kisah cinta anak remaja yang penuh dengan kejutan.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon cilicilian, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Siapa?
Kerutan di dahi Dara semakin dalam, membentuk lekukan tajam yang menggambarkan kebingungan dan keterkejutannya. Sosok asing di hadapannya, seorang lelaki yang sama sekali tak dikenalnya, rasa bingung bercampur heran menjadi satu melihat seseorang yang sangat asing baginya.
Namun, di tengah rasa bingung dan was-was itu, Dara tak bisa memungkiri daya tarik fisik lelaki tersebut. Wajahnya, yang bisa dibilang tampan, memiliki fitur yang menarik perhatian. Mata bulat yang berbinar, hidung mancung yang sempurna, dan bibir atas yang lebih penuh dibandingkan bibir bawah menciptakan kesan sensual yang tak terbantahkan.
Bentuk bibirnya yang unik itu, justru menambah daya pikat wajahnya. Ditambah lagi dengan potongan rambut comma hair yang stylish, keseluruhan penampilannya menciptakan kesan menarik yang tak terduga. Kontras antara ketampanannya yang memikat dan rasa asing yang ditimbulkannya, justru semakin memperkuat penasarannya yang menyelimuti pertemuan tak terduga ini.
Segera ia bangun dari tidurnya dan memposisikan badanya sedikit menjauh dari orang asing itu. "Siapa lo," tanya Dara pada orang tersebut dengan suara yang terdengar tajam.
Lelaki itu tampak tenang, jari-jari tangan yang terlihat kekar masih setia membolak-balik halaman buku yang sedang dipegangnya. Tatapannya terpaku pada baris-baris kata, seakan dunia di sekitarnya lenyap ditelan kedalaman bacaannya. Hanya deheman pelan Dara yang mampu menarik perhatiannya.
Perlahan, lelaki itu menoleh, menutup buku dengan gerakan hati-hati. Pandangannya jatuh pada Dara yang kini tampak lebih waspada, menciptakan jarak di antara mereka. "Oh kamu sudah bangun," sahut lelaki itu, suaranya sedikit lembut, namun terdengar sedikit dingin.
Dara memutar bola matanya malas melihat sosok lelaki asing itu, dengan sikapnya yang tampak acuh dan menyebalkan, menimbulkan rasa tidak suka yang semakin membesar dalam hatinya. "Ya menurut lo," balasan Dara terdengar sinis, mengandung pertanyaan tentang maksud lelaki itu mendekatinya, mengapa dia? Pertanyaan itu berputar-putar dalam benaknya, menimbulkan rasa waspada yang semakin kuat.
Rasa curiga dalam benak Dara kian membuncah mengingat taman ini sangat luas dan entah kenapa lelaki itu mendekati dirinya ketika ia sedang mengistirahatkan badanya yang sudah lelah akibat berlari kecil tadi.
"Aku kira kamu tadi pingsan, makanya aku samperin kamu," ucap lelaki itu seraya tersenyum tipis.
Dalam benak Dara, sedikit merasakan tidak nyaman mendengar panggilan yang terdengar kaku, berbeda dari percakapan sehari-hari yang biasa ia dengar, menimbulkan rasa ketidaknyamanan.
"Eh Sell, itu Dara lagi sama siapa? Kaya akrab banget deh," ucap Dela dari jauh melihat interaksi antara Dara dengan seseorang yang tak dikenalnya.
Mereka baru saja selesai membeli makanan yang ada di pinggir jalan taman itu dan hendak menghampiri ke arah Dara, namun mereka melihat Dara yang tengah berbincang dengan seseorang yang entah itu siapa.
"Ngak tahu Del, baru pernah liat, ayok kesana perut gue udah laper mau makan," ajak Sella yang memang sedari tadi merasakan lapar dan menunjukkan rasa penasarannya sekaligus keinginan kuat untuk segera mengisi perutnya yang keroncongan.
Aroma makanan yang baru saja mereka beli, semakin menguatkan hasratnya untuk segera melahapnya. Lapar, bagi Sella saat ini, adalah prioritas utama yang tak dapat ditawar. Rasa penasarannya terhadap sosok lelaki asing itu, walaupun ada, terkesan tergeser oleh desakan perutnya yang semakin tak tertahankan.
Seketika Dela merasa kesal, ia tak bisa menahan emosinya. Dengan spontan, Dela mencubit lengan Sella, menimbulkan ringisan kesakitan dari Sella.
"Makanan mulu yang lo pikirin," sergah Dela, suaranya terdengar tajam. Tanpa menunggu jawaban Sella, Dela langsung melangkah cepat menuju Dara, rasa penasarannya terhadap orang asing itu mendorong langkah kakinya semakin cepat. Keinginan untuk mengetahui siapa lelaki itu dan apa hubungannya dengan Dara, mengalahkan semua hal lain, termasuk kesalnya terhadap Sella.
Bagaimana tidak penasaran kala Dara begitu akrab dengan orang asing, pasalnya Dara tidak mudah akrab dengan orang asing dan Dara juga mempunyai batasan tertentu dengan orang yang baru saja dikenalnya.
Memang benar, Dara tipe orang yang tidak sombong ataupun jutek, tapi itu berlaku pada orang yang tidak bersikap sok akrab dengannya atau orang yang terlihat tidak menyebalkan di mata Dara.
