Adara terpaksa menerima kehadiran seorang madu di rumah tangganya, dia tidak dapat berbuat apa-apa karena sang suami dan mertua yang begitu kekeuh menghadirkan madu tersebut. Madu bukannya manis, tapi terasa begitu menyakitkan bagi Adara.
Awalnya Adara merasa sanggup bila dirinya berbagi suami, tapi nyatanya tidak. Hatinya terasa begitu sakit saat melihat sang suami dan adik madunya sedang berduaan. Apalagi hubungan sang mertua yang terlihat sangat dekat dengan adik madunya. Ditambah lagi suami dan mertuanya juga memperlakukan sang adik madu dengan begitu istimewa, bak seorang putri yang harus selalu dilayani dan tidak boleh melakukan pekerjaan apapun. Berbanding terbalik dengan Adara yang harus mengerjakan semua pekerjaan rumah termasuk menyiapkan kebutuhan sang adik madu.
Hati Adara sangat sakit menerima perlakuan tidak adil tersebut.
Sejauh mana Adara sanggup bertahan membina rumah tangganya yang tak sehat lagi?
Yuk ikuti terus cerita ini. InsyaAllah happy ending.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon 01Khaira Lubna, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Kemarahan Vero
''Apa? Kamu serius, Sayang?'' kaget Vero.
''Iya, Tan. Suami aku telah menikah lagi dengan wanita lain, dan rasanya aku tak sanggup lagi di madu, apalagi semenjak menikahi wanita itu Mas Erlang sering bersikap kasar kepada ku, pun Mama Sari dan Winda, mereka memperlakukan aku dengan tidak manusiawi. Rasanya aku ingin pergi jauh dari rumah bak neraka yang aku tempati sekarang. Maaf, Tan, bukannya aku lancang bercerita tentang masalah keluarga aku kepada Tante. Sungguh, Tante adalah orang pertama tempat aku mencurahkan isi hatiku,'' lirih Adara menceritakan sebagian kisah hidupnya kepada Vero.
Vero merasa sangat syok mendengar keterangan dari Adara, di dalam hati, dia berjanji akan membawa Adara pergi bersama nya. Dia akan membebaskan Adara dari pernikahan yang tak sehat.
Setelah berjanji akan membantu Adara, Vero mengakhiri panggilan nya, lalu dia berjalan menghampiri Sari dan Winda di ruang makan.
Ada amarah dan emosi yang Vero rasakan saat ini, dia tidak menyangka kalau Winda, sang keponakan ternyata tega menjadi duri di dalam rumah tangga orang lain.
*
''Tan, penting banget ya, kok lama?'' tanya Winda saat Vero kembali mendudukkan dirinya di kursi meja makan.
''Iya, begitulah,'' jawab Vero singkat dengan wajah datar. Tak ada senyum di sana.
''Apakah ada masalah? Kenapa wajah Jeng Vero terlihat tegang begitu?'' kini Sari yang bertanya.
Vero memandang Sari dengan malas, lalu dia berucap.
''Apakah di rumah ini kalian hanya tinggal bertiga saja?'' bukannya menjawab pertanyaan Sari, Vero malah balik bertanya.
''Hm, ti-tidak, Jeng. Sebenarnya ada seseorang lagi yang tinggal di sini,'' jawab Sari ragu, dia dan Winda saling tatap sekilas.
''Iya, Tan. Seseorang itu adalah istri tuanya Mas Erlang. Sebenarnya aku adalah istri keduanya Mas Erlang, Tan,'' Winda berkata jujur, dia menundukkan wajahnya yang tampak sedih.
''Winda! Kamu ...!'' seru Vero dengan nada naik satu oktaf.
''Jeng, jangan marah begitu sama Winda. Winda tidak tahu apa-apa. Dia bersedia menjadi istri kedua dari putra saya karena atas permintaan saya dan juga orang tua Winda sendiri. Kami yang telah menjodohkan mereka, dan dipertemuan pertama, ternyata Winda sudah jatuh cinta sama putra saya yang tampan, begitu juga dengan putra saya sendiri, dia juga bersedia menikah dengan Winda. Ini semua saya lakukan karena saya ingin segera mempunyai keturunan dari Erlang, soalnya istri tua Erlang tak kunjung punya anak diusia pernikahan mereka yang ke satu tahun. Aku rasa Adara tak akan punya anak karena dia merupakan wanita yang tak jelas asal usulnya,'' jelas Sari panjang lebar. Vero begitu fokus mendengarkan nya.
''Tidak jelas asal-usulnya gimana maksud, Jeng?'' tanya Vero menuntut jawaban.
