Selina Ratu Afensa tak pernah menduga hidupnya berubah drastis saat menerima pekerjaan sebagai pengasuh di keluarga terpandang. Ia pikir hanya akan menjaga tiga anak lelaki biasa, namun yang menunggunya justru tiga badboy yang terkenal keras kepala, arogan dan penuh masalah
Sargio Arlanka Navarez yang dingin dan misterius, Samudra Arlanka Navarez si pemberontak dengan sikap seenaknya dan Sagara Arlanka Navarez adik bungsu yang memiliki trauma dan sikap sedikit manja. Tiga karakter berbeda, satu kesamaan yaitu mereka sulit di jinakkan
Di mata orang lain, mereka adalah mimpi buruk. Tapi di mata Selina, mereka adalah anak anak kesepian yang butuh di pahami. Tanpa ia sadari, keberaniannya menghadapi mereka justru mengguncang dunia ketiga badboy itu dan perlahan, ia menjadi pusat dari perubahan yang tak seorang pun bayangkan
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Queen Blue🩵, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Gadis pencuri?
Mbok Sri mulai menjelaskan sambil mengaduk sayur di panci “Tuan Gio itu paling suka makanan pedas. Apalagi kalau Mbok masak oseng mercon daging sapi atau sambal ati ampela, pasti nambah nasi dua kali”
“Kalau Tuan Samudra” lanjutnya “dia lebih suka makanan gurih tapi sederhana. Kayak tahu bacem, sayur bening bayam atau telur dadar crispy. Tapi jangan terlalu banyak bumbu, dia gak suka yang ribet”
Selina mengangguk sambil menyerap informasi itu baik baik “Terus kalau Sagara?” tanyanya
Mbok Sri tertawa kecil “Nah, yang ini paling manja lidahnya. Sukanya makanan western, spaghetti bolognese, cheese burger, french fries. Tapi kadang juga suka sate ayam kalau Mbok yang buat”
Selina ikut tertawa pelan, merasa informasi itu akan sangat berguna
“Wah… beda semua ya. Padahal kembar. Tapi kayaknya seru juga kalau nanti aku masakin mereka satu satu”
Mbok Sri memandang Selina dengan tatapan lembut “Non Selina ini… baik banget ya. Semoga mereka bertiga bisa lihat itu cepat atau lambat”
Selina hanya tersenyum tipis. Dalam hatinya, ia tahu tak mudah menaklukkan hati tiga anak lelaki rumit itu. Tapi bukan berarti tak bisa
Setelah selesai membantu Mbok Sri menyusun lauk di meja makan panjang yang terletak di ruang makan utama, Selina mencuci tangannya dan berdiri di depan tangga, memanggil ketiga kembaran itu satu per satu
"Sargio, Samudra, Sagara! Makan siang sudah siap!”
Suara Selina menggema di dalam rumah yang megah itu. Tak lama kemudian, satu per satu mereka turun dari lantai atas
Sagara datang lebih dulu, seperti biasa dengan langkah santainya, sambil memainkan ponselnya
“Wah akhirnya makan juga” gumamnya lalu langsung duduk di kursi
Samudra menyusul dengan ekspresi datar seperti biasa, hanya mengangguk kecil ke arah Selina sebelum duduk tanpa banyak kata
Terakhir, Sargio muncul dengan tatapan yang sulit di baca. Sekilas mata mereka bertemu, tapi hanya sesaat. Selina tersenyum kecil lalu mundur
Setelah ketiganya duduk dan mulai makan, Selina memastikan semuanya sudah mendapatkan nasi dan lauk pauk masing masing. Ia memperhatikan sejenak, memastikan tak ada yang butuh tambahan atau merasa tidak suka dengan masakan hari ini
Baru setelah itu, Selina kembali ke dapur
Ia mengambil sepiring nasi dengan beberapa lauk yang tersisa, sayur bening, tempe goreng dan ayam bumbu rujak lalu duduk di meja kecil yang biasa di gunakan Mbok Sri di dapur
Sambil makan pelan, Selina diam diam mendengarkan suara sendok dan garpu dari ruang makan utama. Entah kenapa, suasana seperti ini terasa... asing. Hangat tapi tetap menyisakan jarak yang tak kasat mata
Dari kursinya di ruang makan, Samudra yang sedang mengunyah perlahan, menoleh sekilas ke arah dapur yang pintunya terbuka sebagian. Matanya menangkap sosok Selina yang duduk sendirian, makan dalam diam
Ia tak berkata apa apa. Hanya memperhatikan beberapa detik sebelum kembali menunduk menatap piringnya
Sagara yang sedang menikmati ayam goreng kesukaannya, sempat berkomentar sambil mengunyah
“Kok Selina nggak makan bareng di sini aja sih?”
