Bab 3 : Ikhlas Cinta Rayandra

..."Bukan waktu yang menentukan keadaan, tapi takdir yang mengatur kehidupan. Dan jika sudah tidak ada peluang untuk tetep bersamanya, maka hanya ada ikhlas yang menjadi jalan pertama."...

...~~~...

Satu Minggu Kemudian.

Tidak terasa sudah satu minggu berlalu, setelah pernikahan Raihan dan Alya di Pondok Pesantren Darussalam. Dan sudah satu minggu pula, Alya tinggal dalam satu rumah bersama mertuanya, yakni Bunda Zahra dan Ayah Muhtaz, serta Rayan yang kini menjadi adik iparnya.

Tak di sangka sebelumnya, semua yang di harapan terjadi juga. Di maka, Alya dan Raihan bisa saling menerima menjadi suami istri yang saling mencintai, sehingga tidak ada celah untuk membuat keduanya terpisahkan.

Dan tak saring juga, Rayan melihat keromantisan pengantin baru itu, sampai membuat matanya perih hanya sekedar sekilas melihat kedekatan keduanya. Bukan satu atau dua kali Rayan melihat pemandangan itu, tapi sudah lima tahun ia melihat kedekatan abangnya dengan Alya, tapi ia tetep kuat hanya saja kali ini Rayan sudah begitu rapuh dari sebelumnya.

Selama satu minggu ini, Rayan pun memutuskan untuk tidak banyak berada di rumah, dengan menyibukkan dirinya di luar, memilih berkerja sebagai fotografer, serta menghilangkan rasa sakit yang ia rasakan, dan sedikit menghindar dari yang membuat hatinya itu terluka.

Namun, tak memupuk kemungkinan untuk Rayan menghindar, karena pada nyatanya ia tetap pulang ke rumah orangtuanya, dan melihat pemandangan yang menyesakkan hatinya itu kembali.

Seperti saat ini, Rayan baru saja pulang kerja dari studio foto pukul tujuh malam, dan ia berjalan masuk ke dalam rumah besar itu. Akan tetapi, hal yang ia lihat pertama kali itu berhasil membuat hatinya sakit.

"Sabar Rayan, kamu pasti bisa lewati ini semua. Kamu harus ikhlas dan tabah menerima kenyataan ini. Dan ingat, sekarang Alya bukan hanya wanita yang aku cintai, tapi juga kakak iparku sendiri," batin' Rayan berucap sembari menguatkan hatinya yang sudah rapuh dan hancur.

Dengan tanpa banyak bicara, Rayan berlalu meninggalkan pasangan pengantin baru yang tengah duduk di sofa itu, dengan memilih pergi menaiki anak tangga untuk menuju kamarnya.

Namun, saat kakinya ingin menaiki anak tangga, tiba-tiba suara bariton yang begitu di kenalnya membuatnya seketika berhenti.

"Dek, jam segini baru pulang kerja?" tanya Raihan yang masih duduk di sofa bersama Alya.

Sontak saja Rayan menarik nafasnya pelan dan menghembuskannya perlahan guna menegangkan dirinya. Sampai ia pun berbalik untuk menatap saudara kembarnya itu.

"Iya Bang, aku baru pulang dari studio foto. Hari ini cukup banyak pelanggan makanya aku lembur. Dan sekarang aku mau bersih-bersih dulu," jawab Rayan dengan tidak banyak menjelaskan.

"Oh pantasan, duduk di sini saja dulu sama kita, kamu juga pasti masih capek itu Dek. Ngopi dulu saja di sini," ujar Raihan dengan satu tangan yang merangkul pundak sang istri. Di mana Alya juga tengah bersandar di pundak Raihan dengan begitu mesra.

Sejenak Rayan terdiam hanya dengan melihat pemandangan itu saja, tapi ia pun berusaha bersikap baik-baik saja.

"Terimakasih Bang, tapi nanti saja. Badanku sudah lengket, tidak enak. Aku bersih-bersih dulu di atas ya? Sekalian mau istirahat, Abang sama Alya. Eh maksudnya, Kak Alya lanjutkan menikmati saja waktu berduanya, oke?" ucap Rayan dengan tersenyum tipis, walaupun terkesan canggung pada saat mengucapkan panggilan yang tak biasa itu kepada Alya.

