NovelToon NovelToon
Kutukan Seraphyne

Kutukan Seraphyne

Status: sedang berlangsung
Genre:Fantasi / Cintapertama / Reinkarnasi / Iblis / Fantasi Wanita / Cinta Istana/Kuno
Popularitas:677
Nilai: 5
Nama Author: Iasna

Dua abad lalu, Seraphyne membuat satu permintaan pada Batu Api yaitu menyelamatkan orang yang ia cintai. Permintaan itu dikabulkan dengan bayaran tak terduga—keabadian yang terikat pada kutukan dan darah.

Kini, Seraphyne hidup di balik kabut pegunungan, tersembunyi dari dunia yang terus berubah. Ia menyaksikan kerajaan runtuh, kekasih yang tak lagi mengenalnya, dan sejarah yang melupakannya. Batu itu masih bersinar merah dalam genggamannya, membisikkan harapan kepada siapa pun yang cukup putus asa untuk mencarinya.

Kerajaan-kerajaan jatuh demi kekuatan Batu Api. Para bangsawan memohon, mencuri, membunuh demi satu keinginan.
Namun tak satu pun dari mereka siap membayar harga sebenarnya. Seraphyne tak ingin menjadi dewi. Tapi dunia telah menjadikannya iblis.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Iasna, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 12: Api yang Lelah

Hujan turun rintik saat malam menyelimuti Istana Utara. Udara di koridor-koridor batu mulai menggigit kulit. Seraphyne terbangun setengah sadar, tubuhnya terbaring di atas dipan empuk berlapis kain wol. Suara gemeretak perapian mengisi ruangan sunyi, tapi yang paling mencolok adalah kehangatan di sisi tempat tidurnya—Alvaren duduk di kursi rendah, menunduk, matanya menatap wajahnya dengan cemas yang nyaris menyakitkan.

“Aku membawamu ke sini sendiri,” kata Alvaren lirih ketika menyadari Seraphyne membuka mata. “Kau pingsan lagi. Mareen menyuruhku membawa paksa kalau perlu.”

Seraphyne mencoba bangkit, namun Alvaren segera menahan pundaknya lembut namun kokoh.

“Rae dan Mareen bisa mengurusnya. Mereka bukan anak kecil. Dan istana ini... tidak akan mati hanya karena kau tidur sehari.”

Alvaren menghela napas panjang, lalu meraih kain basah di mangkuk dan menyeka keringat di dahi Seraphyne. Gerakannya pelan, seperti mengusap kenangan yang masih mengendap di antara mereka.

“Kau... bukan dewi, Seraphyne,” lanjutnya.

"Aku tidak tahu apa yang dikatakan Thalean padamu sampai kau segila ini mengobati orang. Tapi jika kau tidak memberitahuku, maka aku akan mencari jawabannya sendiri."

Seraphyne menatap wajah Alvaren yang tampak memendam amarah. "Dia berbahaya, Alvaren. Kau pernah mati karena orang itu," katanya pada akhirnya.

Alvaren berhenti, dia balik menatap Seraphyne sehingga kini mereka saling pandang.

"Dia memiliki batu kehendak, kan?" ucap Alvaren yang membuat Seraphyne terkejut. "Aku tahu itu karena pernah melihat Thalean menggunakannya."

"Kapan?" tanya Seraphyne.

"Bulan lalu. Dia menggunakan batu kehendak untuk menghidupkan kembali pasukan yang mati dalam pelatihan. Awalnya aku tidak percaya dan mencari tahu batu yang dimiliki Thalean, sampai aku menemukan informasi mengenai batu itu. Katanya batu itu pernah dimusnahkan karena terlalu berbahaya tapi sekarang batu itu ada."

Seraphyne memejamkan matanya sebentar saat kepalanya berdenyut sakit. Ternyata memang benar. Inilah alasan kenapa terjadi ketidakseimbangan. Bukan karena ia menyalahgunakan batu api, tapi karena bangkitnya batu ketujuh yang disalahgunakan. Ini mungkin menjadi langkah awal kehancuran batu-batu lain.

“Itu... Batu Ketujuh. Batu Kehendak,” bisiknya.

“Batu yang mampu memaksa dunia tunduk. Yang katanya dimusnahkan sejak awal. Tapi jika Thalean memilikinya, dan menggunakannya maka itu penyebabnya. Ketidakseimbangan. Keanehan. Ini akan membuat awal kehancuran baru.."

Mereka saling menatap. Tak ada yang bicara sesaat, karena dunia seperti berhenti berputar untuk mengakui satu hal. Bencana ini bukan tentang kekuatan yang terlalu sering digunakan—melainkan tentang satu kehendak yang memaksa dunia bertekuk, dan harga yang tak henti-hentinya ditagih.

...****************...

Saat tengah malam ketika semua orang-orang di istana sudah tidur termasuk Alvaren, Seraphyne menyelinap keluar. Dia hendak menemui Veyron untuk memberitahu pemilik batu kehendak yang menyebabkan ketidakseimbangan pada dunia akhir-akhir ini.

