Sweet Revenge
"Nathalia."
Naresh memanggil nama gadis kecintaannya itu cukup keras. Sekolah masih sepi. Nathalia sendirian menyusuri lorong kelas. Ini keberuntungan yang ngga boleh dia sia siakan.
Gadis itu Nathalia Rania. Gadis galak tapi sangat cantiik. Naresh sudah menyukainya sejak mereka bareng di kelas sepuluh.
Gadis itu memiliki kembaran dan banyak sepupu di SMA swasta elit ini. Dengar dengar, pemilik yayasan sekolah ini adalah keluarganya. Hal tersebut tidak membuat Naresh rendah diri.
Lagi pula Nathalia hanya galak. Dia tidak sombong. Sepupu sepunya juga begitu. Beberapa diantaranya hanya terkenal jahil.
Naresh menggenggam erat tasnya saat sudah berada di depan gadis itu.
"Ada apa?"
Naresh tersenyum. Dia membuka tasnya dan mengambil sebuah amplop. Walaupun sudah ngga jamannya lagi menulis surat, tapi Naresh tetap merasa lebih bisa menuangkan semua isi pikirannya untuk Nathalia lewat media kertas.
Berhari hari Nares menulisnya, dan hampir sebulan surat itu ada di dalam tasnya. Karena baru kali ini Naresh menemukan Nathalia yang sedang sendirian.
"Dibaca, ya." Setelah memberikannya, Naresh berlalu pergi dengan degup jantung yang berpacu cepat.
Naresh meliriknya dan dia tersenyum ketika melihat Nathalia langsung menyimpannya ke dalam tasnya.
Dia akan menunggu jawaban Nathalia. Mungkin besok. Membayangkannya saja sudah membuat jantung Naresh ingin terbang.
"Naresh, pinjam pe er matematika." Beberapa teman laki lakinya menghadang. Naresh membuka tas punggungnya dan menyerahkan buku prnya.
Sudah biasa kalo teman temannya meminjam pr darinya. Bukan hanya pr saja, bahkan pulpen, penggaris, jangka, buku tulis juga. Karena itu tas Naresh selalu penuh karena dia selalu membawa propertinya lebih dari satu.
Saat bel lima menit lagi akan berdentang, Nathalia bersama.kembarannya dan para sepupunya memasuki kelas.
Naresh deg degan ketika matanya bertemu dengan mata tajam Nathalia. Tapi gadis itu melengos.
Dia sudah baca belum, ya? Naresh semakin deg degan. Reaksi Nathalia membuat Naresh jadi overthinking.
Dia ditolak?
Akhirnya bel berdentang juga dan guru matematika mereka masuk ke kelas.
Selama hampir dua jam pelajaran tidak ada masalah, hingga guru mereka keluar untuk menerima telpon. Terdengar langkah langkah kaki temannya yang berjalan keluar kelas. Naresh tidak mempedulikannya. Suasana kelas masih tenang
Di saat hening begitu terdengar suara lantang Abiyan melafalkan kalimat kalimat yang dia kenal.
APA?! Naresh terhenyak.
Abiyan membaca isi suratnya hingga kimi terdengar tawa dan sorak sorai dari tenan teman satu kelas.
"Diammu membuat semua sabda luruh, An jayyyy....."
"Huuu......"
"Lanjutkan Biyan...."
"Wahahahaha......."
"Cakeeeep.........."
"Wahahahaha........"
"Tenang woooiii.....," seru Abiyan membuat seisi kelas menuruti ucapannya.
"Tenangmu membuat semua kegaduhan sirna, cieee........"
"Lanjuuut........."
"Wahahahahaha......"
"Siapa yang ngirim suratnya, Biyan?" seru beberapa teman laki laki mereka.
"Buat siapa, tuh," tanya teman laki laki Naresh yang lain ingin tau.
"Sebentar, dong. Ada lanjutannya," tolak Abiyan memberikan jawaban.
Naresh terpaku.
"Indahmu meneduhkan hati dan memperangkapnya.... Gila..... Udah bucin parah ni yang nulis."
Suara tawa meledak lagi. Bahkan terdenger bunyi gebrakan meja beberapa kali.
Kelas benar benar heboh.
"Biyan! Surat itu dari siapa dan untuk siapa?" teriak teman laki laknya ngga sabar.
"Sebentar pemirsa..... Mau lanjut nggak nih?" pancing Abiyan dengan wajah super jahilnya.
"Lanjuuttt......!"
Suara tawa dan teriakan terus saja bergema.
"Nathalia....... bagiku kamulah peri yang selalu ada di dalam hatiku. Naresh......."
Hening sesaat. Semua tatapan kini tertuju padanya. Tubuh Naresh membeku.
Tapi nggak lama kemudian tawa mereka meledak keras. Sangat keras. Menghancurkan hatinya.