"Ya udah, kamu cepat bersih-bersih gih, Dek!" Raihan pun mengalah, dengan membiarkan adiknya itu melakukan apa yang di inginkannya.

Rayan hanya tersenyum mendengarnya, lalu kembali menaiki anak tangga yang tertunda itu. Akan tetapi, lagi-lagi suara seseorang menghentikan langkahnya, dan kali ini suaranya begitu lembut sampai menyentuh sanubari hatinya yang masih terluka.

"Rayan, tunggu!" pinta Alya dengan menatap punggung Rayan yang hendak pergi.

"Iya ada apa, Kak Alya?" sahut Rayan dengan cepat berbalik dan menatap wajah cantik itu.

"Eemmm ... gimana foto album pernikahan aku dan Mas Raihan, sudah jadi belum?" tanya Alya dengan sedikit ragu untuk bertanya.

Deg.

Pernyataan itu sungguh menghancurkan hati Rayan, tepi dengan sekuat tenaga laki-laki itu menahan dirinya agar tidak larut dalam luka terlalu lama.

"Belum, Kak. Mungkin tiga hari lagi jadi, nanti aku kabari Kak Alya, jika sudah siap albumnya ya?" jawab Rayan dengan berusaha terlihat ramah seperti biasanya.

"Oh oke, terimakasih Rayan. Nanti jangan lupa kabari aku loh! Ingat, itu sangat penting untuk aku dan Mas Raihan!" ucap Alya dengan senyum di bibirnya, walupun tengah memperingati Rayan.

"Iya, aku ingat kok. Kamu tenang saja, nanti terima jadi!" balas Rayan dengan menahan sesak dalam kepura-puraan yang membuat hatinya semakin terluka perlahan.

"Oke, thank Rayan," ucap Alya dengan tersenyum manis, lalu kembali melanjutkan kemesraan yang tertunda itu bersama sang suami.

Rayan hanya mengangguk saja, dengan buru-buru pergi dari tempat itu, dan segara masuk ke dalam kamarnya untuk menangkan diri dari apa yang di lihatnya itu di bawah.

Tanpa di sadari boleh Alya pun, hati Rayan begitu terluka dengan ucapannya yang membuatnya tak berdaya. Jika saja bukan Rayan yang berada di posisi ini, mungkin ia akan bunuh diri untuk menghilangkan luka tak berdarah itu. Namun, Rayan cukup waras untuk melakukan hal konyol itu, walupun rasanya hidupnya sudah hancur.

***

Pukul sepuluh malam, Raihan tiba-tiba keluar dari dalam kamarnya, dengan wajah gelisah, sembari memegang ponsel yang terus berdering tak kunjung berhenti. Sampai Rayan pergi ke teman belakang rumah, dengan menerima panggilan telepon dari orang yang di kenalnya itu.

"Sudah aku bilang jangan telpon-telpon aku lagi, ngerti!" tegas Raihan yang tiba-tiba langsung marah pada saat menerima panggilan teleponnya itu.

"Cukup! Aku sudah menikah, jangan ganggu aku lagi! Dan berhenti menghubungi aku lagi, atau kamu tahu akibatnya nanti!" lanjut Raihan dengan wajah memerah dan emosi tak tertahan lagi.

Suara menggelegar itu, cukup membuat seorang laki-laki yang baru saja ingin pergi ke dapur untuk mengambil air minum, tiba-tiba terhenti karena suara Raihan yang terdengar cukup keras itu, terlihat berdiri di taman belakang rumah, dan tidak jauh dari dapur.

"Suara Bang Raihan, ada apa dengannya?" gumam Rayan yang tiba-tiba tertegun sembari melihat sekelilingnya untuk mencari keberadaan abangnya itu.

Sampai suatu ketika, matanya melihat kaca jendela dapur yang terbuka, dengan memperlihatkan Raihan yang tengah berdiri di taman tidak jauh dari sana, dengan terlihat tengah marah-marah dari caranya menerima panggilan telepon.

