Jodohku Guruku
Nurma terbelalak saat mendapatkan kabar dari ibunya jika Ayahnya memintanya untuk segera menikah, padahal Nurma sudah merasa bahagia karena sang Ayah yang sudah hampir seminggu lamanya mengalami koma, pada akhirnya tadi pagi sang Ayah sudah tersadar, Pak Prastyo telah mengidap kanker paru stadium empat, ia sudah melakukan pengobatan kemana pun namum takdir berkata lain, penyakitnya tak bisa disembuhkan. Dan menurutnya hari ini adalah saat yang tepat untuk menikahkan putrinya yakni Nurma dengan seorang pemuda yang ia yakini bisa menjaganya dan menyayangi nya sama halnya seperti dirinya
"Bu, kenapa Ayah meminta hal yang mustahil seperti ini? Nurma masih ingin sekolah Bu! " Nurma hanya bisa menangis meratapi nasibnya kali ini, seolah ia tak bisa menolak permintaan mutlak dari Ayahnya, sedangkan Widia sang ibu tak bisa berbuat banyak selain mengatakan apa yang sudah diamanatkan oleh suaminya.
"Nduk, kau tahu kalau Ayahmu mengidap sakit kanker paru stadium akhir dan Dokter sudah memprediksi jika usia ayahmu tidak akan lama lagi, maka dari itu ini lah kesempatan terakhirmu untuk bisa membahagiakan Ayahmu di sisa akhir hidupnya, Ayahmu yang mengatakan seperti itu pada ibu Nduk!" Bu Widia tak bisa membendung air matanya, ia juga belum siap jika sewaktu-waktu suaminya pergi meninggalkannya untuk selamanya. Namun jika takdir sudah berkehendak dan menginginkan sang suami tercinta menghadap sang khalik, manusia tak bisa berbuat apapun lagi.
Sambil menangis sesenggukan, Nurma meminta ibunya mengantarkan dirinya pergi ke Rumah sakit untuk menemui Ayahnya.
namun sang ibu tetap meminta putrinya yakni Nurma untuk mau di nikahkan dengan putra dari kerabat Ayahnya, dan memintanya untuk menikah hari ini juga.
"Tapi Bu...!" ucapnya lirih
"Tidak ada tapi-tapian Nurma, sudah tidak ada waktu lagi untuk mengulur-ulur waktu, demi permintaan terakhir Ayahmu Nduk, ibu mohon!" Bu Widia sampai mengatupkan kedua tangannya di hadapan Putrinya.
Nurma hanya bisa menangis, ia duduk lemas di atas lantai marmer yang dingin sampai menusuk ke dalam pori-pori kulitnya, rumahnya yang saat ini sudah tak memiliki apapun di dalamnya dan hanya menyisakan beberapa tempat tidur dan juga lemari pakaian. Kondisi perekonomian keluarga Nurma memang sedang tidak baik-baik saja semenjak Ayahnya jatuh sakit satu tahun yang lalu, usaha Ayahnya telah mengalami penurunan yang drastis dan hutang dimana-mana, sehingga memperparah kondisi kesehatannya.
Nurma menyeka air matanya, ia mengatur napasnya yang sempat tidak beraturan, sedangkan sang Ibu dengan sabarnya menanti jawaban dari putrinya.
'Jika memang ini adalah jalan satu-satunya aku bisa membahagiakan Ayah, aku rela mengorbankan segalanya termasuk kebahagiaan ku sendiri. Aku sangat menyayangi mu Ayah, semoga ada keajaiban agar Allah mengangkat penyakitmu!' Nurma berdoa dalam hati dan ia sudah mantap dengan keputusannya.
Dengan mengucap kata Bismillah, pada akhirnya Nurma memberikan jawaban kepada Ibunya.
"Baiklah Bu, aku bersedia menikah hari ini juga!" jawabnya mantap, dengan suaranya yang lantang.
.
.
Nurma menatap pantulan dirinya di jendela kaca ruang tunggu rumah sakit. Gaun putih sederhana yang ia kenakan terasa berat, bukan karena bebannya, melainkan karena makna di baliknya. Besok, ia genap berusia delapan belas tahun. Tapi hari ini, ia akan menikah.
Bukan pernikahan impiannya, bukan pula dengan pria yang ia kenal atau cintai. Ini adalah janji yang harus ia tepati, demi pria yang paling ia cintai di dunia ini, yakni Ayahnya.
Ayahnya yang selalu terlihat gagah, kini terbaring lemah di ranjang rumah sakit, di ambang batas antara hidup dan mati. Dokter telah mengatakan, waktunya tidak banyak. Dan di tengah samar-samar kesadaran, Pak Prastyo hanya punya satu permintaan terakhir, yakni melihat putrinya menikah dengan Satria.
Satria merupakan pria dewasa, yang usianya lima belas tahun lebih tua dari Nurma. Ia adalah putra dari Gunawan Prakoso, sahabatnya sedari ia kecil dan sebenarnya pernikahan ini sudah ia rencanakan sedari dulu, pria yang tenang, berwibawa, dan asing bagi Nurma. Nurma mendengar bisikan perawat bahwa Satria adalah sosok pria terpercaya yang Ayahnya yakini akan mampu menjaganya dengan penuh tanggung jawab.
