NovelToon NovelToon
Pesona Dokter Duda Anak Satu

Pesona Dokter Duda Anak Satu

Status: sedang berlangsung
Genre:Nikahmuda / CEO / Cinta setelah menikah / Beda Usia / Cinta Seiring Waktu / Romansa
Popularitas:2.5k
Nilai: 5
Nama Author: My Starlight

"Itu hukuman buat kamu! Jangan sampai kau melanggar lagi aturan sudah yang aku buat. Kalau tidak …." Kalimatnya menggantung.

"Kalau tidak apa, Kak?" tanya Lyana mulai berani.

"Sesuatu yang lebih buruk dari ini akan terjadi." Anggara berlalu dari hadapan Lyana. Aliran darahnya mulai memanas.

"Hah, sesuatu yang buruk? Bahkan kakak sudah mencuri ciuman pertamaku, menyebalkan." Kini giliran Lyana yang marah. Dia membuka dan menutup pintu kamar dengan keras. Sirkuasi udara di dalam kamar seolah berhenti seketika.

"Ciuman Pertama? Hah, pandai sekali dia berbohong."

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon My Starlight, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Klarifikasi

Malam semakin sepi, gemerlap bintang tenggelam seiring redupnya sang purnama. Semilir angin menyisir tiap jengkal tubuh Lyana . Hawa dingin sudah menikam tubuh perempuan bertinggi 160 cm itu. Lyana berhasil pergi dari rumah sakit hanya menggunakan sandal slop berwana putih dan berjalan cepat menuju pertigaan jalan besar. Beruntung tadi dia sempat membawa ponselnya.

Beberapa panggilan datang bergantian, namun Lyana hiraukan. Salah satu panggilan itu dari Bi Nina.

“Ada apa?” gumam Lyana, namun tetap saja pada akhirnya dia abaikan.

“Kenapa rasanya sakit sekali, kali ini bukan hanya fisiknya yang masih lemah. Namun perasaan apa ini, apa dia gagal menjaga batasanya sendiri dengan Anggara. Kalau cuma jadi tawanan kenapa akhir-akhir ini sikap Kak Gara seperti itu, dia bahkan meyuruhku menjadi istri yang baik. Dingin, Lyana berkali-kali mengusap lenganya.

“Aku fikir, Kak Gara sudah berubah. “ potongan ingatanya kembali, pada hari – hari di mana Anggara membawakan makanannya ke kamar, menyuapinya dengan perlahan seolah ketulusan mulai terlihat dari mata laki -laki itu. Bahkan sentuhan hangat di ujung kepalanya itu tadi pagi masih terasa. Lyana mengusap rambutnnya nanar, mata bulat itu kelebihan muatan. Luruh sudah air mata Lyana.

Perempuan itu duduk di pinggir trotoar, punggung tanganya berdarah oleh bekas infus yang dia lepas sendiri. Luka kecil itu menyisakan rasa perih yang masih bisa dia tahan, karena ada luka yang lebih besar yang tidak berhasil dia samarkan di dalam hatinya.

Lyana mencoba menghubungi salah satu nomor timnya, yaitu Popi. Beruntung langsung tersambung.

“Iya mbak gimana udah baikan?” Popi langsung menjawab.

“Udah Pop, Oh iya boleh minta tolong sharelook alamat rumahmu nggak?” tanya Lyana.

“Buat apa mbak? Mau kesini?”

“Iya.”

“Baik mbak saya kirim ya.”

“Terimakasih banyak Pop.”

“Iya mbak sama-sama.”

Perempuan itu bergeming, untuk apa coba malam-malam begini Lyana mau datang kerumahnya. Urusan pekerjaan jelas tidak mungkin. Lalu apa? Popi hanya menuruti kata hatinya saja. Siapa tahu Lyana memang ada perlu .

Jari Lyana dengan segera meluncur ke alpikasi berwarna hijau itu. Pesan dari Popi langsung Lyana buka, dari peta sepertinya jarak tempat dia berada dengan rumah Popi tidak terlalu jauh cuma dua puluh tiga menit. Namun jika perjalanan itu di lakukan dengan sepeda motor.

Dengan segera Lyana berjalan keseberang jalan karena dia melihat warung yang sebelahnya ada pangkalan tukang ojeg. Ada motor matic dan bebek yang berjejer disana, salah seorang dari mereka mengenakan jaket kulit yang usang dan helm yang menurutnya sudah butut. Sepeda motornya sudah telihat ketinggalan jaman namun masih layak pakai. Kurang lebih usianya sudah kepala lima. Lyana sudah menentukan pilihanya. Lyana memasukan ponselnya ke dalam saku piyama bewarna biru muda itu.

Sementara di sisi lain Anggara berusaha untuk terus mencari Lyana, walaupun di loby tadi sempat terhenti karena banyaknya wartawan yang datang.

“Sial, untuk apa mereka kesini.” Anggara tetap harus melewati para wartawan, karena cuma itu jalan satu-satunya .

Salah satu wartawan langsung merobos keramaian begitu orang yang di tunggu – tunggu itu menampakan batang hidungnya.

“ Dokter Anggara !” laki-laki Bernama Roni sang wartawan Lambe turah itu berteriak lantang.

Anggara menggerutu kesal, mau tidak mau dia harus kehilangan sedikit waktunya untuk mengejar Lyana.

“Dok, apa benar rumor yang beredar itu benar?”