"Bang Raihan, sedang apa dia di taman malam-malam kayak gini? Dan kelihatanya dia terlihat sangat marah," ucap Rayan yang melihat dari kaca jendela dapur yang tembus ke taman belakang rumah. Di mena itu adalah tempat Raihan menerima panggilan telepon masuk ke ponselnya.

Sebisa mungkin Rayan mendengerkan percakapan abangnya itu, tapi sayang ia tak bisa mendenger apapun yang di bicarakan Raihan dengan seseorang di telpon itu.

"Aku tidak bisa mendengar pembicaraannya, tapi sepertinya Bang Raihan ada masalah makanya terlihat sangat marah. Sudahlah biarkan saja, aku tanyakan ini besok saja kepada Bang Raihan, karena percuma aku pun tidak bisa mendenger pembicaraannya itu di sini," ucap Rayan dengan berlalu dari kaca jendela menuju kulkas untuk membawa sebotol air di dalamnya, dan akan di bawa ke kamar nantinya.

.

.

.

Terpopuler

Comments

🥑⃟𝚜𝚌𝚑𝚊𝚝𝚣𝚒🦊⃫⃟⃤ₕᵢₐₜ

🥑⃟𝚜𝚌𝚑𝚊𝚝𝚣𝚒🦊⃫⃟⃤ₕᵢₐₜ

siapa tuh yg malam² nlpn Raihan apakah ada wanita lain selain Alya sampai dia marah² bgtu

2025-07-03

1

lihat semua
Episodes
1 Bab 1 : Di Balik Persahabatan
2 Bab 2 : Pernikahan Menyesakkan
3 Bab 3 : Ikhlas Cinta Rayandra
4 Bab 4 : Karena Dering Ponsel
5 Bab 5 : Ada Yang Enggak Beres
6 Bab 6 : Mendiamkannya
7 Bab 7 : Pemandangan Menyesakkan
8 Bab 8 : Di Tepi Sungai
9 Bab 9 : Mulai Insecure
10 Bab 10 : Maaf Yang Di Balas Diam
11 Bab 11 : Kebingungan Melanda Diri
12 Bab 12 : Sedikit Peringatan
13 Bab 13 : Berlarut-Larut
14 Bab 14 : Duka Di Balik Senyuman
15 Bab 15 : Tidak Menyukainya
16 Bab 16 : Naik Pitam
17 Bab 17 : Nasihat Bunda Zahra
18 Bab 18 : Menuntut Penjelasan
19 Bab 19 : Amarah Dan Kata Maaf
20 Bab 20 : Apa Mungkin Menyerah?
21 Bab 21 : Pasrah Dengan Takdir
22 Bab 22 : Menatap Senja Di Sore Hari
23 Bab 23 : Wanita Tak Di Kenal
24 Bab 24 : Cukup Mengganggu Pikiran
25 Bab 25 : Insiden Terpeleset
26 Bab 26 : Sikap Yang Berbeda
27 Bab 27 : Salah Sangka
28 Bab 28 : Beda Tangan Beda Rasa
29 Bab 29 : Selalu Salah
30 Bab 30 : Tuntutan Menjadi Istri Ideal
31 Bab 31 : Teka-teki Di Balik Iris Mata
32 Bab 32 : Bertemu Kembali
33 Bab 33 : Saran Di Balik Kenyataan
34 Bab 34 : Dugaan Yang Tidak Salah
35 Bab 35 : Bicara Empat Mata
36 Bab 36 : Aku Tidak Sebodoh Itu
37 Bab 37 : Sebuah Ancaman Dari Raihan
38 Bab 38 : Harus Mendapatkan Keadilan
39 Bab 39 : Niat Memberitahu Kebenaran
40 Bab 40 : Bukan Waktu Yang Tepat
41 Bab 41 : Amarah Di Balik Rahasia
42 Bab 42 : Tiba-Tiba Menyuruh Berhenti
43 Bab 43 : Permintaan Yang Sulit
44 Bab 44 : Merenung Untuk Sesat
45 Bab 45 : Tidak Langsung Percaya
46 Bab 46 : Terjebak Dalam Pertanyaan
47 Bab 47 : Kali Ini Mungkin Lolos
48 Bab 48 : Jauh Berbeda Dari Kriteria
49 Bab 49 : Laksana Bidadari Salah Tangan
50 Bab 50 : Nasehat Opa Reno
51 Bab 51 : Tidak Bisa Cerita
52 Bab 52 : Rasa Sakit Yang Terpendam
53 Bab 53 : Sudah Waktunya Kamu Tahu
54 Bab 54 : Mulai Bersikap Dingin
55 Bab 55 : Jangan Harap Bisa Lolos!
56 Bab 56 : Terbongkar Sudah
57 Bab 57 : Tidak Dapat Berkutik Lagi
Episodes