''Iya, Jeng. Sebenarnya Adara itu adalah anak panti. Dia tumbuh dan besar di panti. Dia ditemukan di depan pintu panti oleh Ibu panti saat dia masih bayi. Dia pasti bayi yang tak benar, bayi haram hasil hubungan diluar nikah, makanya dibuang oleh orangtuanya,'' Sari berkata dengan begitu bersemangat. Dia mencoba menghasut Vero agar Vero ikutan membenci Adara. Namun yang ada Vero langsung berdiri dari duduknya dengan kedua telapak tangan memukul meja sehingga mengeluarkan suara yang cukup bising. Entahlah, dia tidak terima saat Sari mengatakan kalau Adara adalah anak haram, ada yang sakit yang dia rasa di sudut hatinya.
''Tante,'' Winda heran melihat reaksi sang tante setelah mendengar penjelasan Sari.
''Jeng Vero kenapa? Apakah saya salah berbicara?'' tanya Sari.
Kini, mereka bertiga sudah berdiri dengan suasana sedikit tegang.
''Iya, omongan Jeng Sari sangat lah salah, dari cara berbicara Jeng Sari saja sudah menunjukkan siapa Jeng sebenarnya. Ingat Jeng, tidak ada anak haram di dunia ini. Bayi yang baru dilahirkan itu masih suci dan bersih. Yang salah itu adalah kedua orangtuanya. Dan satu lagi, jangan sesekali Jeng Sari mengira bahwa seseorang adalah anak haram tanpa adanya bukti yang jelas. Karena, setiap ucapan itu akan diminta pertanggungjawabannya diakhirat kelak. Dengan mengatakan Adara anak haram tanpa bukti yang jelas, jatuhnya Jeng Sari sudah memfitnahnya,'' Vero berkata dengan begitu bijak.
''Jeng, kok Jeng Vero malah membela anak panti itu?'' Sari masih belum menyadari kesalahannya.
''Ah sudah lah. Tante pamit pulang dulu Winda,'' Vero mengibaskan telapak tangannya ke udara di depan wajahnya, lalu dia melangkahkan kaki lebar meninggalkan ruang makan.
''Tante, tunggu dulu,'' Winda mengikuti langkah kaki Vero dari belakang. Winda merasa ada yang berbeda dari sang tante. Sang tante yang dulu sangat menyayangi nya dan selalu berkata lembut kepada nya, kali ini sudah berubah. Dia merasa kesal melihat sikap sang tante kali ini.
Vero sama sekali tidak mengindahkan panggilan dari Winda. Hingga langkah kakinya sudah sampai dihalaman rumah, dia langsung saja masuk ke dalam mobilnya yang selalu stay menunggu dirinya.
''Jalan, Pak,'' titah Vero, lalu mobil meluncur meninggalkan halaman rumah. Sebelum benar-benar keluar dari halaman rumah, Vero menengadahkan kepalanya, melihat lantai dua rumah itu, ''Tungga Mama, Nak. Mama akan segera menjemput mu. Nanti malam kita akan berangkat ke luar negeri. Kita akan hidup bahagia di sana,'' ucap Vero di dalam hati dengan dada terasa sesak. Netranya mendadak berkaca-kaca, lalu dia menangis sesenggukan. Dia sangat yakin kalau Adara adalah putri nya yang hilang. Saat masih bayi sang suami pernah memberikan hadiah pertama untuk sang putri. Hadiah perhiasan dari emas yang berupa anting dan kalung. Kalung dengan liontin nama lengkap Adara. Vero yakin, ibu panti yang menemukan Adara pasti masih menyimpan kalung tersebut.
*
Setelah kepergian Vero, Sari dan Winda yang lagi emosi lalu ingin melampiaskan amarah mereka kepada Adara. Mereka menganggap, Vero pergi dengan cepat dari rumah itu karena Adara, karena mereka yang membahas Adara.
Sari dan Winda menggedor-gedor daun pintu dengan keras.
''Buka pintu nya wanita sialan!'' teriak Winda.
''Dasar wanita pembawa sial. Kalau tidak takut Erlang murka, mungkin sudah sedari lama aku menghabisi mu!'' ucap Sari keras.
Di dalam kamar, Adara tetap berjaga-jaga, dia mengunci pintu kamar dari dalam dan tidak akan pernah membuka nya sampai Erlang pulang.
Adara tidak tahu kenapa Sari dan Winda bisa sebegitu marah dengannya. Dia belum tahu kalau Vero adalah Tante dari Winda dan dia juga belum tahu kalau barusan Vero ada di rumah yang sama dengannya. Vero belum menceritakan apa-apa.
"Buka Adara sialan!'' teriak Sari lagi.
Adara terus memegang ponselnya yang sedang merekam. Dia merekam semua perkataan yang meluncur dari mulut Sari dan Winda. Saat ini Adara akan mengumpulkan bukti sebanyak-banyaknya agar Sari, Erlang dan Winda dapat merasakan balasan dari sikap semena-mena dan zalim mereka.
Bersambung.
saga kasihan Thor😢😢
dan semoga rajin lagi Up nya 😍