Sella, dengan meringis menahan sakit di lengannya, menarik napas panjang. Ia kemudian menyusul Dela. Aroma makanan itu, meskipun masih menggoda, kini sedikit terlupakan oleh rasa penasaran yang mulai tumbuh dalam dirinya. Peristiwa yang baru saja terjadi, telah sedikit mengubah prioritasnya. Lapar masih ada, namun rasa penasaran mulai menyamai, bahkan mungkin melampaui.
"Ra, makanan lo," ucap Dela, memberikan pesanan Dara berupa minuman kemasan serta roti strawberry kesukaan Dara.
Kedatangan kedua temannya seakan menjadi sebuah penyelamat bagi Dara yang tengah dilanda kebingungan dan ketidaknyamanan.
"Makasih Del," ucap Dara dengan senyum singkatnya.
Dela menganggukan kepalanya dan memilih duduk di samping Dara. Kini pandangannya tertuju pada lelaki di samping Dara yang terlihat sangat asing. Ia mengamati lelaki itu dari ujung rambut hingga kaki, penampilan yang menarik dengan wajah yang tidak bisa dibilang biasa saja.
"Lo kenapa sih Del, ninggalin gue!" ucap Sella yang terlihat kesal sambil menghentakkan kakinya.
"Lo lelet," jawab Dela dengan singkat tanpa mau memperjelas kembali.
"Siapa tuh Ra?" Dela mencoba bertanya dengan suara lirihnya sambil menyenggol siku Dara.
Dara hanya mengangkat bahunya acuh sambil meminum air kemasan dan memakan roti yang tadi ia pesan.
Sementara lelaki asing itu menatap kedua perempuan yang tiba-tiba muncul dengan pandangan heran, seakan tak mengerti maksud kedatangan mereka.
"Hai ganteng," sapa Sella dengan nada genitnya, sambil mencolek lengan lelaki itu.
Dela dan Dara hanya saling bertukar pandang, sebuah tatapan geli terukir di wajah mereka menyaksikan kelakuan Sella yang tanpa beban dan terkesan urat malunya putus.
Lelaki itu hanya tersenyum tipis, sebuah senyum yang lebih mencerminkan rasa canggung daripada keramahan. Ia memilih bangkit dari duduknya. "Oh ya, aku cabut dulu maaf buat kalau aku buat kamu kaget," ucapnya dengan nada yang terdengar sedikit kaku di telinga Dara.
Namun Dara tidak memperdulikannya, menunjukkan sikap acuh tak acuh. Ia masih menikmati makanan yang ada di tangannya dengan lahap. Seakan lelaki itu tak lebih dari udara yang berlalu begitu saja.
Sella, mencoba menghentikan kepergian lelaki itu. "Loh, kok lo ngak gabung sama kita aja, ini ada makanan banyak loh," ucapnya, suaranya terdengar sedikit memaksa.
"Sell," tegur Dela yang sedikit geram melihat tingkah Sella yang tak ada habisnya.
Lelaki itu berhenti, ragu-ragu. Ia melirik Sella, lalu ke Dela dan Dara yang sama-sama memperhatikannya. Senyum canggungnya masih terpatri di wajahnya. "Terima kasih atas tawarannya," katanya, suaranya masih formal.
"Tapi aku benar-benar harus pergi. Aku ada janji."
Sella mendengus, menarik tangannya dari lengan lelaki itu. "Janji? Janji apa? Sama siapa?" tanyanya, nada suaranya mulai meninggi.
Dela menepuk pelan lengan Sella, mencoba meredakan situasi. "Udah lah, Sell. Dia mau pergi ngak usah ditahan-tahan mulu."
Lelaki itu, tampak lega, mengangguk cepat. Ia kembali mengucapkan permisi, kali ini dengan nada lebih tegas, lalu berlalu pergi dengan langkah cepat.
Ketiga perempuan itu terdiam sejenak, suasana di antara mereka terasa tegang. Dara akhirnya meletakkan makanannya, menatap Dela dan Sella bergantian.
"Gue ngak suka sikap lo tadi, Sell," kata Dara, suaranya datar. "Lo agresif banget."
Sella manyunkan bibirnya, melipat tangan di dada. "Tapi kan dia ganteng, Ra! Sayang kalau dilewatkan begitu saja."
Dela menghela napas. "Ganteng bukan berarti harus dikejar-kejar kaya gitu. Lagian, lihat aja
gimana reaksi Dara sama lelaki asing itu, ngak nyaman banget."
Dara mengangguk setuju. "Gue belum kenal sama dia, terus tiba-tiba dia ngira gue lagi pingsan." ucap Dara menceritakan bagaimana orang asing itu bisa duduk bersama.
Sella, walaupun terlihat sedikit kecewa, akhirnya mengangguk. "Ok, gue ngerti. Lain kali gue akan lebih hati-hati." Ia tersenyum kecil, mencoba mencairkan suasana. "Tapi, gue tetap penasaran, siapa dia sebenarnya?"
Dela dan Dara bertukar pandang, sebuah senyum tipis di bibir mereka. "Cuman orang lewat, Sella," jawab Dela, suaranya terdengar datar, namun di balik ketentangannya tersirat sedikit kelelahan menghadapi spontanitas Sella yang kerap kali memicu situasi rumit. "Ngak perlu dipusingkan." Walaupun berusaha terdengar santai, menunjukkan sedikit kejengkelan yang tertahan. Ia menambahkan, dengan nada lebih lembut, "Lagipula, mencari tahu identitas orang asing yang hanya bertemu sebentar, bukan hal yang penting, bukan?"