Updated 57 Episodes

1
Bab 1 : Di Balik Persahabatan
2
Bab 2 : Pernikahan Menyesakkan
3
Bab 3 : Ikhlas Cinta Rayandra
4
Bab 4 : Karena Dering Ponsel
5
Bab 5 : Ada Yang Enggak Beres
6
Bab 6 : Mendiamkannya
7
Bab 7 : Pemandangan Menyesakkan
8
Bab 8 : Di Tepi Sungai
9
Bab 9 : Mulai Insecure
10
Bab 10 : Maaf Yang Di Balas Diam
11
Bab 11 : Kebingungan Melanda Diri
12
Bab 12 : Sedikit Peringatan
13
Bab 13 : Berlarut-Larut
14
Bab 14 : Duka Di Balik Senyuman
15
Bab 15 : Tidak Menyukainya
16
Bab 16 : Naik Pitam
17
Bab 17 : Nasihat Bunda Zahra
18
Bab 18 : Menuntut Penjelasan
19
Bab 19 : Amarah Dan Kata Maaf
20
Bab 20 : Apa Mungkin Menyerah?
21
Bab 21 : Pasrah Dengan Takdir
22
Bab 22 : Menatap Senja Di Sore Hari
23
Bab 23 : Wanita Tak Di Kenal
24
Bab 24 : Cukup Mengganggu Pikiran
25
Bab 25 : Insiden Terpeleset
26
Bab 26 : Sikap Yang Berbeda
27
Bab 27 : Salah Sangka
28
Bab 28 : Beda Tangan Beda Rasa
29
Bab 29 : Selalu Salah
30
Bab 30 : Tuntutan Menjadi Istri Ideal
31
Bab 31 : Teka-teki Di Balik Iris Mata
32
Bab 32 : Bertemu Kembali
33
Bab 33 : Saran Di Balik Kenyataan
34
Bab 34 : Dugaan Yang Tidak Salah
35
Bab 35 : Bicara Empat Mata
36
Bab 36 : Aku Tidak Sebodoh Itu
37
Bab 37 : Sebuah Ancaman Dari Raihan
38
Bab 38 : Harus Mendapatkan Keadilan
39
Bab 39 : Niat Memberitahu Kebenaran
40
Bab 40 : Bukan Waktu Yang Tepat
41
Bab 41 : Amarah Di Balik Rahasia
42
Bab 42 : Tiba-Tiba Menyuruh Berhenti
43
Bab 43 : Permintaan Yang Sulit
44
Bab 44 : Merenung Untuk Sesat
45
Bab 45 : Tidak Langsung Percaya
46
Bab 46 : Terjebak Dalam Pertanyaan
47
Bab 47 : Kali Ini Mungkin Lolos
48
Bab 48 : Jauh Berbeda Dari Kriteria
49
Bab 49 : Laksana Bidadari Salah Tangan
50
Bab 50 : Nasehat Opa Reno
51
Bab 51 : Tidak Bisa Cerita
52
Bab 52 : Rasa Sakit Yang Terpendam
53
Bab 53 : Sudah Waktunya Kamu Tahu
54
Bab 54 : Mulai Bersikap Dingin
55
Bab 55 : Jangan Harap Bisa Lolos!
56
Bab 56 : Terbongkar Sudah
57
Bab 57 : Tidak Dapat Berkutik Lagi

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!