Sargio tanpa melihat siapa pun, menjawab datar “Karena dia tahu diri”
Setelah makan siang, ketiga kembaran itu memilih untuk berolahraga di ruang gym rumah besar mereka. Suara dentuman treadmill, denting barbel dan napas teratur memenuhi ruangan. Sagara sedang asyik mengangkat barbel, Samudra mencoba punching bag, sementara Sargio duduk di bangku panjang, mengatur napas sambil memeriksa ponselnya
Obrolan santai mengalir di antara mereka, sesekali bercanda soal siapa yang lebih kuat
Tak lama, pintu gym terbuka. Aroma segar jeruk dan stroberi menguar saat Mbok Sri masuk dengan nampan berisi gelas jus dingin
“Ini minuman segar untuk Tuan muda, biar semangat latihannya nambah” ucap Mbok Sri sambil tersenyum hangat
Sagara langsung menghentikan gerakan angkatnya, mengerutkan kening
“Loh? Kok Mbok Sri yang bawa? Kenapa bukan Selina?” tanyanya penasaran
Mbok Sri meletakkan nampan di meja kecil dekat treadmill, lalu menoleh sambil menjawab tenang
“Nona Selina tadi izin pergi keluar, Tuan muda. Katanya mau mengunjungi keluarganya”
Samudra yang sedang memukul punching bag menghentikan gerakannya, menoleh cepat dengan wajah heran
“Mengunjungi keluarganya? Kenapa dia nggak bilang langsung sama kita? Bukannya dia harusnya izin dulu?”
Mbok Sri tersenyum canggung, lalu menggeleng pelan
“Nona Selina sudah izin pada Tuan Besar. Katanya di perbolehkan”
Suasana gym mendadak hening. Ketiga kembaran itu saling berpandangan. Sagara menurunkan barbel dengan bunyi dentuman kecil, Samudra menyipitkan mata dan Sargio, yang sejak tadi diam, akhirnya menutup ponselnya
Suaranya datar tapi tegas “Panggilkan Errick ke sini. Aku ingin bicara dengannya”
“Baik Tuan muda” Mbok Sri menunduk, lalu buru buru keluar meninggalkan mereka bertiga
Begitu pintu tertutup, Samudra langsung bersuara dengan nada kesal
“Aku nggak suka cara dia seenaknya begini. Harusnya dia izin sama kita, bukan sama Papah. Tugasnya jelas, dia ada di sini untuk mengurus dan menjaga kita, bukan main kabur begitu saja”
Sagara mengangguk, wajahnya masih tampak tak puas. Sargio hanya duduk dengan wajah tanpa ekspresi, tapi dari sorot matanya terlihat jelas kalau ia sedang menimbang sesuatu
Pintu gym kembali terbuka. Errick, pria berjas hitam dengan wajah tenang namun penuh wibawa, melangkah masuk setelah di panggil Mbok Sri. Ia membungkuk sedikit memberi hormat
“Tuan muda, kalian memanggil saya?”
Sargio yang duduk bersandar di bangku panjang mengangkat wajahnya. Sorot matanya tajam, datar tapi menusuk. Suara beratnya terdengar jelas di tengah keheningan
“Errick, jelaskan dengan jujur kenapa Selina bisa sampai bertemu dengan Papah? Siapa sebenarnya gadis itu?”
Sagara yang tadi masih berdiri dengan barbel di tangannya kini ikut menatap serius. Samudra melipat tangan di dada, menunggu jawaban
Errick terdiam sejenak, seolah memilih kata yang tepat. Nafasnya dalam, lalu ia melangkah sedikit lebih dekat ke arah ketiga kembar itu
“Malam itu… kami menemukannya di tengah jalan. Selina pingsan tepat di depan mobil kami. Awalnya kami kira dia tertabrak, tapi setelah di periksa, ternyata gadis itu hanya kehilangan tenaga. Tubuhnya lemah… karena belum makan seharian”
Ketiganya mendengarkan dengan wajah serius. Sagara menghentikan gerakan tangannya yang sedari tadi memainkan barbel, sementara Samudra menyandarkan tubuh di kursi panjang, matanya menyipit penuh selidik
Errick melanjutkan dengan nada lebih rendah “Setelah itu, Tuan besar menyuruh saya mencari tahu. Dan ternyata… Selina baru saja di usir dari rumah bibinya. Tuduhannya cukup berat, dia di tuduh mencuri uang di minimarket keluarga itu. Tapi sampai sekarang, saya belum bisa memastikan benar atau tidaknya tuduhan tersebut. Saya memang belum menggali kasus itu lebih dalam”
Sargio mendengus kecil, menatap ke samping “Jadi gadis itu mungkin pencuri?”