"Naresh.... Ngga salah, nih, lo suka sama Nathal," komen Abiyan dengan tampang ngga bersalahnya. Malah dia tertawa berderai derai sambil menggoyang goyangkan kertas suratnya.
Naresh melihat Nathalia yang tergopoh gopoh memasuki kelas dan merampas surat itu dari Abiyan-sepupunya. Beberapa sepupu perempuan yang baru datang bersamanya juga membantunya.
Abiyan jadi bulan bulanan para sepupunya itu.
Surat yang ditulis dengan sepenuh hati-khusus untuk Nathalia kini sudah diketahui semua temannya satu kelas.
Naresh kemudian tertunduk. Dia ngga tau apakah Nathalia berhasil mendapatkan suratnya atau tidak, sampai kemudian guru matematika kembali memasuki kelas.
Kelas yang tadinya heboh seperti pasar mendadak hening.
"Naresh, bawa tasmu. Kamu diijinkan pulang."
Kepala Naresh terdongak, menatap guru matematikanya-Bu Lilis bingung.
Ada apa lagi? Tapi dalam hatinya dia bersyukur karena secara ngga langsung gurunya sudah menyelamatkannya.
Bu Lilis mendekat dan membuat Naresh mematuhi perintahnya
Tidak ada yang bertanya, mereka masih terkejut dengan sisa euforia tadi yang tak diduga.
Sampai Naresh akhirnya pergi bersama Bu Lilis dengan tas punggung besarnya.
Dia tidak menatap Nathalia sama sekali, tidak peduli apakah gadis itu mengasihaninya atau acuh saja. Yang Naresh tau, dia sudah ditolak. Sekarang satu kelas sudah tau isi suratnya buat Nathalia.
Naresh semakin heran karena Bu Lilis mengantarnya langsung dengan mobilnya.
"Bu, ini bukan jalan pulang ke arah rumah saya," ucapnya pelan.
"Kita ke rumah sakit, Naresh."
Alisnya bertaut.
"Nenek kamu kena serangan jantung."
DEG DEG
Padahal tadi pagi neneknya baik baik saja.
"Nenek.... baik baik saja, kan, bu?" tanyanya khawatir.
"Berdo'a Naresh."
Naresh tidak bertanya lagi.
Tapi firasat buruk memasuki hati dan pikirannya. Wajah Bu Lilis nampak tegang.
Nek, bertahanlah, harapnya dalam hati. Di dunia ini dia sudah tidak punya siapa siapa lagi. Mamanya sudah meninggal. Papanya? Dia ngga tau ada dimana. Belasan tahun dia dibesarkan neneknya seorang saja.
Naresh sekarang sudah berada di rumah sakit. Dia terlambat. Neneknya sudah tiada.
Kejutan untuknya masih berlanjut. Seorang laki laki yang masih tegap menghampirinya dengan wajah penuh kesedihan.
"Naresh! Sekarang kamu ikut papa."
Papa? Kata itu terus terngiang dan terdengar aneh di telinganya.
Naresh masih menatap jasad neneknya yang sudah terbujur kaku
"Nanti pulang sekolah, kita makan di restoran favorit kamu." Kata kata terakhir neneknya memukul keras hatinya.
Naresh masih ingat dengan senyum lembutnya. Saat itu Naresh ngga melihat tanda tanda neneknya akan sakit parah hingga meninggalkannya secepat ini.
Neneknya masih baik baik saja. Masih sehat.
Matanya memanas hingga kaca mata bulatnya mulai berembun.
Dia menggenggam erat tangan yang masih hangat itu.
"Kamu ikut papa, Naresh."
Naresh ngga menjawab hingga beberapa perawat menjauhkannya dari neneknya.
"Sekolahmu akan pindah. Papa sudah mengurusnya," ucap papanya lagi.
Kenapa kebetulan sekali, batin Naresh. Setelah kejadian memalukan di kelas tadi, memang dia sudah ingin pindah sekolah.
Tapi kenapa neneknya harus meninggalkannya juga?
Dada Naresh sesak.
Naresh diam dan menurut saja ketika papanya membawanya keluar meninggalkan rumah sakit. Jiwanya sudah terbang. Hanya ada raganya saja.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 21 Episodes
Comments
Elizabeth Zulfa
ya ampuuuuunnnn..... kok nyesek sih Thor... baru awal part loh ini 🥺🥺🥺
2025-09-15
1
Saadah Rangkuti
pantesan up nya lama ya thor kisah jayandru, ternyata cerita baru lagi ini.. gasskeeennn 🥰🥰
2025-09-16
1
Tri Handayani
mampir thorrr'mudah-mudahan nanti endingnya g kya fadel kayana y thorrr'baru bahagia udah end saja.
2025-09-15
1