Marina melewati hutan berkabut.
Matanya kosong, tak ada lagi nyala lentera kehidupan.
Tak ada lagi harapan untuk hidup lagi, lalu apa ini? Waktu hidup 100 tahun? Lebih baik dia mati ditelan monster daripada harus tersiksa sendirian.
"Kau ke mana saja? Kok tidak ada dua minggu ini?"
'Oh, singkat sekali ya... Di duniaku, terasa 10 tahun. '
Marina tak menjawab pertanyaan ibu kos, dan langsung menutup pintu begitu saja.
"Ada apa dengannya?"
Click-
Lampu menyala terang, Marina menaruh tas selempang ke atas meja. Dia melihat dirinya sendiri, darah yang seharusnya jadi corak seragamnya kembali lagi menjadi seragam putih seperti sedia kala.
"Mereka semua jahat, meninggalkanku..."
Marina membersihkan diri, setelah itu dia membuka satu bingkisan kotak kecil."Selamat untuk nona Marina Yuana Tia, anda mendapat kupon untuk membiayai apapun."
"Unlimited, tak kan habis."
"Selamat 🎊🎉"
"AKU TAK BUTUH!"
"AKU TAK BUTUH UANGMU! AKU TAK BUTUH UANGMU! AKU TAK BUTUH UANGMU!"
"AKH!"
Marina membuang kupon kartu ke tong sampah, dia menutup diri dengan selimut tebal.
.
.
.
keesokan paginya...
Ting...tong..
Ting...tong...
"Apakah Marina ada di rumahnya... Apa dia sudah kembali ke kosannya?"
"Hei, siapa kamu?" Seru ibu kos.
"Ah maaf, bu. Maaf mengganggu... Saya adalah guru pengajar Marina, dia adalah murid saya."
"Karena tak lama masuk, saya jadi khawatir bu. Maaf kalau saya mengganggu,"
Ibu kos melambai heran."Aduh, kamu cari Marina? Dia baru pulang kemarin malam. Tunggu sebentar ya, biar aku panggilkan dia."
Dug! Dug! Dug!
"MARINA!"
"KELUAR MARINA! ADA GURUMU ITU LHO! CEPAT KELUAR!"
"Ah sudah bu tak usah kalau memang tak ada."
"Kata siapa?! Ada kok dia, cuma seperti biasa, malas aja dia tuh."
"Saya tidak enak sendiri, maaf bu merepotkan,"
"Enggak lah."
Ibu kos terus menggedor pintu kos Marina, lalu pada ketokan keras ke sepuluh pada akhirnya Marina pelan-pelan keluar.
"Oh, ada apa bu?"
"Selain belum bayar uang bulanan, rupanya kamu bolos sekolah, juga, ya Marina? Mau ku telepon ayah ibumu?"
Marina mengucek mata, dia menguap kecil. Wajahnya pucat pasi seperti patung personel.
"Hanya itu kan, permisi saya mau lanjut tidur-"
"Hei sialan! Anak bandel! Lihat siapa di belakang ku ini! Dia terus cari kau! Tapi kau tak pulang-pulang, ku kira sudah mati. Lihat ini, gurumu mencari,"
Marina langsung membola mata lebar, dia melihat seorang yang akan menemui takdir kematiannya.
3 day 24 hour 60 second.
Waktu langsung dimulai, dia melihat tampang gurunya.
"Bu Siska..."
"Hm? Iya nak Marina? Ada apa?"
"Apa kamu bisa mengizinkan ibu masuk ke dalam?"
"Nak?"
Marina diam saja dipanggil, sampai ibu kos langsung menepuk tangan keras.
"Hei! Melongo aja kau Marina! Sambut gurumu masuk ke dalam!"
"Ah, iya..."
Marina melebarkan pintu, ruangan yang sangat sunyi dan sepi di dalam membuat ibu kos dan gurunya terdiam.
"silakan, bu Siska,"
"Oh, baiklah... Permisi bu,"
Ibu kosan ikut menunduk setelah guru dan murid masuk ke dalam. Ibu kos hanya menggaruk leher,"hm... Kenapa rasanya, ada yang aneh ya?"
"Ah sudahlah! Aku mau cuci piring, belum cuci baju, lalu bla...bla...bla..."
.
.
.
"Ini,"
"Tak perlu repot-repot Marina, kamu buat ibu jadi seperti tamu spesial di sini."