Dia tidak bisa diam saja, pemilik batu lain harus tahu agar mereka bisa menjaga diri dan melindungi batu dari Thalean. Karena Seraphyne tahu bagaimana sifat Thalean sesungguhnya. Dia tidak akan mungkin menghancurkan batu elemen, dia akan memilikinya untuk menguasai dunia. Benar-benar orang yang serakah.

"Arghh.." Seraphyne menekan dadanya. Batu api dalam jantungnya kembali bereaksi karena Seraphyne tidak memberi waktu untuk dirinya sendiri istirahat. Tapi dia tidak peduli dan tetap melanjutkan langkahnya.

Seraphyne melangkah melewati perbatasan barat, menuju lembah tempat Veyron tinggal. Tanah di sana lembap, dikelilingi oleh kabut tipis yang menyatu dengan aroma tanah basah dan embusan air dari sungai-sungai yang mengalir tenang.

Veyron tinggal di rumah sederhana berdinding batu lumut, di tepi danau besar yang selalu memantulkan warna langit. Meski dikenal pendiam, Veyron adalah pemilik Batu Air—penjaga keseimbangan emosi dan penyembuh luka yang tak terlihat.

Veyron yang sedang duduk di beranda menoleh, alisnya naik sedikit.

“Sudah lama sejak terakhir kau ke sini,” katanya, suaranya rendah dan tenang, seperti riak danau.

“Aku tidak datang untuk berkunjung,” jawab Seraphyne tanpa basa-basi. “Aku datang untuk memperingatkanmu.”

Veyron diam, tapi tatapannya tajam. Ia memberi isyarat agar Seraphyne duduk di bangku kayu di sebelahnya.

“Apa ini tentang pertemuan para pemilik batu terakhir?” tanyanya akhirnya. “Tentang tuduhan padamu?”

Seraphyne menggeleng. “Ini lebih dari itu. Aku tahu siapa penyebab ketidakseimbangan dunia. Batu Ketujuh telah ditemukan.”

Veyron membeku. “Kau yakin?”

“Thalean... penasihat raja dua ratus tahun yang lalu... dia memiliki batu kehendak.”

Tatapan Veyron menggelap.

“Dia memutar kenyataan. Membengkokkan hukum alam. Menyalahi waktu.” Seraphyne menatap danau yang beriak tenang. “Dia menggunakannya untuk menyusun ulang takdir. Mungkin bahkan... dua ratus tahun lalu.”

Veyron mencengkeram sandaran bangkunya. “Dan sekarang?”

“Sekarang dia berada di dekat kekuasaan. Mengawasi. Menunggu celah. Aku tak tahu apa yang dia rencanakan, tapi dunia sudah mulai rapuh. Retak yang terasa kecil, suatu saat bisa mengoyak segalanya.”

Hening mengambang. Hanya suara tetes hujan mulai menimpa permukaan danau.

“Apa yang kau harapkan dariku?” tanya Veyron pelan.

“Bersiap. Berhati-hatilah. Jaga dirimu dan beritahu pemilik batu yang lain. Jika satu batu lain jatuh ke tangannya, keseimbangan tak akan bisa dikembalikan.”

Veyron mengangguk, tapi matanya menyiratkan lebih dari sekadar pemahaman. Ia tahu—pertarungan tak akan hanya berupa siasat dan kekuatan, tapi juga pengorbanan.

"Thalean tidak akan mungkin menghancurkan elemen batu, dia serakah dan selalu menginginkan semua menjadi miliknya. Jika perlu, adakan pertemuan dengan pemilik batu lain untuk membahas masalah ini." ucap Seraphyne yang membuat Veyron menatapnya.

"Kau akan datang?"

"Aku sudah mengatakannya saat pertemuan terakhir. Aku tahu mereka akan kembali menyalahkanku, mungkin menuduhku karena membuat takdir lama terulang kembali." Seraphyne tertawa getir. "Bahkan aku sendiri juga dipermainkan oleh takdir," gumamnya.

"Seraphyne, aku tahu tidak pantas mengatakan ini. Tapi.. energimu semakin melemah. Apa kau yakin baik-baik saja menggunakan batu api itu?"

Seraphyne tersenyum. "Ah, kau melihatnya?"

Ya. Sejak tadi Veyron memperhatikan batu api di sekeliling tubuh Seraphyne yang tidak sekuat dulu. Bahkan energi itu juga membantu tubuh Seraphyne agar tetap sadar.

"Cepat atau lambat kau akan mati, Seraphyne."

"Ya. Dan mungkin pemilik batu api yang akan mati lebih dulu." ucapnya yang membuat Veyron menghela napas.

Sebelum pergi, Seraphyne berhenti di ambang pintu dan menatap Veyron sekali lagi.

“Aku tak ingin kehilanganmu juga,” bisiknya. “Tak ingin ada darah pemilik batu lain tercurah karena kelalaian.”

“Begitu juga aku,” jawab Veyron. “Kau bukan musuh kami, Seraphyne. Tapi jika dunia menuntut perang... pastikan kau di sisi yang benar.”

Seraphyne melangkah pergi saat malam semakin dingin, meninggalkan jejak panas batu api yang kontras dengan dinginnya wilayah air.

Dan di balik riak danau, langit tampak seperti menahan napas—menunggu kapan kehendak seorang manusia kembali mengguncang keseimbangan semesta.

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!