Pintu terbuka, sosok tinggi Satria muncul, ia mengenakan Kemeja putihnya, tampak rapi, kontras dengan ekspresi matanya yang tampak serius dan sedikit berduka. Ia membawa sebuah buket bunga lili putih, bunga kesukaan calon ayah mertuanya.
"Kita sudah siap, Nurma," suara Satria terdengar rendah, nyaris berbisik. "Ayahmu menunggumu."
Nurma mengangguk, tanpa suara. Ia menarik napas panjang, menepis rasa takut, menanggalkan impian masa remajanya, dan menggantinya dengan rasa bakti yang mendalam.
Mereka berjalan ke kamar perawatan VIP, Aroma antiseptik bercampur dengan bau bunga lili, di tengah ruangan tersebut, Pak Prastyo terbaring, selang dan monitor menjadi pemandangan yang menyayat hati. Namun, begitu melihat Nurma, senyum lemah terukir di bibirnya.
Seorang penghulu dan dua saksi telah menunggu. Suasana sakral tercipta di tengah kesibukan mesin medis.
"Nurma, putriku," suara Pak Prastyo serak dan lemah. "Tolong, kabulkan permintaan terakhir Ayah, jadilah istri yang baik untuk Satria. Ayah tahu, dia akan menjagamu lebih baik dari siapapun."
Air mata Nurma menetes, Ia berlutut di samping ranjang, menggenggam tangan Ayahnya yang dingin.
"Iya, Ayah, Nurma bersedia, ini semua demi Ayah."
Di hadapan Ayahnya, dengan sisa-sisa kekuatan terakhirnya, prosesi pernikahan akhirnya dimulai. Satria mengucap ijab kabul dengan lantang dan jelas, suaranya menggetarkan seisi ruangan.
"Saya terima nikah dan kawinnya Nurma binti Prastyo dengan mas kawin tersebut dibayar tunai."
Saat kata-kata itu selesai diucapkan, udara terasa hening, Nurma kini telah resmi menjadi Istri dari Satria Galih prakoso. Satria berbalik, menatap Nurma, matanya bertemu, menyampaikan janji tanpa kata-kata untuk memikul tanggung jawab besar ini.
Kemudian, Nurma mendekati Ayahnya, Ia meraih tangan Satria, dan meletakkannya di atas tangan Ayahnya.
"Ayah, kami sudah menikah," bisik Nurma, air matanya terus saja membasahi wajahnya.
Ayah pun tersenyum, sebuah senyuman yang tulus, damai, dan penuh kelegaan. Sang Ayah memejamkan mata, memegang erat kedua tangan yang kini telah terikat. Ia berbisik, suara yang hanya bisa didengar oleh Nurma.
"Terima kasih, putriku..."
Genggaman tangan Pak Prastyo perlahan melemah. Monitor di belakangnya mulai mengeluarkan bunyi panjang yang monoton. Detak jantung Pak Prasetyo telah berhenti.
Pernikahan Nurma dan Satria menjadi pesta pernikahan di ujung senja, saksi dari sebuah janji bakti yang agung, dan awal dari sebuah takdir baru yang asing bagi mereka berdua.
Nurma bangkit, menatap Satria. Ia telah kehilangan pria yang dicintainya, dan kini, ia harus belajar mencintai pria yang baru saja dinikahinya.
Satria mendekat, menaruh tangan di bahu Nurma, Ia tidak berkata apa-apa, hanya kehangatan tangannya yang menyampaikan pesan, "Kau tidak sendiri, ada Aku di sini."
Di kamar rumah sakit yang penuh duka, sebuah babak baru kehidupan Nurma dimulai, di bawah bayangan janji suci dan kenangan akan cinta seorang Ayah pada putri semata wayangnya.
Bersambung...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 29 Episodes
Comments
§𝆺𝅥⃝©༆𝓐𝓯𝔂𝓪♡𝓣𝓪𝓷༆ѕ⍣⃝✰
kk hadir di sini thor... di awal cerita sudah ngesak bgt buat nurma semoga kamu terus kuat ya
2025-10-31
1
neny
hadir akak,,baru bab pertama udh ada bawang nya,,smg bab2 selanjut nya bawang nya sedikit ya kak,,kan gk mungkin dlm rmh tangga tuh gk ada bwang nya,,gk siip kt nya,,tp jng kebanyakan ya kak🤭🤭,,semangat akak💪😘
2025-10-28
1
Ghiffari Zaka
mohon iZhin gabung Thor.....
baru bab awal aja ud mantap,ud baper,gmn lanjutnya ya.....😭😭
moga pengorbanan mu GK sia2 ya Nurma,semoga baktimu di balas kebahagiaan yg berlimpah dr allah🥰🥰🥰🥰🥰🥰🥰🥰🥰
2025-10-28
1