Marina diam saja, gurunya meneguk ludah. Dia menyesap teh yang masih panas.
"Ah! Wah! Panas..."
"Hati-hati."
Marina mengelap air teh yang belepotan di meja, ibu Siska juga ingin ikut membantu tapi segera diselesaikan dalam waktu dua detik.
"Marina..."
"Ibu khawatir denganmu nak, apa yang terjadi? Kenapa tidak ada izin?"
"Tapi saat saya bicara pada orangtua mu, katanya kamu bersama mereka, pulang kampung. Benarkah itu?"
Marina terdiam, dia berhenti mencuci tangan. Matanya menatap tajam ventilasi jendela.
"Iya bu, saya pulang kampung. Maafkan saya, saya begitu rindu dengan keluarga saya hingga tak bisa membendung perasaan ini."
"Tapi dua minggu ini cukup lama lho nak, kalau bisa pakai surat keterangan ya?"
Marina langsung menunduk.
"Maafkan saya bu, tidak akan saya ulangi. Saya berjanji,"
Bu Siska menggeleng cepat,"bukan begitu maksudku Nak, tapi kalau bisa telepon ibu atau beritahu dulu dengan datang ke sekolah, kalau begini ibu jadi khawatir kalau kamu kenapa-napa."
Marina memegang celananya erat, dia memejam mata frustasi.
"Bu Siska..."
"Iya nak?"
"Tolong, tetaplah bertahan."
"Sampai selesai, tolong... Saya harus melihat wajah Anda lagi,"
"Um? Apa yang kamu bicarakan Marina?" Tanya gurunya, dia penasaran apa yang dimaksud.
"Bu, tolong."
"Setiap monster ada kelemahannya. Monster hitam itu yang paling susah, dan monster merah itu ada di tengah kesusahan sedangkan tak perlu khawatir dengan hantu-hantu kecil, tak perlu masalah,"
Bu Siska terdiam, diamnya mencoba berpikir apa yang terjadi di sini?
"Nak, kamu tak apa?"
"Apa yang terjadi... -"
Khawatir bu Siska memegang pundak muridnya.
Marina menepis tangan wanita itu, lalu digenggam erat."Bu, tolong... Jangan sampai anda kena mental. Tolong tetap bertahan sampai akhir, hanya itu cara anda bisa bertahan..."
"Saya akan sangat senang, kalau ibu bisa bertahan sampai akhir,"
Bu Siska sedikit tertawa kecut."Saya pun tidak tau apa yang kamu maksud nak, tapi... Mana mungkin saya begitu kan? Tentu ibu akan terus bertahan, ibu itu terus membimbing murid-murid ibu seperti kamu ini."
"Ibu berharap kamu bisa masuk kembali, ya?"
"Ah-"
"Baiklah" Lirih Marina, dia menunduk kecewa.
.
.
.
Papan iklan disentuh Marina.
Wajah yang tergantikan, Marina bisa mengenal persis siapa yang sebenarnya ada di dalam papan iklan ini.
Kini sudah terganti.
Yang mati seolah bukan lagi salah satu bagian dari dunia ini.
Tapi mereka seolah tak pernah dilahirkan.
Mereka yang dikira ada sudah tak lagi dikenal.
Hanya Marina saja.
Dia menuju ke kuburan, papan-papan nama dan juga note kertas milik orang-orang yang ditempel, berharap orang yang mereka doakan bisa bahagia di atas sana.
"Silakan, Rp 5.000 anda bisa mengambil 3 kertas catatan, dan satu keberuntungan,"
"Satu keberuntungan?"
'Itu mengingatkan ku pada dukun yang sebelumnya disewa Joy untuk membuatnya bisa menang permainan, rupanya itu hanya penipuan. '
"Aku beli catatan saja dan bolpoin."
"Silakan kak."
Marina menawar 3 kertas dan satu bolpoint, dia menulis semua nama pemain yang dia kenal sebelumnya di permainan itu.
Terutama lima orang yang sangat spesial dihatinya.
"Joy... Aku masih ingat denganmu. Jangan khawatir, kalau orang lain sudah melupakanmu. Denganku? Tidak akan."
Lalu dia tempel di tembok, berkumpul dengan ratusan nota yang hanya menjadi pernak-pernik mata."Tenanglah di alam sana."
"di manapun kalian."
Bersambung...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 26 Episodes
Comments