“Apa benar dok pernah melakukan KDRT kepada mantan istri yang dulu?

“Apa benar dok perempuan yang dokter gendong masuk rumah sakit ini adalah isti baru dokter?”

Wartawan itu mulai berkerumun mendekati Anggara .

“Benar, saya sudah menikah lagi. Permisi ya saya ada urusan yang lebih penting.” Anggara lega melihat managernya datang. Kemudian berlalu, meninggalkan gerombolan waratawan itu dengan Niko.

“Hei, mau kemana?” Niko menarik lengan Anggara.

“Lepas, urus mereka dulu aku ada urusan, nanti aku kasih hadiah untukmu.” pinta Anggara.

“Hadiah apa kali ini? Cek berisi uang 10 juta 20 juta atau 50 juta? Ah baiklah, “ batin Niko . Dia melepas tangan Anggara dan mulai berbicara di awak media.

“Selamat malam semuanya, saya Niko perwakilan dari manajemen dokter Anggara. Kali ini, ingin menyampaikan bahwa rumor perceraian dokter Anggara yang melakukan KDRT kepada istrinya yang dulu tidak lah benar.” Niko menjelaskan panjang lebar.

“Lalu apakah benar kalau dokter Anggara sudah menikah lagi?” tanya Roni.

“Kalau soal itu biarkan jadi privasi dokter Anggara ya. Saya permisi.”

"Kak tunggu kak !" Wartawan perempuan yang memakai topi hitam itu berteriak sambil menyodorkan alat rekamnya.

"Kalau benar rumor yang beredar salah, kenapa ada video dokter Anggara melempar kursi ke arah perempuan." tanya wartawan itu yang kemudian di susul dengan pertanyaan dari temanya.

"Iya, bukankah perempuan yang di video itu mantan istrinya dokter Anggara?" salah satu wartawan mendekat, menghadang jalan Niko yang hendak pergi.

"Apa benar mantan istrinya itu seorang Dokter juga?."

"Apa dia salah satu dokter di sini juga?" wartawan lain mulai mendekat mengerubungi tubuh Niko yang tidak terlalu tinggi.

"Anggara tolong aku !" nafas Niko memburu setelah berhasil melarikan diri dari wartawan gila itu.

"Huh ! yang benar aja, masa dia sampai memohon-mohon begitu sambil berlutut. Sepatuku diambil pula ! Nggak tahu apa dia itu harganya berapa. " gerutu Niko yang kesal. Niko berjalan gontai, kakinya yang satu kedinginan karena dingin lantai rumah sakit. Mukanya kusut, rambut ikalnya juga terlihat lepek. Kalau bukan karena Hardianto yang memanggilnya ke rumah sakit, dia tak akan ada di sini.

Jalanan yang gelap dan lampu penerangan yang ala kadarnya membuat salah seorang pengendara mobil tidak fokus dengan rambu lalu lintas. Lampu sudah berganti warna kuning dan perlahan menjadi merah. Namun pengendara mobil berwarna merah itu tetap melaju dengan cepat.

Byur ! Anggara yang sedang berlari di pinggir jalan itu kecipratan mobil tadi. Jas putih itu berganti warna seketika.

"Sial. punya mata enggak lihat-lihat !" gerutu Anggata kesal sambil menyibakan jas yang dia pakai. Tangan kanan Anggara sudah masuk kedalam saku celana. Matanya tidak berhenti memandangi mobil sedan itu sambil terus menggerutu.

Baru saja melangkahkan kakinya lagi, Anggara merasa risih karena salah satu sepatunya menginjak genangan air. Anggara dengan segera mengibas- ibaskan kaki kanannya bebarengan dengan suara detuman keras yang membuat jatungnya ingin meledak.

Brak !

Kedua bola mata Anggara seperti keluar dari tempatnya. Kaget mobil sedan tadi menabrak pembatas jalan sampai mobil itu berputar dan berhenti setelah bagian depan mobilnya penyok. Menyisakan deru mesin yang mulai hilang perlahan seiring langkah kaki Anggara mendekat.

Jiwa dokternya bereaksi sekarang, dia harus segera mengevakuasi penumpang karena percikan api mulai muncul dari bawah mobil. Gerak tangan Anggara yang sudah menyentuh pintu mobil itu terhenti saat mata elangnya itu memindai sesuatu di depan mobil. Anggara seperti melihat kepala orang yang tertunduk. Kedua kaki laki-laki itu berjinjit untuk memastikan. Tanganya masih memegang pintu mobil. Dan benar saja, ada orang di sana .

Anggara segera melepas sabuk pengaman pengemudi dan menitahnya keluar menjauh dari mobil. Api mulai merembet kebagian depan mobil. Menghubungi pihak rumah sakit untuk mengirim ambulans segera. Dia ingat masih ada orang di sana.

Anggara berjalan cepat untuk menyelamatkannya. Namun hatinya mulai gelisah melihat cincin yang melingkar dijari manis orang berambut gelombang itu. Orang itu masihmemejamkan mata, tanganya menutup telinga rapat . Lutut kecil itu seolah saling memeluk satu sama lain. Pandangan Anggara beralih kepada sandal selop yang dipakai perempuan itu. Anggara kenal. Seperti punya Lyana ! Tubuh Anggara membeku seketika. Otaknya menolak logika sekarang.

.

.

.

.

.

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!