"Juragan meminta pesta pernikahan yang mewah. Semua biaya ditanggung oleh juragan sendiri, besok jangan sampai ada kesalahan. Kalau tidak ingin juragan marah," ucap Kang Sumar, kepala pelayan yang diutus juragan untuk mengantarkan barang-barang lamaran ke rumah Asep.
Dengan wajah sumringah, mata berbinar-binar, Asep dan istrinya menatap rakus pada kotak yang berisikan seperangkat perhiasan mengkilap.
"Ba-baik, Kang Sumar. Katakan pada juragan kami pasti tidak akan mengecewakan," sahutnya tak sabar ingin menikmati barang-barang milik Wulan itu.
Kang Sumar mengangguk-anggukkan kepalanya. Kemudian, tanpa dipersilahkan ia duduk di bangku kayu di ruang tamu rumah Asep. Sang empu saling melirik satu sama lain, bertanya-tanya di dalam hati mengapa tidak segera pergi.
"Saya menunggu Neng Wulan, memastikan calon istri juragan sendiri yang menerima barang-barang lamaran ini. Ini juga atas perintah juragan," ucapnya menjelaskan tanpa diminta.
Asep gugup, tapi istrinya mendengus kesal. Sari yang sejak tadi mengintip di balik pintu kamarnya pun ikut merasa jengah dengan sikap Kang Sumar. Dia tergiur dengan kilau menyilaukan emas di dalam kotak tersebut.
"Sial! Si tua bangka itu bukannya cepat pergi. Kenapa malah duduk, sih?" Sari mengumpat kesal, menghentak-hentakkan kaki sambil berjalan mendekati ranjang.
"Ta-tapi, Kang, Wulan tidak ada di sini. Kemarin dia pulang ke gunung, katanya tidak mau tinggal di sini," ucap Asep berbohong.
"Saya tidak mau tahu, sebelum ketemu neng Wulan saya tidak akan pergi," ucap Kang Sumar keukeuh.
Asep dan istrinya saling berbisik satu sama lain, bingung harus melakukan apa untuk mengusir lelaki seusianya itu. Beberapa saat menunggu, sesosok bayangan muncul perlahan mendekati pintu yang terbuka. Dia Wulan, gadis jelita yang mengenakan kebaya sederhana berwarna coklat muda datang tanpa diundang.
Kang Sumar beranjak, mendekati Wulan penuh takzim seolah-olah ia adalah nyonya istana yang harus dihormati.
"Neng Wulan? Memang benar kabar yang beredar. Neng Wulan memang cantik jelita, kembang desa Munding. Mutiara yang tersembunyi di puncak gunung dan tidak tersentuh. Perkenalkan, saya Sumar, kaki tangan juragan Nata datang mengantarkan barang lamaran untuk Neng Wulan," ucap Kang Sumar sedikit membungkuk memberi penghormatan kepada Wulan.
"Oh, saya kira tidak akan ada barang-barang lamaran. Kang Sumar, saya mau tanya. Semua ini apa ada catatannya? Terus apa besok boleh saya bawa ke rumah juragan?" tanya Wulan dengan polos.
Kang Sumar tertawa, sementara Asep keringat dingin mendengar pertanyaan itu. Mengumpat dan menyumpah-serapahi Wulan karena ingin membawa semua barang itu bersamanya.
"Oh, tentu saja. Neng Wulan boleh membawa semuanya karena ini semua punya Neng Wulan sendiri. Pemberian juragan, dan ini semuanya sudah saya catat tidak kurang satu pun," jawab Kang Sumar seraya memberikan secarik kertas yang terbuat dari kulit kambing.
"Terima kasih banyak, Kang." Wulan menerima kertas tersebut dan menyimpannya di pinggang.
"Kalau begitu saya permisi dulu, Neng. Kebaya pengantin sudah disiapkan, jangan pakai yang lain. Kalau tidak juragan akan marah, itu juragan sendiri yang milih," ingat Kang Sumar sembari melirik istrinya Asep yang begitu tergiur dengan bahan brokat mewah yang tergeletak di atas meja.
Wulan mengangguk, mengumpulkan semua barang-barang lamaran dan menyimpannya ke dalam kotak kayu yang sudah ia siapkan.
"Apa kamu benar-benar mau bawa semuanya ini, Wulan? Bapak rasa tinggalkan saja di rumah. Kami pasti akan menjaganya untukmu," rayu Asep berharap Wulan akan setuju.
Wulan mendengus, apalagi saat melihat wajah serakah ibu tirinya itu. Tak akan dia meninggalkan satu barang pun di rumah itu.
"Sebaiknya Bapak tidak ingkar janji, besok surat tanah warisan ibu harus Bapak berikan pada Wulan," ujar Wulan seraya membawa kotak itu masuk ke kamarnya.
"Anak kurang ajar! Anak durhaka!" umpat Asep kesal.
****
Esok hari, Wulan mengenakan kebaya yang diberikan juragan. Dengan dandanan sederhana, rambut disanggul, dan dipasangkan untaian bunga melati segar. Wulan yang cantik, semakin bersinar.
"Harusnya kebaya itu aku yang pakai. Kebaya bagus itu terlihat jelek di tubuhnya," umpat Sari kesal melihat sosok Wulan yang duduk anggun di depan cermin.
Dua orang dayang dikirim langsung dari kediaman juragan, memastikan penampilan Wulan sempurna di hari pernikahannya. Ia beranjak, dituntun kedua dayang itu keluar dari kamar.
"Wulan, sado mang Ujang tidak besar. Kamu tidak keberatan kalo kita semua naik di sana, 'kan?" ujar Asep saat melihat Wulan keluar.
"Neng Wulan akan dijemput oleh Kang Sumar sendiri. Kalian tidak perlu khawatir," ucap salah satu dayang seraya membawa Wulan keluar ketika suara kuda terdengar meringkik.
Sado Kang Sumar sudah terparkir di halaman, dibantu kedua dayang Wulan menaikinya. Di bawah tatapan iri Sari serta ibunya.
"Dia cuma istri penebus hutang, kenapa juragan memperlakukannya dengan istimewa?" kesal Sari cemburu.
"Kamu jangan iri. Sekarang dia seperti ratu, tidak tahu setelah masuk ke rumah itu akan seperti apa nasibnya. Semua orang tahu seperti apa juragan Nata itu," ucap Patma mencibirkan bibir.
Sari tersenyum sinis, dia sangat menantikan kabar itu.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 38 Episodes
Comments
Liana CyNx Lutfi
Perkasanya si juragan pnya istri 4 ..akan dimulai kehidupan wulan yg sesungguhnya menghadapi istri2 juragan yg iri bin licik
2025-09-07
2
vj'z tri
🤣🤣🤣🤣🤣🤣🤣🤣 ada yang menangis guling guling ini gak bisa ngembat barang seserahan 🤣🤣🤣🤣🤣
2025-09-11
2
Memyr 67
𝖼𝗋𝖺𝗓𝗒 𝗎𝗉? 𝗌𝗒𝗎𝗄𝖺 𝖽𝖾𝖼𝗁. 𝗌𝖾𝗆𝖺𝗇𝗀𝖺𝗍 𝗍𝗁𝗈𝗋
2025-09-06
2