesat berada. Semuanya kacau. Ini bukan lagi bar seperti di film. Orang-orang di dalamnya ternyata sedang beradu menggunakan kekuatan mereka karena telah mengkonsumsi obat terlarang tersebut.

Dan yang paling buruk.. Anggota The Bears ada di sini. Begitu juga dengan Bagas yang sedang memperhatikan gerak-gerik mereka.

1
Vian Nara
menarik
sang kekacauan
lanjut
sang kekacauan
kalau 80 berapa ro aku mulai aktif membaca kembali
sang kekacauan
nggak konsisten
Vian Nara: Maaf ya, karena sulit untuk konsisten bagi saya karena saya mengidap penyakit mental yang di mana lamuna sedikit saja sudah membuat cerita yang baru serta kompleks jadinya sulit /Frown/
sekali lagi mohon maaf
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!