NovelToon NovelToon
Misteri Desa Lagan

Misteri Desa Lagan

Status: sedang berlangsung
Genre:Horor / Misteri / Hantu / Tumbal
Popularitas:534
Nilai: 5
Nama Author: rozh

Saddam dan teman-temannya pergi ke desa Lagan untuk praktek lapangan demi tugas sekolah. Namun, mereka segera menyadari bahwa desa itu dihantui oleh kekuatan gaib yang aneh dan menakutkan. Mereka harus mencari cara untuk menghadapi kekuatan gaib dan keluar dari desa itu dengan selamat. Apakah mereka dapat menemukan jalan keluar yang aman atau terjebak dalam desa itu?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon rozh, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 2. Kran Air Hidup Sendiri

Nenek Raisyah berjalan mendahului Bu Anisa yang sedang membawa nampan berisi air putih dan kolak pisang, lalu di dalam mangkok besar ada pecahan es batu.

“Nak, cicipilah kolak pisang Nenek, biar seger di kasih es batu. Enak ini, jika panas-panas begini makan yang manis, lagi dingin,” kata Nek Raisyah duduk di kursi sofa single, sedangkan Bu Anisa duduk di sofa paling ujung.

“Iya, Nek.” Semua mengangguk dan mengambil mangkuk masing-masing, memasukkan kolak pisang dengan bongkahan es batu ke dalamnya.

“Nenek pikir kalian tidak jadi datang, tadinya kalau kalian tidak datang, mau nenek kasih kolaknya sama tetangga. Soalnya nenek udah nggak bisa minum yang manis-manis,” tutur sang Nenek.

“Aduh, Nek. Kami merepotkan Nenek saja, ya. Jadi, nggak enak.”

“Tidak kok, Nenek senang jika ada tamu, soalnya Nenek hanya sendirian saja di rumah, hanya ditemani dua ekor kucing hitam.”

Setelah mereka menikmati kolak pisang dan berbincang-bincang, Bu Anisa pun mulai berpamitan kepada Nek Raisyah untuk kembali ke kota karena jadwalnya keberangkatan bus ke kota jam empat sore.

“Nek, aku titip mereka dulu ya, selama dua bulan ini. Jika ada apa-apa, Nenek kabari saja saya,” kata Bu Anisa sopan.

“Iya, Nak, jangan khawatir.”

“Diro, Viko, Agung, dan Saddam. Kalian di sini yang baik, jaga diri, dan jangan buat Nenek Raisyah repot, ya. Baju harus di cuci, jangan di tumpuk, jangan mengotori rumah, nenek sudah tua, bantu nenek, mengerti?” Bu Anisa meninggalkan beberapa pesan pada muridnya.

“Berpandai-pandailah!” Bu Anisa menatap mereka berempat.

“Iya, Bu Guru,” jawab mereka serempak.

“Ya udah, Ibu kembali lagi ya.”

“Biar aku antar Bu,” tawar Viko. “Dam, kita antar Bu Anisa ke luar, ya!” ajaknya menatap Saddam yang diam.

“Oke,” sahut pemuda pendiam itu.

“Eh, aku ikut juga!” seru Agung.

“Aku juga,” tambah Diro. Dia tidak ingin ditinggalkan sendiri di sini, bersama nenek yang terlihat menyeramkan, apalagi ada kuburan di sebalik rumpun tebu, membuat bulu kuduk merinding.

***

Mereka berempat pun mengantarkan Bu Anisa ke jalan raya, tepatnya di simpang tiga.

“Nak, jangan nunggu mobil bus di simpang ini, majulah ke depan sana.” Seorang Bapak-bapak yang sedang mendorong gerobak berisi sayur mayur menegur Bu Anisa dan ke-empat muridnya.

“Oh, baiklah Pak. Makasih banyak sarannya.” Bu Anisa pun memilih maju.

“Loh, bikin capek aja Bu. Apa salahnya nunggu di simpang tiga itu?” tanya Diro.

“Enggak ada yang salah. Mungkin karena susah di persimpangan, kemarin kita juga diturunkan di sini 'kan?”

“Hm, iya.”

