Fiona Amartha Dawson, hidup berdua dengan kakak perempuan seibu di sebuah kota provinsi pulau Sumatera yaitu kota Jambi.
Jemima Amelia Putri sang kakak adalah seorang ibu tunggal yang bercerai dengan suaminya yang tukang judi dan suka melakukan kekerasan jika sedang marah.
Fiona terpaksa menikah dengan seorang laki-laki yang tidak ia kenal secara mendadak karena suatu insiden guna menyelamatkan harga dirinya sebagai seorang perempuan lajang.
AKBP Laksamana Zion Nugraha tidak menyangka akan menikahi gadis gemoy yang tidak ia kenal karena ketidakadilan yang dialami gadis itu. Niatnya untuk liburan dikampung kakak iparnya menjadi melenceng dengan menjadi seorang suami dalam sekejap.
Bagaimana reaksi Fiona saat mengetahui jika suami yang ia kira laki-laki biasa ternyata adalah seorang kapolres muda di kota Medan?
Akankah ia bisa berbaur pada kehidupan baru dikalangan ibu-ibu anggota bhayangkari bawahan suaminya dengan tubuhnya yang gemoy itu?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Nurhikmah, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Pesan singkat
Buenos Aires, Dini hari.
Suara langkah kaki bergema di sepanjang lorong rumah sakit swasta yang berada di pinggir kota memecahkan kesunyian malam. Udara yang dingin karena cuaca sedang berada di bawah suhu udara dingin saat musim dingin berlangsung.
Salju-salju turun dengan deras menutupi jalan-jalan dan semua tempat sehingga membuat para warga tidak berani keluar rumah sebelum ada pemberitahuan dari pemerintah setempat.
Cuaca dingin yang agak ekstrem tidak membuat beberapa orang keluar rumah dan saat ini berada di rumah sakit.
Brak
Pintu rawat terbuka dengan kasar sehingga memperlihatkan seseorang sedang berbaring diranjang pasien dengan alat-alat disemua tubuhnya dengan mata tertutup.
"Apa yang terjadi, dimana kalian menemukan Agen G? Apa yang terjadi padanya hingga seperti ini kondisinya?" tanya pria tegap yang sudah tidak muda lagi dengan sangat tidak sabaran.
"Seorang tunawisma yang menemukan Agen G, Mayor! Agen G ditemukan dengan kondisi memprihatinkan di pinggir jembatan. Tunawisma itu melapor pada polisi patroli yang sedang bertugas dan membawanya ke rumah sakit ini," jawab salah satu pria yang duduk di kursi jaga dengan wajah serius.
Pria yang dipanggil Mayor terdiam dan tampak sedang memikirkan sesuatu. Ia berjalan menuju sofa yang ada dalam kamar rawat tersebut lalu duduk dengan pandangan terus menatap tubuh salah satu orang terbaiknya.
Dua pria yang ikut bersamanya berjalan mendekat dan menarik satu kursi yang kosong seraya mendekat.
"Mayor, bagaimana dengan Agen A yang mengajukan pensiun dini beberapa tahun lalu? Apakah kita tidak bisa memanggilnya untuk kembali ke sini? Kita butuh Agen A saat ini, Mayor! Hanya Agen A yang bisa mengatasi situasi yang dialami oleh anggota kita yang terus berjatuhan tanpa kita sadari," ucap seorang pria dengan kulit hitam sambil menatap lekat sang Mayor.
"Aku tidak bisa berbuat apa-apa, Komandan Torres! Pengajuan resign Agen A di acc langsung oleh Jenderal Anumerta setahun lalu. Mereka sudah melakukan perjanjian tertulis jika Agen A akan pensiun dini jika dirinya berhasil menangkap pimpinan Al-qaida jilid dua. Lagipula saat ini tidak seorangpun yang tahu dimana keberadaan Agen A selama setahunan ini. Semua kontrak untuk menghubungi nya sudah tidak ada dan dihapus total tanpa meninggalkan jejak. Hanya saja satu harapan kita karena Mister M sudah mengirimkan email langsung pada email Agen A. Jadi, jika kita beruntung maka Agen A akan kembali pada kita lagi," jawab Mayor
Dupont sembari membuang kasar napasnya.
Kedua pria itu terdiam dan hanya suara detik jam dan alat-alat penunjang hidup rekan mereka yang membelah kesunyian ruangan tersebut.
Mayor Dupont kembali mengangkat wajahnya dan melihat alat-alat kesehatan yang menempel di tubuh anggotanya dengan tatapan yang beragam.
"Apa yang sebenarnya terjadi denganmu, Willy? Kenapa selama empat bulanan ini kau tidak bisa kami hubungi. Lalu tiba-tiba saja kau datang dengan keadaan yang seperti ini. Apa sebenarnya yang sudah kau lewati di tempat terkutuk itu dengan keadaan yang sangat hancur begini?" gumam Mayor Dupont dengan berpikir keras.
