Sebelum lanjut membaca, boleh mampir di season 1 nya "Membawa Lari Benih Sang Mafia"
***
Malika, gadis polos berusia 19 tahun, tidak pernah membayangkan hidupnya akan berubah hanya dalam satu malam. Dijual oleh pamannya demi sejumlah uang, ia terpaksa memasuki kamar hotel milik mafia paling menakutkan di kota itu.
“Temukan gadis gila yang sudah berani menendang asetku!” perintah Alexander pada tangan kanannya.
Sejak malam itu, Alexander yang sudah memiliki tunangan justru terobsesi. Ia bersumpah akan mendapatkan Malika, meski harus menentang keluarganya dan bahkan seluruh dunia.
Akankah Alexander berhasil menemukan gadis itu ataukah justru gadis itu adalah kelemahan yang akan menghancurkan dirinya sendiri?
Dan sanggupkah Malika bertahan ketika ia menjadi incaran pria paling berbahaya di Milan?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Senja, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Chapter 11
Siang itu, Alexander memilih bermalas-malasan. Ia berbaring di ranjang besarnya yang luas dengan lengan terlipat di atas mata.
Ya, pria itu tengah mencoba tidur siang setelah pagi yang penuh drama dengan Leana dan bergulat dengan angka-angka rumit semalam, demi melupakan kejadian memalukan di mana seorang gadis asing berani menendang aset kebanggaannya.
Ia hampir terlelap.
Hampir.
Sampai sebuah suara terdengar begitu lembut menembus ruangan seperti cahaya kecil yang tak diundang. Senandung merdu itu mengalun dari arah taman di bawah kamarnya.
Melodi sederhana, sedikit bernada sedih, namun entah kenapa mampu menarik perhatian Alex.
Alex membuka mata. Pandangan kosongnya menatap langit-langit.
“Apa-apaan ini,” gumamnya dingin.
Suara itu terus berlanjut. Tidak sumbang. Tidak berisik. Justru indah dan entah kenapa, itu membuat Alex makin kesal.
Alex tidak pernah menyukai sesuatu yang bisa menyentuh dirinya. Apalagi hal sepele seperti suara seorang gadis asing. Pria sepertinya tidak boleh terganggu oleh hal-hal remeh.
Begitulah prinsip seorang Alexander Frederick.
Namun nyatanya, ia terganggu. Bahkan sangat terganggu! Sensasi yang sama sekali tidak ia kenali, sebuah iritasi yang aneh.
Merasa harga dirinya direcoki oleh alunan lembut itu, Alex bangkit dari ranjang dengan rahang mengeras.
Hingga akhirnya ia berteriak.
“Sofia!”
Hanya butuh lima detik. Para pelayan sudah berlari ke lantai atas dan berdiri berjajar di depan pintu kamar Alex dengan wajah menunduk panik.
“Tuan Muda, boleh kami masuk?” Sofia mengetuk perlahan.
“Masuk!” balas Alex tajam.
Sofia masuk pertama, disusul dua pelayan lain. Semuanya menjaga jarak aman. Mereka tahu, sekali Alex kehilangan kesabaran, tidak ada satu pun yang ingin menjadi sasarannya.
“Siapa yang sedang bernyanyi di bawah sana? Suaranya cempreng dan jelek. Membuat kepalaku hampir meledak.” Alex menatap mereka satu per satu, seolah memberi tekanan hanya dengan sorot matanya.
Seisi ruangan ikut menciut mendengar kalimat yang keluar dari bibir tuan mudanya.
Sofia menelan ludah. “Tuan Muda, kami… kami akan segera mengecek ke taman.”
“Tidak perlu!” potong Alex cepat. Ia menyilangkan tangan di dada. “Aku bertanya. Jawab dengan cepat. Suaranya jelas dari taman. Kalian pasti tahu.”
Sofia saling pandang dengan para pelayan lain sebelum akhirnya menjawab lirih, “Sepertinya… itu Lika, Tuan.”
Sejenak, keheningan menggantung di udara. Alex mengulang dengan nada dingin, “Lika?”
“Keponakan Albert, Tuan. Ia baru datang semalam.”
Alex memejamkan mata seolah sedang menahan sesuatu. Ia mengenali nama itu sebagai gadis kecil yang dilihatnya di taman tadi pagi.
“Aku hanya ingin tidur. Bukan mendengarkan konser. Mengapa seorang gadis kecil merasa perlu bernyanyi seolah dia sedang mengikuti audisi?” suaranya terdengar meremehkan.
Sofia ingin membela Malika, mengatakan bahwa suara itu sebenarnya indah dan sangat lembut, tapi ia tahu itu keputusan buruk. Jadi dia memilih diam dan menerima nasib.
“Jika seseorang berada di mansion Frederick, minimal dia perlu tahu apa itu ketenangan. Rumah ini bukan panggung opera, dan aku bukan penikmat serenade siang hari.” Alex melanjutkan dengan nada tajam tapi sangat terkontrol.
Tentu dengan kalimat yang membuat siapa pun terdiam.
Sofia langsung membungkuk. “Maafkan kami, Tuan Muda. Kami akan segera memintanya berhenti.”
Alex berdiri, mendekati jendela, menatap ke bawah. Dari celah tirai, ia melihat Malika duduk di bangku taman, mengelus kelopak bunga sambil bernyanyi tanpa menyadari betapa seorang mafia muda di lantai dua hampir mengamuk karena ulahnya.
Dan satu hal yang membuat Alex semakin kesal adalah…
suara itu memang indah.
Sangat lembut dan jernih, seperti air yang mengalir.
Suara yang seharusnya membuatnya tenang, tetapi malah memicu iritasi yang dalam di hatinya. Hanya saja Alex tidak mau, bahkan tidak akan pernah mengakuinya!
“Katakan pada gadis itu, berhenti bernyanyi saat jam istirahat. Kalau ia ingin bersenandung, lakukan setelah pukul empat.”
Sofia mengangguk cepat, hampir tersandung saat mundur. “Baik, Tuan Muda!”
Sebelum mereka sempat keluar, Alex menambahkan kalimat yang membuat seluruh pelayan menahan napas dan saling pandang penuh keheranan.
“Dan Sofia,” panggilnya.
Sofia memutar badan. “Ya, Tuan?”
“Tolong sampaikan dengan bahasa yang lembut,” ujar Alex, menatap ke jendela. “Aku tidak mau membuat gadis itu ketakutan.”
Semua pelayan membelalak.
Lembut?
Tuan Muda Alexander menyuruh mereka menasehati seseorang dengan lembut? Apa mereka tidak salah dengar? Pria yang baru saja mengancam akan meledakkan kepala karena suara cempreng, kini meminta kelembutan?
Sofia tak berani bertanya lebih jauh. Ia hanya membungkuk dan segera pergi, bergegas menyampaikan pesan kontradiktif itu.
Pintu tertutup.
Alex kembali ke ranjang sembari menghela napas pendek. “Kenapa suaranya justru terngiang di kepalaku, menyebalkan!” gumamnya menarik selimut dan menutup wajahnya.
Hanya ada satu hal yang ia tahu pasti.
Gadis kecil itu, menjadi gangguan baru dalam hidupnya.
Dan entah kenapa, gangguan itu tidak langsung ingin Alex singkirkan.
malika dan Leon cm korban😄🤣