Sambil menunggu bus lewat, Bu Anisa berceramah kepada mereka berempat, agar baik-baik di kampung orang, jangan rusuh, jangan buat masalah. Jangan bertengkar dan buat malu nama sekolah.

“Iya, iya, Bu. Kami akan berkelakuan baik kok,” jawab Diro dan Agung yang dari tadi mendapat teguran.

“Saddam sama Viko jarang banget dimarahi, sekali-kali, giliran mereka juga, Bu,” protes Diro lagi.

“Masalahnya mereka nggak buat kesalahan. Gimana mau di marahi? Yang sering bikin masalah 'kan kalian berdua,” tunjuk Bu Anisa pada Agung dan Diro.

Tak lama, akhirnya bus pun datang. Bu Anisa pun naik ke atas mobil itu.

“Ingat, jangan nakal Anak-anak, jaga diri baik-baik,” ucap Bu Anisa menyembulkan kepalanya di kaca setelah naik ke atas mobil, dia melambaikan tangan saat bus sudah mulai melaju. Diro, Agung dan Viko melambaikan tangan, sedangkan Saddam hanya melihat saja dengan raut wajah datar seperti biasa.

Mereka pun kembali ke rumah Nek Raisyah setelah mengantarkan Bu Anisa ke jalan raya.

“Nenek punya tiga kamar kosong, kamar nenek paling belakang, kalian bisa memilih diantara tiga kamar ini, mungkin ada yang satu kamar berdua di dalamnya, karena kalian berempat, kamar kosong nenek cuma ada tiga.”

“Eh, jangan dong, kita bareng-bareng aja satu kamar,” tolak Diro yang takut.

“Iya nih, aku nggak biasa tidur sendirian, di rumah aku tidur bareng adikku,” sambung Agung.

“Please!” Dua pemuda penakut itu memohon.

Akhirnya setelah berdebat, mereka memutuskan hanya memakai dua kamar, Agung bersama dengan Viko, Diro bersama dengan Saddam.

“Ya udah. Ini kunci kamarnya, itu sapu dan alat-alat bersih di sudut,” ucap Nenek Raisyah menunjuk ke sudut ruangan, dimana ada sapu dan lainnya di sana.

“Nenek mau sholat dulu, juga mau kasih makan cucu-cucu Nenek di belakang,” tutur Nenek. Setelah itu, Nek Raisyah pun berlalu pergi.

“Eh, katanya nenek tinggal sendiri, kok dia bilang kasih makan cucu-cucunya di belakang?” Diro bertanya.

“Nggak usah cerewet! Kau mau sekamar dengan ku atau tidur sendiri? Ayo, bereskan tempat tidur kita. Ini udah sore tau!” Saddam berkata dengan wajah dinginnya.

“Iya es balok!” Diro mencebikkan bibirnya.

Agung masuk ke kamar urutan dua bersama Viko, sedangkan Saddam dan Diro masuk ke kamar urutan pertama. Di kamar paling depan, ada dua kaca jendela yang memiliki tralis besi dengan tirai gorden berwarna coklat susu.

Di sudut langit-langit kamar paling ujung, ada loteng yang rusak, Diro menatap sekeliling kamar dengan ngeri. “Kau ini mau berberes atau enggak sih? Kalau nggak mau, keluar sana!” hardik Saddam.

“Dari tadi mondar-mandir, bikin aku pusing aja.” Saddam membersihkan lemari kosong dengan kemoceng, lalu memindahkan semua pakaiannya ke dalam.

Diro pun juga ikutan. Kemudian mereka merapikan kasur, memasang seprai baru yang diberikan Nek Raisyah pada mereka. Diro meletakkan selimutnya di atas bantal, kemudian menggantung handuknya di sebalik pintu.

Setelah beres, Saddam memilih merebahkan tubuh di atas ranjang.

“Dam,” panggil Diro.

“Hm.”

“Dam!”

“Hm!”

“Daaaam!”

“Apa sih, Diro!”

“Aku mau pipis, temani ke toilet dong!”

“Kek cewek aja kau! Pipis aja minta ditemani! Ganti aja kelamin kau!”

“Dam, please....” Diro memegang tangan Saddam.

Saddam mendesah, dia pun bangkit dari tidurnya, memilih keluar kamar bersama dengan Diro.