Tiga pria yang ada diruangan tersebut sibuk dengan pikiran mereka masing-masing sehingga tiba-tiba saja monitor komputer yang ada di dekat kepala pasien dikamar tersebut berdering dengan nyaring mengejutkan semuanya.
Komandan Torres yang panik langsung berlari keluar dari kamar rawat tersebut untuk memanggil dokter, ia sampai lupa jika di dekat ranjang pasien ada tombol merah yang langsung terhubung dengan ruangan para petugas medis.
Mayor Dupont dan pria satunya berdiri didekat pintu kamar rawat dengan perasaan cemas melihat rekan mereka kejang-kejang diiringi suara nyaring monitor komputer yang mengontrol kondisi tubuh pasien.
"Agen G, bertahanlah sebentar saja! Aku akan pastikan mereka yang membuatmu seperti ini mendapatkan balasannya!" gumam Mayor Dupont dengan penuh kekhawatiran.
Seorang dokter pria dengan rambut pirang dan mata kehijauan memasuki ruangan tersebut dengan tergesa-gesa bersama dua orang perawat wanita yang ikut bersamanya termasuk Komandan Torres berada dibelakang ketiganya.
"Tuan, tolong tunggu diluar karena dokter Eduardo akan memeriksa pasien!" tegur salah satu perawat kepada tiga pria didepannya dengan sopan.
Mayor Dupont memberikan kode pada dua bawahannya untuk segera keluar agar tidak mengganggu kinerja dokter untuk merawat rekan mereka didalam ruangan itu.
"Sersan Jackson, temui Mister M di markasnya dan katakan padanya untuk terus menghubungi Agen A melalui email nya dengan sandi Gagak hitam dengan sayap kanan patah secara terus menerus sampai Agen A menjawab email tersebut!" perintah Mayor Dupont pada pria yang satunya dengan wajah serius.
"Mayor??" panggil Komandan Torres dengan kening berkerut.
"Kita butuh bantuan Agen A saat ini! Meskipun Agen A nantinya tetap tidak mau kembali, setidaknya dia pasti mau membantu demi teman-teman seperjuangan nya dulu di kelompok kita!" sahut Mayor Dupont tanpa sedikitpun keraguan diwajahnya.
"Huh, semoga saja Agen G bisa bertahan dan Agen A mau membantu kita kali ini!" gumam Komandan Torres sembari membuang kasar napasnya.
"Saya mengerti, Mayor! Saya akan pergi sekarang menemui Mister M!" ucap Sersan Jackson dengan penuh semangat.
Pria itu memberikan hormatnya dan pergi dari sana melakukan perintah sang atasan dengan hati penuh semangat dan harapan.
🍀🍀🍀
Zion dan Fiona sudah dalam perjalanan menuju Kota Medan tempat Zion berkarir selama dua tahun belakangan ini sebelum menjabat menjadi Kapolrestabes Medan beberapa bulan lalu.
Mereka saat ini sudah berada dalam kawasan Tol Kisaran menuju Medan dengan jarak tempuh dua setengah jam perjalanan.
"Dek, Maaf jika rumah dinasnya nanti tidak sesuai dengan yang kamu harapkan. Karena kemarin Mas hidup sendiri, jadi tidak ada banyak barang di dalam rumah. Nanti kita sama-sama berbelanja kebutuhan rumah kita setelah Mas mengajukan surat permohonan pernikahan di kesatuan," Zion memberitahu sang istri dengan nada datar tetapi ada kelembutan dalam sorot matanya.
"Iya, Mas, aku juga gak terlalu suka banyak barang kok didalam rumah! Secukupnya aja sesuai kebutuhan kita, dan asalkan tidak membuat orang iri dan dengki dengan apa yang kita punya," sahut Fiona dengan santai.
"Terimakasih, sayang!" ucap Zion dengan tersenyum tipis.
Fiona tersipu malu dengan panggilan sayang yang keluar dari mulut Zion sehingga gadis itu memalingkan mukanya melihat keluar jendela.
Zion menyewa satu buah mobil yang mengantarkan dirinya dan Fiona langsung dari Jambi karena mobilnya yang kemarin sudah dibawa Sagara pulang terlebih dahulu.
Ting! Ting! Ting!
Ponsel Zion berbunyi tiga kali sehingga pria itu mau tidak mau mengambil ponsel tersebut dalam saku jaketnya.
"AKBP Laksamana Zion Nugraha, diwajibkan untuk melapor pada Kompol Budi Setiawan di Markas besar jam 17.00 karena ada pertemuan penting dan situasinya darurat!"
Bersambung...
biasalah tebak2 gak berhadiah 😀