Kamar mandi Nek Raisyah ada dua. Ke-dua kamar mandi itu ada di bagian paling belakang, dekat dengan dapur. Sedangkan kamar dan ruang tamu cukup luas dan panjang untuk mereka lewati. Ada empat kamar yang berukuran cukup besar dan luas, lalu ruang makan dan televisi, baru berbelok ke kanan ada kamar mandi dan dapur.

“Tuh kamar mandi! Cepat sana!” Saddam menunjuk kamar mandi, dia hanya memilih bersandar di dekat dapur sambil memainkan hp.

Entah karena terlalu takut, pipis pun enggan keluar, namun perut Diro sangat mules. Cukup lama dia di kamar mandi, membuat Saddam bosan dan pergi meninggalkannya, karena baterai hp nya lowbat.

Kamar mandi itu berdekatan, saling menempel. Terdengar di sebelahnya kran berputar, air mengalir deras dari kran itu, membuat Diro yang takut merasa berani karena ada orang yang juga ke kamar mandi di sebelahnya.

“Dam,” panggil Diro setelah buang air, dia tengah memasang celananya.

“Dam!” panggil nya lagi setelah keluar dari kamar mandi, tapi tak ada sahutan. Dia sangat yakin Saddam ada di dalam, soalnya Saddam tidak tampak lagi di posisinya tadi berdiri.

Diro berdiri cukup lama di sana menunggu, akhirnya karena bosan, dia mengetuk pintu kamar mandi. “Da–” Ucapannya terhenti di kala pintu terbuka sendiri.

“Loh? Nggak ada orang?” Bulu kuduk Diro merinding, sambil mematikan kran air. Tetapi kran air itu kembali menetes, tidak sekencang tadi.

“Ss-ss-se-se-taaaaaaaaaaan!” Diro berlari sekencang-kencangnya ke depan.

Membuat Viko dan Agung membuka pintu kamarnya, dan Saddam pun berdecih sebal.

“Kau ngapain sih, teriak-teriak nggak jelas! Berisik tahu, nggak!”

“Aa-ada se-setan!” ucap Diro tergagap.

“Ngawur, nih, anak. Mana ada setan siang bolong. Aneh!” ucap Viko.

“Yuk, beberes lagi, Gung!” ajak Viko pada Agung, mendengus mengabaikan Diro.

Diro segera mengikuti Saddam dan masuk ke dalam kamar, duduk di dekat Saddam.

“Dam, kau dari tadi ya, ninggalin aku sendirian di kamar mandi?” tanyanya ketakutan.

“Enggak juga, palingan baru 5 menitan lebih, tadi batraiku habis, charger nya malah nggak jumpa, ini tadi baru minjem sama Viko,” jawab Saddam.

“Lima menit yang lalu?” Diro makin merinding. “Kau ke kamar mandi nggak tadi? Di sebelah aku?” tanyanya menatap serius Saddam.

“Enggak. Kenapa, kau lihat setan di kamar mandi?” ejek Saddam dengan terkekeh kecil.

“Iya. Karena kamar mandi itu kosong, kran air-nya hidup sendiri, pas aku ketuk pintu, pintu itu terbuka sendiri, dan kamu tahu? nggak ada siapa-siapa di dalam,” jelas Diro.

“Dasar penakut, kebanyakan halu dan nonton sinetron sih! Barang kali, Nenek Raisyah yang dari kamar mandi, mungkin saja nenek berwudhu, tapi lupa mematikan kran, jangan terlalu banyak berpikiran yang aneh. Mending kau sholat dan ngaji sana, baca ayat kursi!” Saddam merebahkan badannya kemudian bermain ponsel.

1
Ubii
Sebenarnya gadis di foto itu siapa ya? kok muncul terus/Speechless/
Ubii
rarww /Skull/
Ubii
merinding, gak bisa bayangin /Sweat/
Ubii
keren ceritanya, dari sekian banyak yang aku baca, ini sangat menarik /Angry/ aku tunggu kelanjutannya ya!
Rozh: Oke, terimakasih, semoga suka dan terhibur sampai cerita ini tamat 🌹
total 1 replies
Ubii
lagi tegang-tegangnya malah di bikin ngakak/Facepalm/
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!